Selamat membaca..
Kebetulan, hari ini Rani dan juga Dika sama-sama memiliki waktu senggang untuk berkunjung ke rumah Mama karena memang keduanya bertepatan tengah libur. Mama Dika, Monika---memberitahu mereka untuk datang pada makan siang hari ini. Hanya acara biasa, mungkin keluarga Rani serta Dika saja yang datang.
Mobil Dika sudah memasuki area rumah Monika, di sana juga sudah terlihat jelas jika mobil Bunda Rani sudah parkir.
"Tumben banget Bunda sama Ayah tepat waktu," cibirnya saat keluar dari mobil sambil memperhatikan mobil milik orang tuanya dengan lamat-lamat.
"Masa ke rumah besan telat sih, kan nggak lucu."
Rani melirik Dika sekilas, lalu membenarkan pula ucapan cowok itu. "Bisa jadi, mereka kan nggak mau dipandang orang yang lelet." Dika segera menyenggol pelan lengan Rani. "Heh orang tua sendiri dibilang lelet."
"Dulu mereka sendiri pernah bilang kay---"
Ucapan Rani menggantung begitu saja saat dirinya belum sadar sudah tiba di ruang keluarga. Kedua orang tua mereka langsung menyambut keduanya. "Ya ampun anak Mama, lama nggak ketemu---kangen banget." Monika memeluk keduanya bergantian.
Ia benar-benar rindu dengan Rani dan juga Dika, karena seminggu setelah mereka menikah langsung disibukkan dengan urusan kuliah serta kerja. Itu yang membuat Dika jarang bertemu dengan orang tuanya.
"Apa kabar Ma?"
Monika mengangguk. "Baik." sambil mengelus bahu Dika dan menyuruh keduanya untuk bergabung dengan mereka.
Orang tua Rani begitu senang ketika melihat anaknya bisa meluangkan waktu untuk hari ini, terlebih Iren---Bunda Rani begitu merindukan anaknya karena ini baru pertama kali ditinggal oleh Rani.
"Bun, main ke rumah Rani dong--masa nggak pernah ke sana sih?" keluhnya sambil tetap memeluk Iren. Wanita itu tertawa kecil melihat Rani yang masih bertingkah layaknya seorang anak kecil, padahal gadis itu sudah bisa dikategorikan 'dewasa'.
"Bunda sama ayah masih sibuk di kantor Ran, mungkin untuk saat ini belum bisa---tapi next time bakal bunda usahain."
Rani segera menegakkan tubuhnya. "Oke. Rani bakal tagih janjinya bunda." Lagi-lagi Iren tertawa, gadisnya ini memang tidak pernah berubah.
-----
Ketika semua orang sudah berada di meja makan dan sibuk menyantap hidangan yang tersaji, Rani justru memilih untuk duduk bersila di pinggir kolam renang seraya cekikikan lantaran menerima sambungan telepon dari Rere.
"Serius Bang Heru nyariin aku?"
Berulang kali, Rere terdengar menghembuskan napas walau ia juga begitu antusias ketika bercerita mengenai Heru.
"Serius, dia nanyain ke aku. Katanya--dia udah chat tapi nggak kamu bales juga. Tega banget!"
Rani semakin terbahak, mengingat pesan dari Heru sedari kemarin belum ia balas membuatnya geli sendiri.
"Kalau aku bales chat dari Bang Heru, dia bakal berharap sama aku Re."
Rere mengumpat di tempat, menurutnya---rekannya yang satu itu begitu percaya diri jika Heru akan berharap lebih padanya.
"Yakin banget kalau Bang Heru bakal berharap."
Rani tersenyum miring sambil sesekali memainkan jarinya di pinggiran kolam. "Buktinya, kemarin dia bilang mau serius sama aku Re." Rani langsung mendengar suara Rere yang tengah tersedak sambil mencoba mencerna ucapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAHAR [Rani & Dika] TERBIT✅
Ficção Adolescente[Sudah tersedia di shopee] Maharani dan Mahardika dijodohkan, lalu menikah selepas wisuda kelas 12. Kehidupan setelah menikah, dilalui keduanya dengan santai layaknya teman biasa. ----- "Kamu apain leher aku?" Rani bertanya sambil menatap Dika yang...