Hari kedua di villa keluarga Dika, dua hari pula terbebas dari gangguan tugas maupun pekerjaan masing-masing.Rani terbebas dari pekerjaannya, karena ia sengaja mangkir. Untuk Dika, cowok itu juga cukup lega karena bisa menyusul Fadli untuk liburan, walau hanya sekedar di villa saja.
Biasanya, pagi hari seperti saat ini paling baik untuk melakukan olahraga. Terlebih suhu serta situasi yang begitu mendukung.
Rani tidak tuli, dirinya mendengar jelas ketika Dika sudah diambang pintu sambil bersidekap dada menatapnya yang masih nyaman dengan selimut tebalnya itu.
"Aku hitung sampai sepuluh, kalau nggak kesini. Aku jeburin lagi ke kolam," ancam Dika, tidak peduli dengan sekitar lantaran Rani yang sejak tadi sudah mencuri perhatiannya.
Pepatah pernah mengatakan di beberapa peribahasanya, ada udang di balik batu. Ada sesuatu hal yang disembunyikan lantaran ada niat tertentu. Seperti yang dilakukan Rani, dia ada niat terselebung di balik selimut tebal yang menutup tubuhnya itu.
Rani mendengar Dika mengucapkan kalimat ancaman itu, namun dirinya hanya berpura-pura tidak mendengar saja agar Dika tidak lagi menyuruhnya bangun pagi dan naik sepeda bersama.
Rani malas, ia hanya ingin menghabiskan waktunya di dalam villa, bukan di luar. Selain mager, mungkin hawa dingin pagi ini membuat kulitnya sedikit kemerahan karena terlalu sensitif untuk merespon setiap suhu yang lumayan dingin itu.
"Ran, aku disuruh sama Bunda." Tanpa ba-bi-bu, Dika berjalan ke arah gadis itu sambil menyibak selimutnya hingga Rani berteriak histeris. Kaget.
"Dika! Ngeselin banget!"
Meringsut takut? Lari terbirit-birit? Menyengir tidak jelas sambil mengangkat dua jarinya, peace? Atau mungkin Dika akan menutup telinganya saat Rani tiba-tiba saja berteriak seperti itu?
Tidak. Baik Dika maupun Rani sama sekali tidak melakukan beberapa opsi di atas.
Cowok itu justru menatap Rani sekilas, dan detik berikutnya langsung mengangkat tubuh gadis itu hingga lagi-lagi Rani berteriak saat Dika sudah membawanya turun hingga halaman villa. Dimana sepeda yang akan mereka naiki sudah berada di sana.
Dika menurunkan Rani saat gadis itu sudah uring-uringan sambil memberontak tidak jelas, memukuli dadanya yang baru saja terserang bengek beberapa hari yang lalu. Sungguh tega.
Ia tidak marah, hanya saja memang perasaannya tergantikan dengan melihat raut kesal Rani yang sudah ancang-ancang ingin protes dengannya.
"Aku belum mandi Ka," rengek Rani sambil membujuk Dika agar mengijinkannya kembali ke dalam untuk sekedar membersihkan diri sebentar.
Dika yang tahu niat, serta kenyataan yang sebenarnya itu pun hanya menggeleng dan tidak peduli saat Rani sudah hendak menangis. Dika tahu itu air mata buaya.
"Kamu tadi sudah mandi, sebelum aku balik ke kamar setelah sarapan tadi," jelas Dika sambil mengambil langkah menghampiri sepedanya dan menarik pelan pergelangan tangan gadis itu.
Rani menoleh cepat ke arah cowok itu, menatapnya penuh selidik mungkin akan membuat Dika merasa terintimidasi. Tapi, kenyataannya tidak. Dika justru menantangnya dengan ikut menatap gadis itu tidak kalah horornya.
"Mau alasan apa lagi Maharani?"
Rani diam sekarang, ia tidak bisa mengatakan apapun selain menerima uluran helm dari Dika dan mengikuti cowok itu yang sudah naik ke sepedanya.
Kaki yang dihentakkan beberapa kali itu, mungkin saat ini menjadi saksi puncak kekesalan Rani. "Aku mau tidur, mau rebahan, mau streaming, mau makan sambil nonton film, aku mau di dalam Dika." Rani kembali merajuk, padahal sekarang ini posisinya sudah berada di samping Dika, dengan mengendarai sepedanya sendiri.
![](https://img.wattpad.com/cover/224533866-288-k517504.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MAHAR [Rani & Dika] TERBIT✅
Ficção Adolescente[Sudah tersedia di shopee] Maharani dan Mahardika dijodohkan, lalu menikah selepas wisuda kelas 12. Kehidupan setelah menikah, dilalui keduanya dengan santai layaknya teman biasa. ----- "Kamu apain leher aku?" Rani bertanya sambil menatap Dika yang...