Suara nyaring Purbo lewat toa yang dipegangnya membuat semua calon anggota baru jurnalis langsung berkumpul di depan basecamp mereka.Termasuk Dika dan juga Fadli yang kini sedikit tersenggal-senggal lantaran baru saja lari-larian dari kost Fadli sampai kampus.
"Kita bakal berangkat lima menit lagi, untuk masing-masing tas bisa ditaruh di bagasi."
Semua anggota lantas mengangguk, mengikuti intruksi dari Purbo dan kembali berkumpul untuk doa bersama terlebih dahulu.
Hanya memerlukan waktu 3 menit, untuk selanjutnya mereka bisa mengambil langkah untuk segera masuk ke dalam bus.
"Dik, lihat Dik," panggil Fadli sambil menunjuk tangannya ke arah atas yang sontak membuat Dika mendongak.
Dika mengernyit, maksud dan tujuan Fadli demikian sebenarnya apa? Benar-benar tidak jelas.
Namun tanpa Dika sadari, ternyata Fadli berusaha mencuri start untuk masuk ke dalam bus terlebih dahulu. Dika mendengus, ia berpikir bahwa Fadli masih seperti bocah yang harus dibina dengan orang tuanya.
Sepertinya posisi Dika disini sudah seperti orang tua angkat Fadli saja.
"Nggak jelas lo," gerutunya sambil melangkah untuk masuk.
"Eh, sorry-sorry."
Dika segera menoleh saat tidak sengaja mendengar kata maaf dari Risa yang beberapa detik lalu memang tidak sengaja menabraknya saat hendak masuk ke dalam bus. Karena gadis itu yang terlalu buru-buru.
"Nggak pa-pa kak," ucap Dika seraya memberi ruang untuk Risa agar bisa masuk terlebih dahulu.
Risa mengangguk, dirinya naik diikuti dengan Dika di belakangnya.
Fadli sudah duduk tenang sambil menempelkan earphone di telinganya.
Dika tidak membicarakan apapun selain langsung duduk di samping Fadli.
From : Maharani
Jangan kangen sama aku, kamu ya!
Cowok itu tersenyum singkat, tadinya ia juga sempat memberi tahu Rani terlebih dahulu sebelum berangkat ke kampus. Setelah sampai pun Dika juga langsung mengirimi foto bus yang akan membawanya ke puncak.
Awalnya sih, Dika pikir Rani akan merespon layaknya pasangan-pasangan romantis yang biasa diucapkan sewaktu ditinggal oleh kekasihnya. Misalnya seperti, "Hati-hati ya," "Jangan aneh-aneh di sana," "Ingat kalau sudah sampe langsung kabarin."
Tapi, rupanya apa yang Dika inginkan tidak berbanding lurus dengan kenyaatan. Gadis itu justru mengancamnya untuk tidak rindu. Apa-apaan itu, mana bisa?!
To : Maharani
Dikit aja.
Ia mendongak setelah mendapat sodoran kertas dari Purbo, untuk menulis absensi.
"Temen lo, bangunin tuh," perintah pemuda dengan badan tegap itu saat tidak sengaja melihat Fadli yang sudah memejamkan matanya sambil menyandar di kaca bus.
Dika menggoyang-goyangkan lengan Fadli, "Bangun lo! Absen dulu nih!" Untungnya Fadli hari ini bukanlah kebo seperti sewaktu di kost. Cowok itu langsung bangun walau matanya terkadang menyipit untuk memahami apa yang tengah terjadi.
Setelah Fadli sudah selesai, cowok itu juga sempat menguap hingga membuat Dika reflek menutup hidungnya.
Tidak sopan sekali Fadli.
"Udah nyampe ya Dik?"
"Udah."
Fadli langsung menegakkan tubuhnya, berdiri di antara kursi depan dan belakang yang menghimpitnya. Pandangannya menyapu ke arah anggota lain yang justru masih asik di tempat duduk, dan belum ada yang keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAHAR [Rani & Dika] TERBIT✅
Fiksi Remaja[Sudah tersedia di shopee] Maharani dan Mahardika dijodohkan, lalu menikah selepas wisuda kelas 12. Kehidupan setelah menikah, dilalui keduanya dengan santai layaknya teman biasa. ----- "Kamu apain leher aku?" Rani bertanya sambil menatap Dika yang...