Dika mendapati raut wajah gadis di depannya begitu berbeda. Tidak seperti biasanya Rani menekuk wajahnya seperti ini. Biasanya, gadis itu sangat bersemangat terlebih saat duduk bersama di ruang makan.
Rani akan bercerita banyak, namun hari ini berbeda. Gadis itu kebanyakan diam.
Dika masih mengamati gerak-gerik Rani yang kebetulan sudah menuntaskan acara sarapannya. Hingga suara dari Rani mengagetkan aksi makannya, "Ka nanti jangan lupa ya."
Dika ikut berdiri, bibirnya ia lengkungkan guna merespon baik ucapan Rani. "Iya aku pasti datang kok. Cafe Kusuma kan?" tanya Dika diiringi sahutan berupa deheman dari Rani.
"Yaudah, aku berangkat ya."
Sebelum Rani bisa melangkahkan kakinya, Dika sudah terlebih dulu menarik pergelangan tangannya.
"Maharani, kamu baik-baik saja kan?"
Rani mengangguk, keadaannya baik, sehat pula. Hanya hatinya saja yang masih sedikit nyeri, mungkin butuh penyesuaian menghadapi telepon lain yang lebih panas dari kemarin.
"Kemarin kenapa pindah kamar?" tanya Dika, masih tetap menatap dengan lekat wajah gadis di hadapannya. Walau ia sudah tahu diacuhkan begitu saja.
Dika tidak tahu masalahnya apa.
"Ran?"
Rani tidak menjawab, ia lebih memilih untuk meninggalkan cowok di hadapannya ini dengan berujar, "Aku berangkat dulu Ka." Salah satu jurus andalan Rani agar bisa terhindar dari Dika, ia tidak mau melihat suaminya terus-terusan.
Hatinya, menjadi tambah sakit. Bahkan dia sendiri tidak mengerti mengapa disaat yang bersamaan Dika mengatakan sayang padanya, juga ada seseorang gadis yang menelfon Dika dengan suara layaknya orang yang sudah begitu dekat.
Apa iya, diamnya Rani saat ini karena cemburu?
Benarkan Rani sudah jatuh dalam pesona Dika?
Entahlah, yang jelas Rani sangat tidak suka jika miliknya di usik oleh orang lain.
-----
Fadli sengaja nebeng di mobil Dika walau kost cowok itu begitu dekat dengan kampus. Bukan karena tidak mau capek, atau pun malas berjalan, hanya saja Fadli ingin merasakan duduk di mobil Dika.
"Gini ya ternyata naik mobilnya orang kaya," gumam Fadli sambil menatap sekitarnya.
Fadli seolah dibuat takjub dengam kendaraan beroda empat ini. Ia bahkan bisa dibilang begitu kampungan saat menaiki mobil Dika untuk pertama kali.
"Lo ngigau Fad? Mobil gue kan belum ada apa-apanya sama super car punya lo."
"Mobil? Maaf yang mana ya? Gue kan rakyat jelata, mana mungkin punya mobil melebihi sultan kaya lo."
Dika berdecih ketika mendengar ucapan dari mulut Fadli. Baginya, cowok itu hanyalah berbual saja agar hari ini ia bisa mendapat makan gratis dari Dika.
Sebenarnya, Dika jengah sewaktu Fadli selalu mengatakan hal yang tidak benar seperti ini.
Benar-benar king drama.
Mobil hitam mengkilat milik Dika sudah terparkir rapi di tempatnya. Keduanya pun kompak turun. Dika sesekali mengecek jam di pergelangan tangannya, tertera jelas di sana angka menunjukkan pukul 08.05 masih punya beberapa menit lagi untuk sekedar nongkrong di kantin.
"Lo kenapa nggak makan? Udah sarapan?" tanya Fadli ketika setibanya di kantin langganan mereka.
Dika menggeleng sembari ikut duduk di kursi yang berhadapan dengan Fadli. "Gue udah sarapan tadi Fad, lo aja yang makan."
KAMU SEDANG MEMBACA
MAHAR [Rani & Dika] TERBIT✅
Novela Juvenil[Sudah tersedia di shopee] Maharani dan Mahardika dijodohkan, lalu menikah selepas wisuda kelas 12. Kehidupan setelah menikah, dilalui keduanya dengan santai layaknya teman biasa. ----- "Kamu apain leher aku?" Rani bertanya sambil menatap Dika yang...