33. Rencana or Wacana

3.9K 298 15
                                    


Dika tidak tanggung-tanggung memberikan Fadli tabokan agar cowok itu tersadar atas tindakannya beberapa menit yang lalu.

Fadli memang gila, Dika mengakui itu. Namun, lebih gila lagi jika temannya yang satu ini membajak ponselnya serta mengirim balasan berupa kalimat alay kepada Rani.

Mungkin untuk saat ini, bantal bermotif doraemon itu sangat cocok untuk membuat punggung Fadli berubah menjadi samsak dadakan.

"Dika! Anak kadal emang lo! Sakit sat!"

"Lo emang sakit ... sakit jiwa!" Dika kembali menimpuk punggung Fadli, lagi-lagi cowok itu dibuat menggeram, "ngapain lo bajak hp gue?!"

Fadli menelan ludahnya susah payah setelah ia tadi sempat mengumpati Dika. Nyalinya seakan mengkerut ketika tahu jika Dika benar-benar marah padanya.

"A..ampun la..lah Dik," ucap Fadli terbata-bata, ia sudah diambang ketakutan yang sebenarnya.

Melihat Dika berkilat marah seperti ini mungkin akan sangat menyeramkan daripada menyaksikan diamnya Dika secara kebetulan. Sungguh, marahnya Dika tidak tanggung-tanggung.

Dika sudah berancang-ancang untuk menjitak Fadli, tangannya pun sudah mengangkat ke udara. Tapi, hal yang tidak terduga justru muncul saat batas kekesalan Dika sudah memuncak.

Di ambang pintu kamar Fadli, salah satu penghuni kamar sebelah menyemprot mereka, "Heh! Kalau mau main tinju, di luar! Jangan di dalam, ganggu orang tidur aja!" Langsung, Dika menurunkan tangannya sambil meminta maaf pada cowok yang membawa bantal serta mata yang masih menyipit.

"Dika nih Bang, salahin dia nih."

Merasa namanya telah dituduh, Dika lantas melirik ke arah Fadli dengan tatapan horor. "Mau gue gantung sekarang?" Matanya berkilat menunjukkan jika Fadli sudah menuju puncak dimana akan mendapat balasan yang setimpal.

"Bukan cuma Dika, Lo juga sama aja!" Setelah mengatakan itu, mahasiswa penghuni kamar kost yang ditebak tengah menjalani skripsi itu beranjak dari sana.

"Noh Dik, dengerin kata Bang Fikri. Di smackdown baru tahu rasa lo!"

"Yang nyari gara-gara kan lo!"

"Darimana ceritanya ... lo kan gebukin gue duluan."

Fadli tidak kalah ngotot, kali ini ia mencoba memberanikan dirinya untuk menghadapi Dika. Walau sebenarnya, perasaannya kali ini sangat was-was. Terlebih saat memikirkan jika nanti Dika mengajaknya duel, satu lawan satu.

"Lo duluan Fad!"

"Lo Dik!"

"Woi! Anjir lah kalian, bisa diem nggak?! Perlu gue samperin sambil cocolin sambel ke mulut lo berdua?!"

Dengan sekejap, mulut Dika dan Fadli yang hendak mengeluarkan sumpah serapahnya itu langsung terdiam saat mendengar teriakan dari kamar sebelah.

Kena protes lagi, sial.

Dika tidak menjawab, Fadli juga demikian. Ia hanya menatap cowok itu tanpa minat, sambil menyambar ponselnya yang tergeletak di ubin.

To : Maharani

Di hatimu.

Dika tidak pernah se-bucin ini ketika bersama orang lain, terlebih seorang perempuan. Tidak. Dika tidak pernah, pengalaman berpacaran saja tidak punya. Apalagi harus bucin seperti itu, sangat tidak masuk akal.

Tadi dia memang sengaja memberikan Rani sebuah notif, hanya kata i see you. Namun, bukan seperti yang dikirim Fadli jawabannya. Ah, sial kedua kalinya, gara-gara panggilan alam yang datang di waktu yang kurang ajar.

MAHAR [Rani & Dika] TERBIT✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang