Selamat membaca..
[Rated 16+]
Rani pulang dengan diantar oleh Heru, ia mencoba tersenyum ramah ketika Heru berpamitan padanya. Setelah cowok itu sudah pergi, Rani langsung masuk ke rumah dan menuju kamarnya seraya menenteng sepatu yang belum juga ia lepas sejak tadi pagi. Begitu menyiksanya.
Rani membuka pintu kamar, suara gemercik air membuatnya menoleh dan berpikir bahwa Dika tengah mandi karena baru pulang dari kampus.
Gadis itu lantas berjalan menuju ranjang, dengan membuang asal tas selempangnya---lalu merebahkan diri di tengah-tengah tempat tidur dengan posisi bergelung kekanan layaknya seorang bayi. Rani merasa capek, padahal ia tidak pernah seperti ini sebelumnya.
Ia berpikir bahwa---ini semua sebab sepulang kerja tadi Rani tidak langsung istirahat melainkan memilih pergi bersama Heru hingga pukul setengah tujuh.
Dika membuka pintu kamar mandi, matanya memicing saat mendapati Rani yang sudah pulang dan langsung tidur di ranjang tanpa melepas seragam kerjanya serta membasuh wajah terlebih dahulu.
Melihat Rani, membuatnya teringat kejadian beberapa menit yang lalu. Mengapa ia baru tahu jika Rani sudah memiliki pacar, dan itu rekan kerjanya. Kenapa orang tua mereka begitu memaksa dirinya untuk berjodoh dengan Rani? Padahal gadis itu sudah memiliki pacar di saat Dika sudah benar-benar menerima Rani di hatinya.
Dika melangkahkan kakinya mendekati ranjang, lalu ikut menidurkan badannya--- mengikuti Rani sambil memeluk pinggang gadis itu dari samping. Ia menenggelamkan wajahnya di ceruk leher gadis itu, benar-benar wangi---kenapa Dika baru menyadarinya sekarang.
Rani masih diam, Dika berpikir jika gadis itu tengah tertidur.
Mengingat apa yang sudah terjadi tadi pagi, membuat Dika lebih mengeratkan pelukannya pada gadis itu---seolah dia tidak mau berbagi dengan orang lain, sekalipun itu pacar Rani. Tidak. Dika tidak mau siapapun menyentuh Rani, karena dia suaminya.
Rani mulai bergerak tidak nyaman ketika Dika meniup-niup bagian belakang telinga gadis itu, "Mahardika..." dengan suara parau serta serak, Rani mencoba memeringati Dika agar tidak bertindak demikian.
Dika hanya berdehem, seakan terlena dengan leher jenjang gadis itu---tanpa sadar ia sudah membuat Rani membuka matanya lantaran tingkah Dika yang sudah membangunkan gejolak aneh di dalam diri Rani.
Rani memilih menggigit bibirnya dan menahan desahannya karena ulah Dika yang tiba-tiba saja menempelkan bibirnya lalu menyusuri setiap inci leher jenjang milik gadis itu. Rani tidak tahu, Dika melakukan ini dengan sadar atau mengigau. Karena biasanya cowok ini begitu acuh dengannya seakan tidak berniat sama sekali untuk sekedar memeluk Rani.
"Ka.."
Rani kembali bersuara, namun Dika masih belum menyadari gadis itu telah terbangun dan mengetahui tingkahnya yang mulai berani menyentuhnya. Bibirnya seolah menikmati leher mulus Rani hingga tidak sadar cowok itu sudah membuat tanda kepemilikan disisi kiri leher istrinya.
"Maaf, Ran."
Rani mengintip Dika dengan satu matanya yang melirik cowok itu di belakangnya, ia lantas langsung menegakkan tubuhnya tanpa mempedulikan Dika yang kaget dengan pergerakannya barusan.
"Kamu apain leher aku?" Rani bertanya sambil menatap Dika yang masih belum bergeming dari posisinya awal. Gadis itu memegangi lehernya, lalu sedikit menurunkan bajunya dan meliriknya. "Dika.. kamu apain?!" ucapnya dengan nada meninggi.
Dika langsung menegakkan tubuhnya, dan mengusap pelan wajahnya seraya melototkan matanya kearah leher gadis itu yang sudah ia buat tanda merah disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAHAR [Rani & Dika] TERBIT✅
Teen Fiction[Sudah tersedia di shopee] Maharani dan Mahardika dijodohkan, lalu menikah selepas wisuda kelas 12. Kehidupan setelah menikah, dilalui keduanya dengan santai layaknya teman biasa. ----- "Kamu apain leher aku?" Rani bertanya sambil menatap Dika yang...