Perjanjian di mulai saat waktu menunjukkan pukul tujuh malam.
Dika sengaja meminta Rani untuk datang sekitar pukul 19.00 lantaran dirinya masih ada kelas hingga pukul 18.00 tadi. Sebanarnya bisa saja Dika meminta Rani untuk datang di jam-jam kepulangannya yang lenggang satu jam. Tapi Dika masih ada urusan dengan beberapa tugasnya.
"Nggak usah ngeluh gitu," ucap Rani yang berusaha menenangkan Dika agar tidak lagi mengeluh soal materi-materi yang belum juga dihapalnya sedari tadi. Padahal ia besok akan presentasi.
"Udahlah makan aja."
Dika terdengar menghembuskan napasnya, alam bawah sadarnya sana seolah menggiringnya untuk terus memikirkan mengenai tugas.
Ah, sial. Waktu yang tidak tepat.
Untuk meredamnya, cowok itu cukup memakan makanannya lalu juga sesekali menyeruput jus mangganya.
"Kamu tadi pulang jam berapa Ran?" tanya Dika mencoba untuk mengalihkan obrolan mereka.
Merasa pertanyaan itu diberikan padanya, lantas Rani mendongak. Pandangannya kali ini bertubrukan dengan Dika yang kebetulan sudah lebih dulu menatapnya.
Sebisa mungkin ia bersikap santai dan tidak terlalu gugup walau keduanya setiap hari bertemu.
"Setengah lima sudah sampai rumah."
Kali ini Rani benar, ia tidak lagi mengunjungi food festival dengan Heru atau cowok lain. Tidak, Rani tidak melakukan hal itu kali ini. Entahlah jika suatu saat nanti.
Dika mengangguk, ia juga sudah mengerti jika istrinya memang pulang di jam normal tanpa embel-embel hendak mampir terlebih dahulu dimana dan dengan siapa.
From : Fadli
Mampus, buku tugas filsafat gue kebawa sama lo Dik.
Iya kan? Bilang iya please.
Dika mengernyit ketika mendapati pesan dari Fadli yang sudah bertengger manis menghiasi layar ponselnya. Ia membalas chat tersebut dengan kening yang tidak menghilangkan kerutannya itu.
Dirinya lupa-lupa ingat.
To : Fadli
Nanti kalau udah pulang gue cek, ini gue masih di luar.
Dika kembali mendongak, menanti Rani yang sepertinya akan berucap sesuatu.
"Bang Heru tadi udah biasa ekspresinya, nggak murung kaya pas waktu itu."
Waktu itu, dimana Heru mendapat penolakan dari Rani.
Mendengar hal tersebut, tentu membuat Dika bernapas lega. Akhirnya Rani bisa terbebas dari bayang-banyang yang selama ini membelenggunya dengan keadaan dimana Heru akan membenci dirinya.
Namun, kenyataannya tidak.
"Makanya, jangan suka baperin orang lagi," cibir Dika sambil membalas pesan dari Fadli.
From : Fadli
Cih, sok-sokan keluar. Setahu gue paling mentok lo pergi ke siskamling komplek deh.
Dika menghela napas panjang. Fadli memang tidak mengerti orang tengah kencan.
To : Fadli
Dahlah ganggu aja!
"Bang Heru aja yang baperan," kesal gadis itu seraya menyisihkan piringnya yang sudah bersih dengan makanan.
Dika mendesis, "Kalau kamu nggak mancing juga nggak bakal kaya gitu."
KAMU SEDANG MEMBACA
MAHAR [Rani & Dika] TERBIT✅
Jugendliteratur[Sudah tersedia di shopee] Maharani dan Mahardika dijodohkan, lalu menikah selepas wisuda kelas 12. Kehidupan setelah menikah, dilalui keduanya dengan santai layaknya teman biasa. ----- "Kamu apain leher aku?" Rani bertanya sambil menatap Dika yang...