46. Kemarahan Yang Memuncak II

559 43 1
                                    

Aura merah pekat yang misterius mulai mengelilingi Albara, suasana didalam restoran semakin tidak terkendali.

Baik Deindra, Hugo maupun Lovis tidak ada satupun diantara mereka yang mampu membuka mulut, walaupun aura milik Albara tidak diarahkan secara langsung kepada mereka namun tetap saja mereka ikut merasakan dampaknya.

Di atas kepala Albara secara tiba-tiba muncul tujuh buah logam runcing yang siap menusuk siapa saja.

"Heh, apa kau benaran tidak tau siapa kami ha?!" ucap saudara ke satu dari bocah tersebut.

Bhuuk

Logam runcing menembus perut dari bocah yang baru saja mengancam Albara, tubuhnya tertancap lekat didinding tanpa nyawa.

"Apa kalian masih tidak mengerti posisi kalian?"

Swuss

Belum sempat mencerna semua hal yang terjadi dengan mereka, dua buah logam runcing lagi-lagi merenggut nyawa dari tujuh bersaudara.

"Apa kalian sangat angkuh! Bahkan setelah semua hal yang terjadi kalian masih bersikeras tidak mau mengakui kesalahan kalian?!"

Hanya dalam satu tarikan nafas, sudah cukup membunuh tiga saudara yang tersisa. Keangkuhan mereka telah membawa mereka kedalam jurang tanpa dasar.

"Kalian semua telah melihat apa yang terjadi, apa pilihan kalian aku tidak peduli." ucap Albara kepada seluruh tamu yang berada direstoran.

Albara melangkahkan kakinya menuju pintu restoran yang diikuti oleh Deindra dengan Hugo dan Lovis. Dinding batu yang semulanya menutupi restoran perlahan mulai runtuh dengan diikuti goncangan tanah yang lumayan kuat.

[Petra, Lyan, Ivar dan Barok bawa sembilan ribu pasukan untuk mengepung kota. Jangan biarkan satupun manusia mendekat dalam radius 1km, bunuh semua yang melawan.]

[Seribu pasukan ikut denganku ke pusat kota, kita akan berperang hari ini.]

Saat semua dinding batu menghilang sudah banyak pasang mata memandang kearah Albara yang saat itu berada dipintu masuk resto.

Albara juga tidak lupa memerintahkan salah satu pasukan bayangan untuk menyimpan mayat ketujuh pangeran didalam cincin ruang.

Mereka bergerak dalam jumlah besar, hanya dalam beberapa menit berita mengenai sekelompok besar pasukan misterius muncul di ibukota sudah sampai ketelinga Raja Napollion Bonaparte.

Raja Napollion juga dikejutkan dengan berita bahwa ibukota telah dikepung oleh pasukan misterius dalam jumlah besar.

Ia sangat bingung dengan apa yang terjadi padanya, ia tidak ingat telah menyinggung seseorang yang sangat berpengaruh.

Seberapa keras pun ia berpikir tapi ia tidak dapat berpikir apa jawabannya, ia hanya bisa memikirkan untuk menyiapkan pasukan secara besar di pusat kerajaan untuk mengantisipasi jika ada serangan.

Hanya dalam waktu sebatang dupa, kelompok pasukan milik Albara sudah tiba dikediaman Raja Napollion.

"Yang mulia, hamba mohon melapor. Ada sekelompok pasukan menerobos kerajaan, sekarang mereka berada di halaman."

"Apa! Mereka berani masuk kedalam kerajaan?! Siapkan pasukan kita akan bersiap untuk berperang!" ucap Raja Napollion rasa gugup dan cemas menghantui pemikiran raja tersebut.

Raja Napollion mengambil langkah dengan cepat, ia dan pasukan miliknya sudah siap untuk berperang. Pedang sudah ia genggam dengan erat, tekad sudah bulat ia akan bertahan sampai titik darah penghabisan untuk menahan serangan musuh.

Bagaimanapun juga, kerajaan ini adalah miliknya, semua yang ada disini adalah haknya ia tidak akan rela siapapun mengambil kerajaannya.

Mata terbuka dengan sempurna saat ia tiba dihalaman kerajaan, tujuh buah tiang batu telah berdiri kokoh dihadapannya masing-masing dari tiang baru sudah terikat rapi mayat dari anak-anaknya.

Kesedihan yang sangat mendalam tengah ia rasakan, kemarahan sudah tidak dapat ia tahan lagi. Dengan langkah penuh amarah ia maju dengan mengayunkan pedangnya, sayangnya pergerakannya dihentikan dengan aura yang menekan dirinya hingga tersungkur di tanah.

Ia berusaha bangkit dengan meronta-ronta namun sekeras apapun usahanya tetap tidak membuahkan hasil. Ia hanya membuat tubuhnya lelah tanpa bergerak dari posisinya.

"Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya!"

"Kau ingin menyerangku, tanpa mengetahui apa penyebab kematian putramu?!" ucap Albara

"Aku sudah tidak membutuhkan alasan lagi untuk menyerangmu! Dengan mayat anakku di depan mataku, itu sudah cukup untuk alasan membunuh kalian semua!" teriak Napollion dengan sangat keras, suaranya terdengar sangat menyesakkan Isak tangis perlahan mulai terdengar dari mulutnya.

"Aku Albara Wilson putra mahkota dari Kerajaan Abison tingkat sepuluh, anakmu telah lancang ingin merebut adikku dengan kasar bahkan mereka berani menyiramku dengan semangkuk sup panas!" ucap Albara sambil mengeluarkan auranya yang sangat pekat, mereka sangat kesulitan bernafas untuk saat ini. Aura yang awalnya menekan raja mereka, kini ikut menekan mereka semua.

Semua pertanyaan sudah terjawab dengan jelas, Raja Napollion benar-benar menyesali perbuatan ketujuh putranya yang pada akhirnya membawa kehancuran di kerajaan yang ia pimpin.

Swuuuss

Sebuah panah dengan kecepatan tinggi bergerak kearah Albara, sebuah tembakan yang sangat bagus, akurasinya bahkan sangat mengesankan. Sayangnya ia sangat lemah saat ini, jika serangan itu terjadi sepuluh atau dua puluh tahun lagi mungkin dapat melukai Albara.

Panah yang bergerak dengan cepat kearah kepala Albara terhenti ketika beberapa cm sebelum mengenai kepalanya. Dengan auranya sangat mudah bagi Albara untuk menghentikan serangan jarak jauh yang jauh lebih lemah darinya.

Sang pemanah sangat terkejut melihat seranganya yang dapat dengan mudah dipatahkan, sebelumnya ia sangat yakin bahwa tembakannya akan tepat mengenai sasaran.

"Awalnya aku berniat untuk tidak mengakhiri kerajaan ini, tetapi seseorang dari pihak kalian beraninya menginginkan nayawaku?!"
Semua orang di pihak Raja Napollion sangat terkejut, bahkan sang pemanah juga merasakan hal yang sama. Ia tidak menyangka sikap yang ia ambil tanpa persetujuan telah merubah keputusan dari sang pangeran.

Tidak ada pilihan lagi untuk mereka semua, selain mengangkat senjata dan berperang sampai nyawa mereka tidak lagi berada ditubuh mereka.

"Serang mereka semua, jangan sisakan satupun nyawa lolos dari pandangan kalian. Bunuh semua keturunan mereka."

"Para jendral, letnan dan mayor jendral pimpin masing-masing seribu pasukan hancur seluruh daerah kekuasan Gressia, Agra tuntun mereka semua dan bunuh semua petualang yang berada di daerah kekuasaan Gressia."

Titah sang raja telah keluar, semua bawahan mematuhi apa pun yang dipinta raja mereka, mereka segera berpencar kesetiap daerah kekuasaan Kerajaan Gressia.

Perjalanan Menjadi DewaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang