54. Terungkapnya Kecurangan Kepala Desa Luci

476 27 1
                                    

Huh huh huh

"Ini sudah ketiga kalinya kita berhadapan dengan serangan hewan buas. Aku sudah mulai bosan." Ucap Deindra sedikit mengeluh.

Beberapa hari telah berlalu kelompok Albara masih terus berhadapan dengan serangan hewan buas yang menyerang desa. Bahkan kelompok mereka sudah di berikan julukan dari warga sekitar sebagai Pahlawan Desa Luci.

"Mau bagaimana lagi? Kita tidak bisa mengabaikan mereka begitu saja bukan? Lagian serangan hewan buas juga membawa banyak keuntungan untuk kamu kan?" Ucap Albara, Albara tidak ingin Deindra menjadi angkuh karena memiliki sedikit kekuatan.

"Yah, benar kita tidak boleh memandang rendah sesuatu yang kecil." Hugo menambahi.

"Tapi apa kalian tidak merasa aneh disini? Sekarang sudah memasuki bulan keempat, tetapi kenapa mereka masih aktif menyerang?" Lovis melontarkan pendapatnya, dia sudah mencoba memikirkannya sendiri tetapi tak kunjung juga mendapatkan jawaban atas pertanyaannya.

Semuanya tengah disibukan dengan pertanyaan dari Lovis, masing-masing dari mereka larut dalam pemikiran kecuali Deindra yang hanya memikirkan rasa letihnya.

"Hoho, liatlah ini! Mereka sudah merasa seperti tuan rumah disini." Suara berat tiba-tiba mengguyarkan kelompok Albara yang sedang larut dalam imajinasi mereka.

"Apa jabatanku sebagai kepala desa hanya dipandang sebelah mata oleh kalian?!"

"Bagaimana kalau sebagai permintaan maafnya kalian memberikan aku beast kalian?" Sambung kepala desa dengan senyum yang penuh kelicikan.

"Bagaimana jika kami menolak?" Ucap Deindra tegas, rasa letihnya sirna begitu saja dengan hadirnya rasa benci terhadap kepala desa.

"Aku ragu soal itu, belum pernah ada yang berani menolakku sebelumnya." Ucap Kepala Desa dengan sangat yakin, bahkan diwajahnya masih sempat-sempatnya tercengir.

"Terserah, kami malah berharap kau seperti itu." Ucap Deindra. "Kami malah sangat yakin bisa menghadapai kalian." Sambungnya.

Kepala desa cuma bisa tersenyum kecut, dia jelas tau kekuatan dari kelompok mereka. Tetapi sekarang dia memiliki seorang mage propesional disisinya, tidak ada yang bisa menakutinya sekarang.

Dengan senyum kecut yang masih terukir diwajahnya, kepala desa segera meninggalkan kelompok Albara. Rasa kesal akan perbuatan dari kelompok Albara jelas dia rasakan, namun untuk sekarang dia hanya bisa memendamnya.

'Tahan...tahan sebentar lagi saja maka akan aku habisi mereka. Dan anak perempuan tadi akan aku balas lebih dari apa yang dia perbuat padaku.' bisik kepala desa.

Aaaaa

"Gadis kecil! Tunggu saja pembalasanku! Akan aku tusuk mulut busukmu dengan besi panas!"

Aaaaa

Baru beberapa langkah setelah tiba didalam kediamannya, kepala desa sudah tidak tahan untuk melampiaskan kemarahannya ke segala yang ada disekitarnya.

Sudah beberapa pot tanaman pecah akibat ulahnya, tidak ada satupun pelayan maupun bawahannya yang sangat bodoh untuk mendekati tuan mereka.

"Apa yang terjadi padanya?" Tanya pria tua kepada salah satu pelayan yang tengah memperhatikan tuannya yang sedang mengamuk.

"Saya juga tidak tau tuan, yang saya tau tuan besar dan beberapa pengawalnya pergi keluar tadi pulangnya malah marah-marah sendiri." Ucap pelayan tersebut.

Pria tua tersebut hanya mengangguk, dia paham betul dengan sikap pria didepannya ini. Mau tidak mau pria tua tersebut harus ikut campur untuk menenangkan pria bodoh yang bahkan tidak bisa mengontrol amarahnya. Jika saja bukan dia yang memesan jasanya, mungkin kepala desa ini sudah lama mati terbunuh.

Perjalanan Menjadi DewaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang