48. Pengalihan Kekuasaan

582 39 1
                                    

Perang baru saja usai, pagi yang biasanya sangat damai telah menjadi pagi yang penuh darah.

Albara bersama Deindra dan Hugo beserta Lovis menuju kedalam Mansion Raja Napollion.

"Maafkan aku, aku tidak bisa membiarkan mereka. Jika tidak maka nyawakulah yang akan berada di ujung tanduk." ucap Albara dengan sedikit dingin.

"Hei Al, apa maksud perkataan mu itu? Bukan kah telah mengajariku tentang dunia beladiri? Kenapa kau malah murung seperti itu?" Deindra bertanya kepada Albara dengan raut wajah yang sedikit keheranan.

"Oh, aku kira kau masih tidak bisa menerima pembunuhan yang terjadi didepan matamu." Albara berucap sambil memandang Deindra dengan sedikit senyuman diwajahnya.

"Baguslah kalau adik kecilku sudah tidak takut lagi." Albara tersenyum dengan sangat lebar, sambil sesekali mengusap kepala Deindra.

Wajah memerah seperti kepiting rebus tidak dapat disembunyikan oleh Deindra. 'Dasar Albara ga peka!' membatin Deindra.

"Oh, iya kalian bisa beristirahat didalam mansion ini, sementara aku masih ada urusan dengan pasukanku diluar. Beristirahat dengan tenang saudara pura-pura." ucap Albara sambil tersenyum kearah Hugo dan Lovis.

Mereka sangat mengerti dengan maksud dari perkataan Albara.

Albara mulai beranjak kearah ruangan raja, ia mulai mendudukkan tubuhnya di kursi singgasana milik raja sebelumnya.

[Simpan semua mayat didalam cincin ruang, untuk para penduduk yang tersisa segera bawa mereka menuju ibukota beserta dengan kuda yang mereka miliki.] pesan Albara kepada seluruh pleton miliknya yang menyebar keseluruh daerah Gressia.

"Tuan, daerah ibukota sudah dibereskan. Mayat-mayat yang berserakan sudah dikumpulkan." ucap salah satu pasukan bayangan yang baru saja masuk dan memberi laporan kepada Albara.

"Bawa aku kesana."

Albara turun dari singgasana miliknya, ia melangkahkan kaki menuju tempat yang dibilang oleh prajurit miliknya barusan.

Didepan matanya kini telah tersusun dengan rapi mayat-mayat yang baru saja meninggal. Kebanyakan dari mereka berasal dari kaum bangsawan, walaupun ada sebagian dari rakyat biasa, mereka adalah para pelayan, koki istana atau para prajurit.

"Bagaimana dengan penduduk disini?" tanya Albara. "Para penduduk dalam posisi aman tuanku, mereka telah dievakuasi."

"Bagus, dan bagaimana dengan kuda?" tanya Albara kembali. "Kuda semua berada didalam kandang tuan, mereka tidak sempat dikeluarkan saat perang barusan."

"Baiklah, setelah ini kumpulkan para kuda di tempat ini. Aku akan segera mengurus yang disini." ucap Albara

Albara melayangkan satu tangannya kedepan, ia mulai merapalkan sebuah mantra. Pasukan mayat yang awalnya sudah terbaring lemas tak berdaya, perlahan mulai bangkit dari posisinya.

Untuk urusan di ibukota telah selesai, ia hanya perlu menunggu pleton yang lainnya sampai.

Tidak hanya para mayat yang ia jadikan pasukan bayangan, kuda-kuda yang masih hidup dengan damai ia sembelih semuanya, lalu ia bangkitkan kembali dalam wujud pasukan bayangan.

Dengan begini pasukan bayangan dalam jumlah besar telah terwujud, Albara akan lebih leluasa dalam merencanakan impiannya.

Hingga sore hari sebagian besar pleton telah tiba di ibukota, ibukota yang awalnya kosong telah dihuni oleh banyaknya manusia sekarang.

Mereka semua telah Albara kumpulkan dalam satu tempat, Albara ingin berbicara dengan mereka setelah ia menyelesaikan proses pembangkitan.

"Berapa banyak lagi pleton yang belum sampai?" tanya Albara.

Perjalanan Menjadi DewaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang