"Si Nana kok lama?"
"Tadi dia chat gue, balik duluan katanya. Nggak enak badan." Penjelasan dari Nesa membuat kedua sahabatnya mengangguk.
"Terus tasnya gimana?"
"Yaudah tolong bawain." Dasar Nayla, kenapa dia pulang sendiri?
"Yaudah kesana yuk?" Fifi menunjuk pada kerumunan anak Venus.
"Ngapain?"
"Kasih selamet lah ke si Raja."
"Widiih, bang Aja menang nih.." Marko menepuk bahu sahabatnya.
"Selamet Ja." Uluran tangan ketua Venus dibalas cepat.
"Makasih To, berkat lo."
"Eh..." Kode dari Among.
"Permisi, Raja, selamet ya? Lo keren." Anak Venus diam saja. Fifi cukup berani ternyata?
"Thanks, Kalian cuma bertiga?"
"Oh, tadi si kita bareng sama Nayla. Tapi dia balik duluan, nggak enak badan katanya."
Raja mengerutkan keningnya. "Nggak ebk badan? Terus, kalo dijalan dia kenapa-napa gimana?" Rasa khawatir yang ia tunjukan membuat yang lain menatapnya. Oh ayolah, masih belum move on?
"Jangan sok care deh lo." Ketus Mela.
"Buset, galak amat mbak nya?" Marko tak mau kalah.
"Perlu ya, gue kalem sama lo?"
"Bae-bae saling suka." Kata-kata mutiara dari Ganu membuat singa betina ini menatapnya tajam.
"Cabut yuk? Gerah gue disini." Benar, hanya Mela saja gadis yang tak pernah bisa berbohong. Jika suka, ia akan jujur. Jika tidak, dia akan lebih jujur. Tidak neko-neko bukan?
"Gue tiup nyampe ke Eropa lo Mel!" Among berteriak.
¤¤¤
"Senang bisa bekerja sama dengan Anda." Tuan Alan tersenyum pada rekan barunya.
"Saya harap, bisnis kita bisa sampai ke luar negeri pak Alan."
Tersenyum. "Itu pasti Pak. Karena, perusahaan Prawira sudah tidak diragukan lagi kualitasnya."
"Bisa saja. Mari, saya antar.." Kedua pria itu berjalan keluar dari kantor besar Tuan Prawira.
Ini kerjasama bisnis antar dua perusahaan besar di Indonesia. Dengan cabang yang sudah tersebar diseliruh pelosok Negeri.
Saat Tuan Alan akan memasuki mobil... "Pak Wira, kebetulan malam ini saya mengadakan jamuan makan malam. Jadi saya berniat mengundang anda dan keluarga. Bagaimana?"
"Tentu, dengan senang hati."
"Kalau begitu, saya permisi."
¤¤¤
Tempat ini? Kemana Samuel membawa Nayla? Tidak, ini kamar. Kamar yang penuh dengan botol bekas minuman, yaampun, bagaimana cara keluar darisini?
Suara tangis dari bibir mungil gadis itu terus diperdengarkan. Ia takut, sangat. "Tolong, tolong lepasin. Aku nggak mau disini." Suaranya lirih.
Smirk. "Syuutt..kita belum apa-apa sayang." Tanganya membelai mesra rambut hitam panjang itu. "Kamu tahu, kamu wanita paling cantik yang pernah aku ajak kesini. Dan aku nggak mungkin lepasin kamu gitu aja, sayang."
"Jangan sentuh!"
Plak..
Tamparan keras itu membuat pipi kananya lebam. Nayla menangis, ini bukan tamparan pertama. Pria kejam dihadapanya selalu bertindak kasar jika dirinya memberontak atau berteriak.