"Jadi dia ajak kamu keluar malam ini?"
"Iya Ma, Nana gak enak mau nolaknya."
"Ya gak enak lah orang Vito nya udah nunggu didepan."
Nayla diam saja saat ibunya mengatakan itu. Walau ia sebenarnya tak ingin pergi, tapi bagaimana akan menolak kalau Vito saja memberitahu jika ia sudah ada didepan rumah. "Dia agak pemaksaan ya Ma?"
Bu Nadin tersenyum. "Mama sama Papa tadi sempat ngobrol sama Vito, Mama udah salah menilai dia selama ini. Mungkin sekarang orang tua Vito yang marah karena anaknya hampir mati gara-gara selamatin anak orang lain, kalau ada waktu nanti Mama mau main ke rumah Vito untuk bicara sama orangtuanya."
"Dia emang baik sebenarnya."
"Yaudah mending sekarang kamu cepat turun, kasihan Vito nunggu lama."
°°°
"Saya izin bawa Nayla sebentar Om.."
"Iya Vit, hati-hati ya? Pulangnya jangan kemalaman."
"Siap Om, assalamualaikum."
"Waalaikumsallam."
Vito membawa motornya dengan pelan karena ia tahu kalau Nayla memakai rok.
"Vit kita mau kemana?"
"Ke penghulu mau gak?"
"Mau ngapain ke penghulu? Kamu mau nikah emangnya?"
"Kan kita mau nikah..."
Nayla diam saja. Vito ini lancang sekali? "Enak aja, lulus sekolah juga belum."
"Oh jadi kalo udah lulus boleh nih?" Vito terus menggoda gadis yang ia bonceng. Apalagi melihat wajah memerahnya di spion, itu sangat menyenangkan. Ya, pemuda ini juga sengaja memasang kedua spion motornya agar bisa menatap wajah Nayla.
"Apasi kamu, gak jelas."
"Kok pipinya kayak kepiting rebus gitu? Coba mana liat sini.."
"Vit apasi fokus nyetir ke depan, kalo nabrak gimana?"
"Oh iya deh, jadi gitu ya Nayla kalo malu. Pipinya jadi warna ungu..."
"Enak aja ungu, emangnya aku hulk apa?"
"Hulk itu warna hijau sayang..."
Pipi Nayla semakin panas saja rasanya. Ia sudah tak tahan lagi, akhirnya Nayla melepas pegangan pada pundak Vito lalu beralih menutup wajahnya dengan kedua tangan.
"Kenapa hm?"
"Kamu apaan si Vit?"
"Apanya yang apaan? Udah pegangan nanti jatuh. Kalo lo kenapa-napa gue harus ngomong apa sama Mama Papa?"
"Enak aja Mama Papa, itu Mama Papa aku."
"Mama Papa kita kali.."
"Vitoo..." Nayla mencubit pinggang Vito dengan kencang.
"Eh, aduh-aduh sakit. Iya-iya enggak Nay, Mama Papa lo deh." Vito tertawa terbahak-bahak didalam helmnya.
Malam ini ia akan menjadi orang yang paling bahagia karena berhasil mengalahkan gengsi dan egonya untuk bisa mengobrol dengan Nayla. Jika tidak sekarang kapan lagi? Setelah lulus nanti semuanya akan berbeda.
Vito memarkirkan motornya ditepi danau dekat angkringan yang biasa ia datangi dengan teman-temanya. Ia sengaja membawa Nayla kemari karena Vito tahu tempat ini indah jika dilihat pada malam hari.
"Bisa gak turun nya? Hati-hati.." Vito membantu Nayla untuk turun dari motornya. Ia sangat telaten agar rok yang dipakai Nayla tak tersingkap.
"Makasih Vit."