"Vito.." Yang merasa terpanggil langsung menghentikan langkahnya. "Hai?"
Pemuda jangkung ini melirik gadis yang sudah berdiri disebelahnya. Mau apa dia?
"Vit, tangan kamu kenapa? Kok diperban gini? Jatoh? Hah, coba sini aku liat.." Tangan putihnya mencoba meneliti.
"Ngapain si lo?" Tanpa menarik kembali tanganya dari genggaman Sandra.
"Sakit nggak?" Mendongak menatap retina hitam itu.
Bagaskara diam saja. Sentuhan dan perhatian dari Sandra, entah kenapa membuatnya cukup hangat?
"Kita obatin ke UKS ya?" Lagi-lagi Vito tak meresponya.
"Nggak usah." Dingin dan berusaha pergi.
Tapi Sandra tak selemah itu. Dia mencoba mensejajarkan kembali langkahnya. "Aku bisa kok obatin luka kamu."
"Balik sana."
"Enggak, sebelum aku obatin luka ditangan kamu."
"Gue nggak luka."
"Tolong Vit, sekali ini aja. Ya?" Ia memegang lengan pemuda dihadapanya, membuat langkah mereka terhenti.
"Ck.." Menepis tangan Sandra. Vito tak suka dipaksa seperti ini. "Gue nggak papa. Balik ke kelas sana." Titahnya.
"Tapi,"
"Balik." Nada dan tatapan tajam miliknya seketika membuat bulu kuduk Sandra berdiri. Yaampun, pria ini benar-benar menakutkan.
"I-iya, aku ke kelas." Melenggang cepat.
Sekarang Vito tahu, wanita akan sangat jinak jika diberi kesan tegas. Mungkin? Saat ia akan melanjutkan langkahnya..
"Vit.."
Berbalik. Riko? Apa dia juga akan menawarkan bantuan mengobati luka?
"Apa?"
"Biasa aja kali?" Merogoh saku celana. "Nih kunci mobil lo."
"Makasih." Mengambilnya cepat.
"Tapi nanti lo bisa nyetir sendiri nggak? Atau mau bareng lagi?"
"Lebay lo."
"Harusnya lo bersyukur, kapan lagi diperhatiin sama ketua Osis?" Tukasnya.
Lawan bicaranya tersenyum remeh. Kalau saja tanganya sedang tidak terluka, mungkin wajah Riko Prawira sudah ia hantam? "Sok banget lo?"
"Gue serius, minggu depan kita kemah. Gue nggak mau lo kenapa-napa terus nggak ikut."
"Gue bisa."
"Yaudah." Pergi.
Vito menghela nafas panjang. Apa perhatian semua orang padanya itu asli? Ayolah, jika ini hanya sandiwara, sungguh tidak lucu.
¤¤¤
"Nayla tunggu!"
"Dara?"
"Nay ada yang mau gue tanyain."
"Apa? Tumben?"
"Lo tahu makanan kesukaan Riko nggak?" Nayla berfikir sejenak. Apa tidak salah dengar?
"Kurang tahu si, tapi kayaknya dia suka makan nasi goreng?"
Dara mengerutkan kening. Jawaban ini kurang akurat. "Lo serius? Ntar salah lagi?"
"Nggak tahu juga si Ra. Kenapa nggak tanya langsung?"
Kikuk. "Em, kan biar jadi kejutan. Tadinya si kalo lo tahu, gue mau bawa besok. Terus gue kasih deh ke Riko." Jelasnya.