"Kalo bocah itu macem-macemin kamu lagi, langsung lapor Abang. Jangan ditutup-tutupin. Paham?"
"Iya. Bang Namish hati-hati, jangan godain embak-embak montok." Pria dengan rambut gondrong itu mencubit pelan hidung adiknya.
"Sok ngajarin Abang, belajar yang bener."
"Hati-hati." Motor antik milik Namish Maheswara sudah melaju.
"Sekolah masih sepi. Tapi gerbangnya udah kebuka, pak Satpam didalem kali ya?" Langkah kecilnya mengayun. "Emmmpp..."
¤¤¤
"Suwe-suwe wegah..Cendol dawet lima ratusan digoyang keringetan..hoa-hoe.."
Lantunan lagu dari Among mampu membuat yang mendengar menggerakan jempol mereka.
"Eh, gue denger-denger Via Valen mau ngadain konser dadakan. Bener kagak ya?"
"Kagaklah, Via Valen mana mau kalo lo ikut nonton juga." Ucapan Ganu memang kurang ajar.
"Sialan lo jadi temen, untung gue orangnya rendah hati Nu." Pemuda ini menangis ala-ala.
"Eh Babang tamvan, abis darimana nih?"
"Masalah Garda jangan sampe bocor ke luar."
"Siap Bos, tapi gue masih bingung, kenapa lo setuju sama tantangan si Sempak?"
"Sempak-Sempak, Semprul." Yang lain ngakak. Ini si kalau orangnya tahu, auto nyerang.
"Udah-udah, ghibah mulu?" Hendri mengingatkan.
"Bos, lo udah negor si Dion?" Pertanyaan dari Raja membuatnya ingat pada apa yang sudah ia tindak tadi pagi.
"Hm."
"Hem doang, yang bener apa Bosku?"
"Serius si Nana nggak masuk?"
"Iya, buktinya nggak ada. Ini udah siang Mel, Nayla nggak mungkin berangkat setelat ini." Penuturan Nesa memang benar.
"Tapi si Nana kemana?"
"Udah tanya Bang ganteng belum?"
"Ngapain?"
"Polos banget si Mela, sini Hp lo."
"....!"
"Serius Bang? Tapi calon adik ipar nggak ada, eh maksudnya, Nayla nggak ada di sekolah."
"...?"
"Mey, udah dianterin katanya? Tapi kok si Nana nggak ada ya?"
"Yang bener lo? Yaudah tutup telfonya. Kita coba keliling."
"Gitu ya Bang? Apa Nayla diperpus ya? Biar Nesa sama Mela coba cari dulu ya?"
"...!"
"Apa katanya?"
"Iya."
¤¤¤
"Kamu sudah ketemu sama Vito?"
"Sudah, dia juga sudah berangkat ke sekolah."
"Mas Alan,"
"Kenapa?"
"Aku rindu sama Riko. Mas, dia sudah lama menghilang. Aku mau ketemu sama dia.."
Pria paruh baya ini menelan salivanya kasar. "Rossa, kamu sabar ya? Aku juga sudah sangat berusaha, tapi mungkin, Tuhan belum mempertemukan?" Ia memeluknya.
"Tapi sampai kapan Mas? Ini sudah delapanbelas tahun lebih."
"Aku akan berusaha lebih keras lagi."