Chapter 17 - Back

1.2K 80 5
                                    

17. Back

Pagi ini tiba dengan suasana sejuk semilir ulah angin dan dedaunan yang.

Gadis itu, ya. Rembulan. Dirinya telah sadar dari pingsan hari ini. Kejadian tadi malam menghentikan seluruh aktifitas TNI dan tim medis.

"Udah sadar kamu?" garang seseorang dengan memasuki tendanya. "Saya kira ke enakan tidur!" lanjutnya.

Laki-laki garang itu adalah Jati. Laki-laki yang sangat khawatir dan sangat gelisah serta takut, ketika perempuan yang ia sayangi dalam keadaan bahaya.

Jati duduk disampingnya. Gadis itu menyilangkan kakinya duduk dengan memegangi kepala yang terasa pusing.

"Kata dokter gue kenapa?" tanya Rembulan dengan nada lirih. "Anemia kamu kambuh." Jati menundukkan kepalanya putus asa.

Ia telah gagal menjaga orang tersayangnya, yang selalu ia marahi dan ia beri kata-kata gombal setiap kali moodnya dalam keadaan baik.

"Maaf ya, nyusahin." senyum tipis terbit dari bibir pucat itu. Kepala Jati langsung menegak dan menatap gadis itu lekat.

"Kamu nggak nyusahin!" peringat Jati datar dan menampakkan wajah garang. Jujur, Rembulan merasa tidak enak ketika dimana-mana, penyakitnya selalu kambuh dan menyusahakan orang sekitarnya.

"Sekarang kamu makan!" Jati mengambil kantong plastik berisi satu kotak makan dan membukanya.

Bubur ayam dengan tambahan kacang dan bawang merah goreng diatasnya. Bukan pecel!

"Disini ada bubur ayam?" tanya Rembulan dengan membenarkan jilbabnya. Jati menggelengkan kepalanya cepat. "Tadi cari di desa sebelah."

Rembulan tersenyum hangat melihat mas galak memperhatikan layaknya adik. Ya, hanya adiknya.

"Aaa ...." Rembulan terkekeh dan membuka mulutnya. Sungguh dirinya merasa nyaman ketika Jati berubah lembut seperti sekarang ini.

Jati terus mengamati Rembulan ketika ia mengunyah bubur itu dengan gaya yang sangat menggemaskan.

"Mwah uwdah mwandi?" ujarnya disela-sela ia mengunyah bubur itu. "Udah." jawab Jati dengan menyendok satu bubur itu dan menyodorkannya di depan Rembulan.

"Inwi mwasih!" ujarnya sekali lagi. Jati terkekeh, ia tetap menyodorkannya di depan Rembulan.

Namun, detik selanjutnya, ketika Rembulan ingin membuka mulut dan memakan bubur itu, Jati menariknya dan memakan bubur itu sendiri.

Rembulan memelototkan matanya terkejut. Kenapa Jati bisa memakan bubur itu di sendok bekas mulutnya?

"Mas?" pelannya dengan menutup mulutnya yang menganga. Jati terkekeh.

"First kiss?" Rembulan menatapnya tajam dan bersiap untuk menabok Jati.

.

.

.

.

.

.

Setelah mandi, Rembulan menyiapkan diri untuk mengunjungi pasien-pasien yang dirawat di tenda. Tidak terlalu banyak, hanya 170 orang saja.

"Pagi, dok!" Rembulan tersenyum dan menganggukkan kepalanya kepada suster yang ditugaskan disana.

Ia melewati beberapa pasien dalam kondisi memprihatinkan. Ada yang memiliki luka di dahi, lutut, dada dan sebagainya. Semua itu dampak goresan akar maupun kaca di permukaan tanah, yang larut pada waktu longsor.

Tentangmu, Abdi Negaraku ( END - SUDAH TERBIT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang