Chapter 6 - Menghindar

1.6K 121 5
                                    

6. Menghindar

Sampainya di pekarangan rumah pukul 21.30, Rembulan masuk dengan segala pikiran yang masih melayang kepada kehidupan polisi menyebalkan itu.

Ceklek.

"Assalamualaikum!" ucapnya ketika membuka knop pintu perlahan.

"Waalaikumsalam." Rembulan kembali menutup pintu tanpa melihat ada siapa saja di ruang tamu.

"Rembulan!" suara berat dan dingin seseorang yang membuatnya rindu. Rembulan menghentikan pergerakan tangannya.

"Adek tersayang gue ...." panggil orang diantara mereka. Suara itu? Suara 8 tahun lalu yang membuatnya tenang.

"Bebeb!" dan suara manja itu? Suara yang membuatnya tertawa setiap kali dirundung sedih.

Rembulan membalikkan badannya. Disana ... ya disana ada Pram, Galuh, dan juga Mifta. Kebahagiaannya tak dapat ia ekspresikan dengan kata-kata apapun.

"Pram, Gayung, Mifta!" lirihnya. Ia berlari tergesa-gesa dan segera memeluk mereka semua. Tak terasa, air matanya menetes ketika melihat ke-3 orang yang selalu ada untuknya.

Rembulan memeluk mereka ber-3 secara bersamaan. Sungguh, rindunya sangat menggerogoti hati ketika mereka berada jauh dari sisinya.

"Gue ... Gue ... Kangen!" isaknya di pelukan mereka semua. Galuh dan Pram tersenyum tipis. Berbeda dengan Mifta yang sudah heboh dengan melepaskan pelukan mereka.

Galuh mengusap punggung Rembulan hangat. Adik tersayangnya ini sungguh membuat rindunya menjadi-jadi setiap kali ia mengingatnya.

Rindu itu jahat, Rindu itu sangat jahat. Ia dibiarkan mengingat kenangan dibanding bertemu.

"Jangan nangis, kita pulang loh ...." Galuh terkekeh walaupun air matanya ikut menetes. Rembulan masih bertahan dipelukan Galuh. Sementara Pram melepaskan pelukan itu.

"Ja—Jangan!" Rembulan melepas pelukannya terhadap Galuh dan duduk disampingnya.

"Ehhh ... Kamu udah pulang nduk? mereka udah lama nunggu. Bunda pikir kamu lembur!" suara seseorang yang tak lain adalah bundanya, ia datang dengan 3 cangkir teh diatas nampan yang ia bawa.

"Kamu kenapa nangis? Diminum ya ini jangan lupa!" lanjutnya dengan meletakkan ketiga cangkir itu dimeja.

"Iya bun!" jawab Pram. Sementara Mifta? Pasti ia sudah bermain dengan Harum di taman belakang rumah, seperti 8 tahun lalu. Mereka sangat menyukai permainan basket.

"Sedih. Cuma satu tahun sekali, baru ketemu sekarang sama mereka." jawabnya dengan mengusap hidungnya yang merah.

Bundanya mengusap Puncak kepala Rembulan yang berlapis jilbab baby pink itu.

"Kan sekarang udah ketemu!" mereka semua terkekeh melihat Rembulan yang terus meneteskan air matanya. Rembulan tak menjawab pernyataan dari bundanya pula.

"Yaudah, bunda masuk ke dalam dulu ya?" mereka mengangguk kecuali Rembulan yang masih sesenggukan.

"Udah dong lan yang nangis!" Galuh mengusap kepala Rembulan lembut. Pram menatap lamat Rembulan yang sangat sedih ketika bertemu dengan mereka.

Semoga aja, dia nggak kepikiran Bang Rangga. Batinnya.

"Pulang aja!" Pram bersiap untuk pergi namun ditahan oleh Rembulan. "Iya nih, gue ngga nangis lagi!" ia mengusap kasar pipinya yang basah.

Pram kembali duduk dan menuruti apa kemauaan Rembulan kedepannya.

"Jadi dokter itu sibuk ya?" tanya Galuh memecah keheningan diantara mereka.

Tentangmu, Abdi Negaraku ( END - SUDAH TERBIT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang