Chapter 5 - Bagian Masa Lalu

1.8K 132 14
                                    

5. Bagian Masa Lalu

"Udahlah lan, dari tadi lo muna-muni nggak jelas sampe mulut lo berbusa gitu!" ujar Yana dengan sesekali mengusap lengan Rembulan yang ada di sampingnya.

"Gimana gue mau tenang coba? Dua hari tiga malem gue ngerjain itu berkas-berkas!" kesalnya dengan nada tinggi.

"Sekarang? Hancur kena darah-darah dijalan." ia bersedekap dada dan menundukkan kepalanya kecewa.

"Emangnya kakak ngerjain itu berkas buat apa?" tanya Ella.

"Itu tugas buat ditanda tangani kepala rs!" jawabnya tanpa mendongakkan kepalanya.

"Hanyottt deh tugasnya!" ia menghembuskan nafasnya kasar.

Kali ini mereka hanya bertiga. Sementara Zeon hengkang tanpa pamit kepada mereka semua. Entahlah, dirinya sangat menyibukkan dirinya hingga tidak ada waktu untuk berkumpul dengan temannya.

"Kak!" panggil Ella dengan embel-embel kak jika dengan Rembulan. Jika dengan Yana ataupun Zeon, ia akan memanggilnya nama.

"Apa?" Rembulan menatap Ella yang sedang bergelut dengan pikirannya sendiri.

"Ternyata acara bazar kesehatannya masih empat bulan lagi hehe." Ella terkekeh sementara Yana dan Rembulan merotasi bola matanya malas. "Selama ini lo kemana aja? Ketinggalan banyak berita lo la!" Yana menatap Ella malas.

"Gue kan ngga tau! Siapa ya kayaknya kemarin ada yang bilang kalo sekarang gitu." ia menggaruk tengkuknya yang gatal.

3 gadis berjilbab itu diselimuti suasana hening sekarang. Tidak ada yang membuka suara satu sama lain.

Apa kabar tu polisi nyebelin? Batinnya.

Kenapa pikirannya tertuju kepada polisi menyebalkan tersebut? Baru saja 1 hari ia tidak memeriksanya. Ia sudah menanyakannya dalam hati.

Akh! Ia rasa ia harus mengontrol si kepala bocor itu segera. Kalau tidak, ia akan merasa sendiri. Orang tuanya kan sibuk.

Ia bangkit dari tempat duduknya dan keluar dari ruangan itu tanpa pamit. Ia meninggalkan Yana dan Ella yang masih dirundung sepi dan sunyi.

"Mau kemana tu bocah?" tanya Yana dan mendekati Ella. "Kenapa ngga ditanya?"

"Yeee si bocil, lo mau kena semprot itu planet?" Ella bergidik ngeri. Pasalnya, ia pernah dimarahi oleh Rembulan karena ia menghilangkan Caca si boneka beruang bersneli putih waktu ia bermain ke rumahnya.

Sampai-sampai, masih sempat Rembulan memarahinya disela tangis yang sudah terbilang tak bersuara. Dirinya hanya bisa diam ketika di marahi oleh Rembulan. Dan untung saja boneka itu mereka temukan di bawah tangga rumah.

°°°

Ia berjalan di lorong rumah sakit dengan suara tap-tap sepatu flatshoesnya. Ia lebih menyukai sepatu tanpa hak jika sedang bekerja, lebih nyaman memakai sendal malah menurutnya. Tapi, ya jaga image di depan pasien lah ya.

Ia menuju ruangan rawat polisi menyebalkan itu berada. Sampainya di depan pintu kaca buram itu, ia berhenti sekejap.

Ia ragu untuk masuk atau tidak, pasalnya ia tidak ada jadwal untuk memeriksa polisi menyebalkan itu.

Ceklek

"Assalamualaikum!" akhirnya ia membuka pintu dengan segala keraguan yang ia tepis jauh-jauh. Tak lupa ia mengucapkan salam saat memasuki ruangan itu.

"Waalaikumsalam." jawab orang yang ada di ruangan itu. Rembulan terkejut, kali ini Bintang tidak sendirian. Melainkan bersama wanita dan laki-laki paruh baya yang sedang di sisi tempat tidurnya. Rembulan yakin, bahwa mereka adalah orang tua Bintang.

Tentangmu, Abdi Negaraku ( END - SUDAH TERBIT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang