Chapter 4 - Kecelakaan?

2.3K 154 7
                                    

4. Kecelakaan?

Rembulan memasuki kamarnya dengan senang hati. Hari ini ia amat sangat merindukan Caca dan Coco yang kemarin malam hilang karena Harum, adik paling menyebalkannya.

Walaupun adiknya sudah berumur 14 tahun sekarang ini, ia masih tetap sama seperti delapan tahun lalu. Selalu menyebalkan dan selalu merengek kepadanya.

"Hay Caca dan Coco!" ucapnya sembari menyambar kedua boneka tentara dan dokter itu pelan. Ia memeluknya erat. Wangi mint di boneka tentara dan Wangi lemon di boneka dokter itu tidak pernah berubah sejak 8 tahun lalu. Sama-sama membuatnya rindu dengan seseorang yang telah pergi menjauh dari dirinya.

Akhh! Apakah dia bisa menemui Rangga sekarang ini? Ia sangat merindukannya, bahkan sangat.

"Kakak!" panggil Harum diambang pintu. Tingkat kesopanannya terhadap yang lebih tua juga mulai meningkat, tidak seperti dulu. Begajulan.

"Masuk dek!" balasnya pelan.

Harum masuk ke dalam kamar itu dan duduk di tepi ranjang tempat tidur Rembulan.

"Kakak kenapa? Kenapa langsung ke atas habis makan malam? Kakak kenapa?" rentetnya dengan memegang lengan Rembulan pelan.

Ia menggeleng pelan. "Kakak nggak kenapa-napa." ia tersenyum sendu.

"Gue tau kakak kenapa, kakak lupa kalau gue calon psikolog?" Rembulan terkekeh. "Bener deh, nggak kenapa-napa."

Harum menggeleng kuat. Ia masih tidak percaya dengan jawaban dari kakaknya ini. Apa dia harus menelusuk apa yang saat ini kakaknya pikirkan?

"Yaudah kalo kakak ngga mau cerita, gue nggak maksa." ia bersiap untuk pergi. Sebenarnya itu hanya pancingan semata untuk Rembulan. Namun apakah ini berhasil?

"Dek!" 100% benar, Rembulan pasti akan menjelaskan semuanya.

Harum membalikkan badannya dan menghadap Rembulan. "Apa kak?"

"Duduk lagi deh!" perintahnya yang sama sekali tidak dibantah oleh Harum.

"Gue mau cerita." ia tersenyum simpul. Namun, matanya berkaca kaca. Air matanya siap menetes kapapun ia mengedipkan mata.

"Cerita dulu, kebiasaan banget kalo mau cerita pake nangis!" Harum menghembuskan nafasnya pelan.

Rembulan menyeka air matanya dan terkekeh pelan menanggapi ucapan Harum.

"Kakak kangen kapten mereka." Harum tidak tega dengan raut wajah kakaknya yang berubah menjadi sendu.

"Kakak ... Kakak ... Benar-benar kangen sama kapten. Hikss ... Kakak mau ketemu sama kapten!" wajahnya mulai berlumur air matanya. Harum memeluk kakak tersayangnya ini. Ia juga sudah tau latar belakang Vicky, kakak pertamanya.

Bukan ia menjadi benci terhadap Vicky tidak, justru ia malah kasihan.

"Kakak jangan nangis. Kakak tau kan rencana allah lebih baik dari rencana manusia?" ia mengusap punggung kakaknya pelan.

"Kakak benar-benar kangen sama kapten." ia meredakan tangisnya dan melepas pelukan mereka.

"Kakak jadi inget kenangan-kenangan delapan tahun lalu sama kapten, Caca sama Coco jadi temen setia kakak, bukan kapten."

"Cincin emas ini?" Rembulan menunjukkan cincin emas dengan jumlah 17 mutiara kecil  itu kepada Harum.

"Saksi ketika kapten jadi tunangan kakak waktu kakak umur lima belas tahun." ia kembali menangis. Rembulan memeluk kedua boneka itu erat. Seakan-akan ia takut kehilangan kedua boneka itu.

Tentangmu, Abdi Negaraku ( END - SUDAH TERBIT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang