34- Battle

499 70 3
                                    

~Selamat Membaca~

*---❄️---*

Akhirnya tibalah juga moment yang begitu menegangkan sepanjang sejarah SMA Dragva.

Para murid dan guru yang ingin menonton telah berdatangan dan membanjiri setiap tempat duduk yang telah di siapkan. Tak lupa tempat buat orang-orang dari luar yang sekadar datang untuk menyaksikan pertandingan yang amat langka ini.

Ngomong-ngomong soal itu, tahukah kalian SMA Porpora ini? Pada dasarnya sama dengan SMA-SMA lain, punya kurikulum yang sama dan ekstrakulikuler yang lengkap. Namun, ada satu hal yang membuat mereka berbeda dan itu patut untuk diwaspadakan.

"Ini rencanamu bukan?"

"Hah? tidak mungkin lah mbak.. kan mereka yang datang sendiri, sudah kita lihat saja kelanjutan. Oh, ya Aril!--" kepala sekolah bersikap santai di tempat musuh.

"Pria ini memang berbahaya,'' batinnya pada sepupu jauh itu kemudian datang putri semata wayangnya yang bergabung di sisinya.

"Wah wah, lihat siapa yang datang"

"Cerewet, terserah gue kali mau gimana," balasnya dengan sinis.

"Kamu datang untuk memastikan bukan? jangan lupa, kalau bukan karena perlawanan Voltia mungkin kamu yang sekarang akan jadi taruhannya. Andai kamu tidak gegabah waktu itu" ucapannya membuat Anjani hanya bisa menggigit bibir kesal.

"Tapi, aku masih tidak menyangka bahwa ini adalah sekolah" ia melirik para siswa Porpora yang tengah tertawa melingkari meja dengan dadu, kartu, dan chips itu.

"Mereka.. terbiasa bermain licik, ini akan menjadi rumit," batin Annie karena entah mengapa sedari tadi firasatnya agak buruk.

Dilain posisi, rombongan Lyon yang stand by di dekat ring bertemu dengan Nathan dan Alvin yang juga mau men-support Wilona.

"Mereka siapa?" Moa bertanya pada Wendy.

"Kakak-kakaknya Lona, hati-hati.. marah mereka sama seremnya ama Lona," bisik Wendy membuat Moa menelan saliva.

"Siapa sih yang rencanain ginian?" tanya Nathan yang sebenarnya masih emosi.

"Gue," sapanya tiba-tiba muncul dan mengejutkan mereka semua.

Tangan Nathan terkepal erat melihat wajahnya namun ia segera ditenangkan oleh Alvin.

"Welcome to my school! maaf yah, kurang persiapan kalian datangnya mendadak, sih," basa-basinya yang tidak disambut ramah oleh mereka.

"Oh ya ampun betapa lancangnya gue ya..! sorry" ia melangkah mundur dan memperlihatkan pose swag--seragam dengan almamater terikat di pinggang dan bandana merah di lengannya.

"Gue Diana, ketos di sini dan juga ketua klub judi yang bisa kalian liat sekarang mejanya ada di mana-mana."

"Apa maksudmu menantang Wilona? kau mengenalnya?" Alvin bertanya karena merasa tidak asing dengan wajah gadis itu.

"Mungkin iya, mungkin tidak. Dan oh yah, ngomong-ngomong di mana dia? tidak bersama kalian?"

Pertanyaan itu membuat mereka pelanga-pelongo satu sama lain karena menyadari tidak ada tanda-tanda adanya Wilona di sini.

"Dalam taruhan gue nggak ada kata terlambat, kalau dia nggak datang nyawa cowok itu akan melayang lho," peringatannya membuat Nathan dan Alvin emosi.

"Cepatlah hubungi dia, jika tidak lawannya bisa kebosanan tau" ia berlalu meninggalkan mereka.

"Tunggu!" cegat Lyon.

LYONNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang