18

239 16 32
                                    

Jam sudah menunjukan pukul 8 malam tetapi suasana di kamar bernuansa abu-abu ini masih saja memanas, pasalnya Sevyla sang pemilik kamar terus merutuki kebodohan Langit.

"Aku ga bakal nyangka La kalau Qila bakal cemburu dan berakhir kaya gini," ucap Langit dengan lesu.

"Jerk," desis Sevyla sambil melirik Langit dengan tatapan tajamnya, Langit sebenarnya sepupu kesayangan Sevyla tapi bukan berarti jika Langit salah harus dibela kan?

Sevyla mendekat ke arah Langit yang sedang duduk di sofa kamarnya.
"Denger Lang, cewe emang selalu bilang dia ga cemburu tapi jauh di lubuk hatinya dia mati-matian nahan cemburu," jelas Sevyla sambil memegang pundak Langit.

"Aku cuman mau berdamai sama masa lalu La, apa aku salah?" Langit mendongak menatap Sevyla, kini Sevyla dapat melihat wajah lelah dan mata sayu milik sepupunya itu.

"Kalo kaya gini kamu bukan berdamai Lang, tapi kembali ke masa lalu," jelas Sevyla.

"Kamu pernah mikir ga sih Lang? Setiap kamu berduaan sama Ayara, gimana perasaannya Qila?" tanya Sevyla sebagai perempuan yang juga turut merasakan apa yang Qila rasakan, Sevyla memang terlihat cuek dan dingin tapi sebenarnya dia adalah perempuan yang sangat baik dan perhatian hanya saja dia tak ingin menunjukan itu kepada orang-orang.

Sevyla melangkahkan kakinya ke arah jendela kamarnya.
"Kamu harusnya paham Lang, Qila itu abis disakitin sama mantan sahabat kamu Galang, harusnya kamu bahagiain dia Lang karna aku tau gimana rasanya disakitin sama orang yang aku sayang--"

"Satu kali perempuan disakitin dia masih bisa bangkit, tapi dua kali perempuan disakitin dia bakalan susah percaya sama cinta maupun sama orang," lanjut Sevyla sambil menatap langit malam yang hampa tanpa dihiasi bintang-bintang.

"Aku harus gimana La ?" tanya Langit lalu menghampiri Sevyla.

"Sekarang kamu pilih, Ayara atau Aqila?" kali ini Langit langsung diam mematung.

"Bahkan kamu gabisa milih Lang," ucap Sevyla sambil terkekeh.

"Aku sayang sama Qila, tapi aku juga gabisa lupain Yara," jelas Langit lalu mengacak rambutnya frustasi.

"Hidup itu tentang pengorbanan, kamu harus milih siapa yang mau kamu korbanin dan siapa yang mau kamu perjuangin," ucap Sevyla terus mendesak Langit, karena jika tidak seperti ini Langit malah terus labil dan tak bisa mengambil keputusan.

"Aku--"

"Aku belum bisa milih La," putus Langit membuat Sevyla tak habis pikir.

"Aku pulang La," pamit Langit sambil mencium pucuk kepala Sevyla, setelah itu ia mengambil tas nya dan keluar dengan tergesa.

***
Sedangkan di sisi lain, Laskar sudah berusaha agar adik kesayangannya itu membuka pintu kamarnya tapi sedari tadi Qila tak mau membuka pintunya dengan alasan sedang fokus mengerjakan tugas.

"Abang, berisik," teriak Qila saat mendengar ketukan di pintu kamarnya entah yang keberapa kali.

"Yaudah bukain pintunya," Laskar terus memaksa Qila, karena ia tahu bahwa ada sesuatu yang Qila sembunyikan.

"Bentar lagi bang, ini udah mau beres ko," balas Qila, ia memang sedang mengerjakan tugasnya tetapi matanya terus mengeluarkan cairan bening dan tak mungkin juga bila ia harus membuka pintu dengan mata yang sembab seperti ini.

Beberapa menit kemudian Qila sudah selesai mengerjakan tugasnya dan bersiap untuk membuka pintu kamarnya, langkahnya dengan perlahan mendekati pintu, kini tangan kanannya sudah memegang kunci yang menggantung di posisinya. Sebelum membuka kuncinya, Qila menepuk kedua pipinya dan mengedipkan matanya berulang kali. Saat ia membuka pintu, Laskar yang bersandar di tembok sebelah pintu kamar Qila langsung menegakan badannya dan menatap Qila dengan intens.

LANGIT [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang