CHAPTER LIMA
His Passion
"Aigoo, dia?" pekik Dahyun langsung menaruh lagi ponselnya. Ah, rasanya dia butuh air suci karena itu. Namun, berita sepanas itu meluas, bahkan seisi kafe jadi ricuh mengatakannya. Untung saja, Jimin sudah keluar lewat pintu khusus di sisi kafe dengan pengawalan ketat jadi tidak ada yang memperhatikan saking sibuknya mereka dengan gawai mereka masing masing.
"Ini luar biasa! Aku dengar, untuk film ini, Tuan Park sampai menyewa trainer khusus agar tubuhnya terjaga dan nampak memukau saat adegan ... maksudku, beradegan sesuatu dengan lawan mainnya. Astaga, aku mungkin tidak bisa bernapas saat menontonnya."
Dahyun baru membaca beberapa alinea berita itu saja rasanya matanya terkena cabai. Perih, meyakutkan, tidak tertolong lagi. Film dewasa penuh dengan laga dan beberapa adegan yang patut membuat siapapun akan panas dingin membayangkannya.
"Nona, apakah kau dapat menebak siapa yang beruntung jadi pemeran perempuannya? Istrinya yang pemarah? Atau selingkuhannya yang muda nan menggoda tapi licik? Kau bisa menebak?"
"Aku .. aku tidak tertarik dengan film seperti itu."
Erotis bukan bidangnya. Erotis tidak pernah masuk dalam daftar bacaan yang menarik baginya. Menurutnya, itu terlalu liar dan menuntut. Menuntut bagaimana? Karena tidak hanya Dahyun harus berlelah-lelah menebak seberapa dalam latihan dan pendalaman penulisan si pengarang, tapi juga tiap adegannya digambarkan sangat realistis sampai dia merasa bagaikan terjabak di sana, menjadi penonton maupun menjadi si tokoh perempuan yang terlibat. Itu membuat mentalnya cukup kelelahan untuk menerima tiap pergantian adegan dan perkembangan hubungan yang diciptakan di sana.
Seks itu bukan hanya soal hubungan tubuh. Seks juga berkaitan dengan batin para tokohnya, bagaimana mereka dapat membuka diri mereka, membuka jiwa mereka yang rapuh dan bagaimana mereka menyerahkan semua itu denganrasa percaya yang tidak main main.
Dahyun pikir, itu sudah membuatnya seperti tenggalam di lautan dalam serta digoda para siren untuk tenggelam lebih dalam dan dalam.
"Aku pasti tidak akan menontonnya. Aku akan mendapatkan masalah jika iya."
"Apakah kau sekaku itu, Nona? Kau sangat taat agama? Dan kau sangat konservatif?"
"Astaga, bukan begitu," cibirnya. "Aku hanya .. melindungi mentalku. Bukan berarti film semacam itu membuat siapapun pendosa. Ini alasan personal, aku tidak mau menyerahkan perhatianku dan segala emosiku untuk dipermainkan sepanjang aku menonton. Dan .. Jimin ... itu akan membuatku menatapnya berbeda jika kami mungkin bertemu lebih sering. Aku tidak akan bisa fokus .."
Eunbie sontak tersenyum miring. "Ah, begitu. Kau tidak mau membayangkan Tuan Jimin saat dia tidak berpakaian saat dia tengah bicara serius kepadamu? Aku mengerti, aku mengerti," godanya terang terangan. "Itu akan merepotkan. Membayangkan otot lengannya, otot perutnya yang ... ah .."
KAMU SEDANG MEMBACA
Breakfast Buddy | park jm ✔
FanfictionKim Dahyun pikir, kehidupan selepas kuliah adalah yang terbaik. Sampai akhirnya, realita menghempas keras; diprotes ibunya, diceramahi sahabatnya, digunjing seluruh keluarga karena tidak mendapatkan pekerjaan. Rentetan kesialan terus berlanjut hingg...