Buddy 35 (END)

548 81 57
                                    

CHAPTER TIGA PULUH LIMA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

CHAPTER TIGA PULUH LIMA

THE FINAL

Beberapa tahun setelahnya......

Jimin bertahan di kursi empuk limosinnya. Hah, jadwal di hari Minggu itu yang terburuk. Bahkan dia ingin marah marah dengan jelas karena ini hari untuk merilekskan tubuh serta menenangkan pikiran setelah beberapa waktu ini berdiskusi perihal film terbarunya. Sementara itu, Jimin bahkan baru diberitahu jadwal ini oleh Manager Lee dua hari terakhir. Katanya, acara charity di satu yayasan. Tapi Jimin bahkan tidak sampai tergerak untuk mencaritahu. Pokoknya, nanti dia hanya perlu membaca skrip yang sudah dipersiapkan anak buahnya kemudian muncul dengan segagah mungkin. Toh, acara intinya adalah wajahnya. Jimin hanya perlu percaya diri.

Jimin mengenakan kaca matanya karena awal musim panas, kemudian dia mengenakan kemeja hitam dan celana hitam senada. Dia agak menyayangkan ternyata matahari tengah tinggu tingginya dan dia mengenaka pakaian gelap yang pasti akan panas ini. "Berapa lama? Ini tempatnya?" tanyanya agak ragu. Di hadapannya, ada satu bangunan besar dengan tenda putih dan kuning kemudian kursi kursi serta podium lengkah dengan panggung panjang. "Apakah aku datang terlalu cepat?"

"Anda punya waktu untuk bertemu dengan pemilik yayasannya."

Dalam bayangan Jimin, dia pasti wanita tua yang sudah hampir beruban yang cocok jadi neneknya serta senang membicarakan hewan peliharaan atau memanggang kue. "Oke, di mana dia?" Akhirnya Jimin turun, langsung ditemani payung hitam untuk menghalau sinar matahari. Sosoknya tinggi ramping dengan tungkai panjang serta sepatu bersol hitam pula. Jimin tidak melepaskan kacamatanya, mendapati ternyata sudah banyak yang datang di dekat bangunan, tertutupi oleh beberapa kain tenda yang menjutani.

"Tuan Jimin!"

"Astaga, Tuan Jimin Anda datang."

Jimin melepaskan kacamatanya dan turut membungkuk. "Sebuah kehormatan bisa datang di acara ini." Matanya mencari cari dengan teliti. "Apakah saya bisa menemui Nyonya pemilik acaranya?"

"Tentu saja. Sebelah sini .." kata satu pelayan kemudian Jimin dan kru pengawalnya cepat dipandu menuju satu ruangan. Manager Lee turut mengekori dengan sigap di belakangnya. Biasanya, setelah ini, Jimin akan memprotes. Ada banyak yang tidak dia sukai termasuk terik matahari, keringat yang mulai hinggap di kulitnya ataupun acara yang bertele tele serta menguras waktu layaknya sekarang.

.

.

"Breakfast Buddy" didirikan murni karena keingian Kim Dahyun. Bukan karena dia ingin dipuji atau mendapatkan sorot perhatian, meskipun dia merasa berung karena itu. Hal ini bermula ketika dia berada di masa kehamilan tuanya dan merasakan bagaimana jika ada wanita hamil di luar sana tapi tidak mendapatkan dukungan finansial dan moral seperti yang dia miliki? Bagaimana dengan calon para ibu yang terlunta lunta sendirian? Akhirnya, dengan bantuan teman temannya juga dan pihak keluarga Chae serta keluarga besarnya, Dahyun mendirikan yayasan amal yang difokuskan kepada Ibu dan Anak tersebut. Mereka terfokus untuk memberikan makanan serta kebutuhan pokok bahkan tunjangan pendidikan untuk para ibu dengan kemampuan finansial terbatas serta hidup seorang diri. Termasuk juga untuk anak anak yang hidup di ambang kemiskinan dan sempat putus sekolah. Yayasan merangkul mereka dengan donatur yang makin bertambah.

Dahyun pikir, acara charity yang digelarnya tiap tiga bulan sekali menjadi sangat efektif untuk meraup banyak calon donatur, mendapatkan dana sekaligus membuat acara bertema kekeluargaan yang hangat, sekaligus memberikan publik berita berkualitas untuk disorot.

"Nyonya, beliau sudah datang."

"Siapa? Tamunya? Astaga, aku pikir di jam sepuluh.."

"Tamu istimewa."

Dahyun mengeryit. Tidak pernah ada agenda tamu istimewa di tiap acara yang dia tangani. Ini jelas jadi pertanyaan besar. "Apa maksudmu? Tamu apa? Aku tidak ernah inginkan ada tamu istimewa."

"Tapi Nona Chae dan yang lain mengusulnya dan beruntung kami dapat menghubunginya serta mengatur jadwal dengannya. Anda pasti bersyukur karenanya.."

Dahyun terus mengeryit sampai akhirnya dia keluar dari ruangannya, beres dengan pakaian formal serta riasan tipisnya. "Tapi, di mana JiU?" tidak berapa lama, satu krunya mengenggam bocah perempuan yang sudah mengenakan gaun putih serta menguncir rambutnya menjadi satu sanggul kecil. "Yah, JiU, sudah makan sarapanmu?"

JiU menggeleng kemudian melompat ke dekapan Dahyun. "JiU mau disuapi Eomma!"

"Oke, sebentar lagi, oke?" Dahyun mengecup kedua pipi putrinya seraya mengikuti arahan krunya. Aneh juga siapa sih tamu istimewa yang datang di hari ini? Apakah sangat penting sampai harus di ruangan khusus juga? Apalagi, JiU belum sempat sarapan dan jelas ini jadi pemborosan waktu di saat Dahyun juga dapat membaca ulang kertas sambutannya untuk awal acara nanti.

"Tuan Park .. kenalkan ini Nyonya Kim Dahyun.. beliau pemilik yayasan ini."

"Eomma ..." JiU sudah mendekap leher Dahyun dengan erat, sesaat Dahyun memasuki ruangan itu. Sontak, tubuh Dahyun kaku sampai JiU ikut menoleh dan memandangi satu pria yang sudah berdiri teguh tersebut. Dahyun sulit berkata kata, dia menurunkan JiU seraya memandangi Jimin dengan setengah mengeryitkan dahi.

"Jimin? Apa yang .."

"Aku juga tidak mengerti. Tapi .." Jimin memandangi bocah perempan tadi sejenak kemudian bertanya pelan. "Jadi, ini acaramu?"

"Hm .. dan kau .." Dahyun terkesiap. "Astaga, Chae! Ini pasti ulahnya." Sesaat Dahyun hendak pergi dari ruangan itu, Jimin sudah menangkap tangan Dahyun sampai wanita itu tersentak dan balas menatap Jimin yang sudah memandanginya lekat. "Jim.."

"Well, i miss you. And.. is she our daughter?" Jimin memandang dengan senyuman tipis ke arah anak perempuan yang sekarang ikut menatapnya juga. Jimin agak membungkuk kemudian mendekati JiU yang masih menyembunyikan diri di sisi kru Dahyun. Bocah itu tidak melepaskan genggaman tangannya dari Dahyun. "Hai."

"Um .. hai."

Dahyun tercekat. "Jimin, kau tidak seharusnya di sini .. kau tidak .." I miss you. Ucapan itu langsung menggentarkan Dahyun sampai ke dasar hatinya. Dia perlu menahan dirinya untuk tidak panik seketika.

"Senang bertemu lagi denganmu, Dahyun." Jimin beralih menatapnya lagi. Kali ini, senyumannya masih bertengger mulus, dan dia terus menatap Dahyun tanpa berkedip. Aneh, Dahyun merasa dadanya berdebar, dan bibirnya nampak berat untuk berkata kata atau sekadar menyahut gusar.

I miss you.

More than anything.

..

Apa yang semesta rencanakan sekarang?

Untuk mereka?

TAMAT

Breakfast Buddy | park jm ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang