breakfast buddy bonus chapters
.
INTRO
Kami menyebutnya Masa Pendekatan Kembali. Sebenarnya tidak seserius itu, hanya saja agak aneh untukku karena mendapati JiU yang terus menerus menancapkan perhatian dengan waswas ke wajah Jimin seakan ada serangga di wajah pria tersebut. Tidak hanya itu, JiU juga enggan untuk didekati oleh Jimin, bahkan cenderung akan merengek kepadaku jika Jimin sudah menatapnya dan tersenyum. Mungkin senyum Jimin menakutkan untuk putriku. "Oke, jadi JiU memang belum terbiasa denganmu. Dia juga jadi lebih rewel dari biasanya, padahal JiU sudah terbiasa dengan pegawaiku yang lain."
"Apakah aku terlihat aneh?"
"Mungkin .." Aku meringis. "Apakah kau tidak pernah punya pengalaman dengan anak kecil? Maksudku, seharusnya kau bisa saja akrab dengan JiU. Dia kadang mudah tertarik dan kadang bisa diajak mengobrol santai. Mungkin kau harus belajar untuk itu." Aku bahkan ingat JiU mudah akrab dengan pegawai magangku, kadang mereka malah kedapatan menghabiskan waktu dengan seru. Mengapa dengan Jimin seakan JiU memasang tembok besar? Dan mengapa JiU seakan ingin menjauhkannya? "Mungkin saat aku hamil, perasaan itu terbawa."
Jimin melotot. "Perasaan apa?"
"Perasaan kesalku padamu." Aku mengerang samar. "Tapi seharusnya kau bisa pikirkan bagaimana .. aku tidak akan menginterupsi kalian kalau kau sudah tahu cara untuk mendekati JiU."
Jimin nampak menggaruknya sedangkan aku hanya memandanginya dalam diam. Tentu saja aku berharap mereka akan akrab, aku bahkan sudah punya bayangan manis bahwa Jimin akan menjadi figur ayah yang cocok untuk putriku, Kim JiU. Tapi untuk proses ke sana nampaknya tidak mudah. Ibuku bahkan masih belum dekat dengan Jimin, aku jamin itu. Berita mengenai akan ada pernikahan pasti sudah menohoknya dalam, entahlah, kami belum sempat bertemu karena jadwalku yang padat beberapa hari terakhir. Aku ingin duduk bicara dengan ibu dan ayahku sedangkan Yeesung nampak aktif di SMP. Katanya, dia masuk tim basket dan sekarang tengah persiapan untuk melawan sekolah lain, Aku turut senang mendengarnya.
"Bagaimana?"
Jimin menggigit bawah bibirnya, seraya berpikir. "Apa yang JiU suka? Kau boleh menuliskannya dan aku akan pikirkan beberapa aktivitas atau liburan yang bisa kami lakukan," katanya.
"Hm, JiU suka berenang, suka cokelat, suka stroberi. Kadang dia ikut les tari dengan anak pegawaiku tapi dia mudah bosan. Kartun favoritnya adalah SpongeBob karena dia kuning menggemaskan, dia juga suka es krim, sebelum tidur JiU harus ditemani dan diusap kepalanya dengan sayang. Aku dan JiU sama sama senang pergi ke Everland. Kami juga senang makan permen kapas, tiap dua minggu sekali aku dan JiU punya jadwal menonton di rumah. Kami juga suka memanggang kue."
Jimin mencatatnya cepat di ponsel. "Ada lagi?"
"Dengar, JiU mungkin agak ketus tapi sebenarnya dia ingin berkenalan lebih jauh. Kadang dia langsung bicara, kadang diam. Tapi kadang dia juga punya mood yang berubah ubah. Apapun itu, kau harus membujuknya baik baik dan lembut. JiU benci jika ada yang bicara keras dan membentak. Dia tidak senang diatur dengan keras."
"Oke."
Aku mengangguk. "Kurasa aku akan beritahu sisanya, aku akan panggilkan anaknya. Mungkin sekarang dia tidak begitu takut.."
"Apakah aku memang semenakutkan itu?"
"Aku tidak tahu," kataku. Namun, meskipun aku berbicara dengan nada sesantai mungkin, ada raut khawatir yang tampil di wajah Jimin. Sekarang aku paham bahwa Jimin mungkin sangat menunggu momen ini. Sejak lahir, aku yang bersama JiU, Aku yang mendampingi dan menemaninya, tapi Jimin? Aku agak merasa bersalah karena dia melewati masa masa emas itu, sedangkan JiU sudah terbiasa dengan diriku saja. "Aku akan ajak dia."
Tidak berapa lama, aku masuk menggendong JiU. Seperti biasanya, JiU akan menyurukkan wajahnya di leherku dan enggan untuk menatap pria tersebut. "JiU, ada yang ingin bicara denganmu .. bukankah JiU suka Sponge Bob? JiU mau ke Everland? Nanti.." JiU justru mengerang keras, enggan. Aku menatap Jimin yang nampak resah di tempatnya. "Paman Jimin akan belikan es krim dan punya mobil besar. Nanti JiU bisa melihat banyak gedung serta akan ada mainan besar juga. JiU tidak mau?" JiU menggeleng keras, membuatku menatap Jimin dengan sorot bingung.
"Ayo, kita berkenalan dahulu. Nama Paman ..." JiU sedikit menoleh, masih mengerucutkan bibirnya, Sementara itu, Jimin balas tersenyum. "Jimin. Namamu JiU, benar?"
"Ayo dijawab, sayang."
"Tidak mau." JiU tetap bergeming, enggan untuk diturunkan. Jimin pun mengangguk.
"Tidak apa apa digendong juga, JiU suka cokelat? Paman akan belikan cokelat. Mau berapa banyak?"
JiU menoleh lagi. "Satu.." katanya setengah berbisik.
"Oh, hanya satu? Cukup kah? Boleh saja jika ingin banyak .."
"Tidak boleh! Eomma bilang tidak boleh banyak! Nanti sakit.." JiU kembali mendekap leherku manja. Aku diam diam tersenyum mendengarnya. "Nanti giginya sakit," sambungnya. Aku pun mengusap ounggung JiU dan beralih memandang Jimin yang turut merasa lega. Setidaknya, JiU dapat diajak bicara, dan itu .. satu permulaan yang bagus.
"JiU tidak mau sakit gigi?"
Bocah itu menggeleng. "Nanti ada monster .. takut."
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Breakfast Buddy | park jm ✔
FanfictionKim Dahyun pikir, kehidupan selepas kuliah adalah yang terbaik. Sampai akhirnya, realita menghempas keras; diprotes ibunya, diceramahi sahabatnya, digunjing seluruh keluarga karena tidak mendapatkan pekerjaan. Rentetan kesialan terus berlanjut hingg...