CHAPTER DUA PULUH DELAPAN
JUST US
Apakah normal dan wajar merasakan rasa senang dan kesal dalam satu waktu? Tubuh Dahyun senang karena Jimin kembali kepadanya, tetapi hatinya kesal karena semudah itu dia terjatuh akan pesona pria bermarga Park tersebut. Memalukan. Menjijikkan. Mengapa semua ini memuakkan untuk dipikirkan?
"Katakan."
Dahyun terduduk di kursi itu, sedangkan Jimin sudah terduduk dengan mimik serius dan super menjengkelkan karena dia makin tampan di balik meja besarnya. "Ada hal yang tidak terduga terjadi kepadaku."
"Kau terluka?" tanyanya hati hati. Jimin melebarkan matanya dantersentak. "Apakah ada sesuatu yang parah? Kau .. karena aku ... aku tidak melakukannya dengan baik malam itu?"
"Aku hamil ..." Kalimat itu bergulir serupa embusan angin topan yang mengacaukan banyak hal. Dahyun tidak sanggup menatap Jimin, jadi dia memalingkan wajahnya dengan raut masam. "Tapi kau tidak perlu khawatir, dan kau tidak perlu repot memikirkannya Aku akan urus semuanya."
"Hamil?"
Dahyun tidak habis pikir bagaimana nanti dia akan menceritakan pertemuan antara dia dan ayah dari anaknya ini. Bahwa mereka sama sama tidak menyangka? Bahwa mereka sama sama berdebat dan akhirnya tidak tahu apa yang perlu dilakukan karena mendadak karena campur tangan semesta dan segala takdir yang berkelidan justru .. mereka jadi orang tua? "Aku sudah menyangka kau tidak akan bisa terima, itu alasan aku tidak mau memberitahukan kepadamu."
"Kau hamil .. anakku?"
Dahyun mengeryitkan dahinya dan menatap lurus Jimin. "Kau pikir aku hamil anak macam? Anak dinosaurus? Yah, aku hamil anakmu! Enak saja, aku berbeda denganmu yang bisa tidur di manapun seenaknya, kau orang pertama. Kau lelaki yang menyentuhku, tidak ada yang lain lagi."
"Bagaimana .. mungkin.."
Dahyun berdecak kemudian mengusap tengkuknya. "Kalau kau tidak punya pertanyaan lagi, sebaiknya aku pergi." Sesaat Dahyun hendak bangkit, Jimin langsung beranjak dari kursinya dan menangkap pergelangan tangan Dahyun. Jimin membawa Dahyun kedalam dekapannya seraya mengusap punggung Dahyun lembut. Dahyun masih terperajat, jujur saja, apalagi Jimin menumpu dagunya di sisi bahu Dahyun dengan teramat nyaman.
"Aku .. aku sangat bahagia mendengar ini."
Bahagia?
"Jangan pikirkan apapun, aku hanya ingin memberitahumu."
Jimin justru tidak melonggarkan dekapannya, malah bernapas pelan di dekat leher Dahyun yang terluka. Jujur saja, Dahyun sangat rapuh bagaikan tidak punya tumpuan beberapa hari terakhir karena dia masih setengah tidak percaya, setengah syok dan dalam dekapan Jimin, dia justru menyadari satu hal; mungkin dia tidak perlu serapuh itu. "Aku.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Breakfast Buddy | park jm ✔
FanfictionKim Dahyun pikir, kehidupan selepas kuliah adalah yang terbaik. Sampai akhirnya, realita menghempas keras; diprotes ibunya, diceramahi sahabatnya, digunjing seluruh keluarga karena tidak mendapatkan pekerjaan. Rentetan kesialan terus berlanjut hingg...