EPILOG
SOMETHING NEVER CHANGE
Jimin memiringkan wajahnya. "Kau tidak suka makanannya? Mau pindah tempat?"
Dahyun sontak terkesiap seraya menggeleng. Dia mulai meraih sumpit di sisi piring, menyantap makanan yang tersaji di restoran penuh lampu. Setelah acara selesai, wanita tersebut tidak menyangka akan terseret bersama satu orang yang pernah punya bagian penting dalam hidupnya. Masih terasa mimpi duduk berdua lagi dengan Jimin apalagi di tempat semewah ini dengan satu lantai dipesankan khusus oleh Jimin.
Jimin mengusap bibirnya dengan serbet putih. Dia tersenyum. "JiU sepertinya tumbuh dengan baik. Aku melihat fotonya dan langsung tahu bahwa itu adalah dia. Dan agak membuatku cemburu karena dia justru lebih mirip denganmu."
"Tidak kok," sahut Dahyun. "Di beberapa hal dia itu sepertimu." Dahyun menunduk, menatap turun makananya dengan perasaan tumpang tindih. JiU dan dirinya bagaikan dua sisi tidak terpisahkan. Ajaib karena melihat JiU tumbuh justru semakin menumbuhkan rasa rindu teramat besar akan Jimin. Dalam beberapa sikap JiU persis seperti duplikat Jimin; gemar menggoda demi hal yang diinginkan, penuh kasih dan dia tidak segan untuk terus berdekatan dengan Dahyun. Yah, wajar saja, JiU memang tidak pernah lepas dari pengawasan Dahyun, sesibuk apapun, Dahyun bahkan lebih mempriotitaskan putri sematawayangnya melebihi kegiatan di yayasan.
"Kita harus mengatur jadwal bertiga. Aku akan meminta tolong kepada Manager Lee."
"Aku turut bersedih atas semua yang menimpamu terutama soal Manager Kim." Dahyun meringis. "Aku tahu, dia sebenarnya tidak bermaksud sejahat itu. Aku juga sudah memaafkannya dan berharap kita bisa duduk bicara lagi."
Jimin terdiam beberapa saat. Dia mendongak untuk menarik senyum. "Hm, aku juga berusaha untuk itu. Aku akan berusaha memaafkannya dan semoga dia punya kehidupan yang lebih baik sekarang." Meski ada secuil rasa sakit, Jimin lebih ingin bertemu dengan sahabatnya kemudian mereka menertawakan semua tragedi yang ada. "Aku merindukannya."
"Pasti berat untukmu."
"Apalagi saat aku kehilanganmu."
Dahyun terhenyak. Dia berdeham, meraih minumnya dengan tangan gugup kemudian meneguknya berat. Dia menunduk karena enggan bertemu tatap dengan mata yang menatapnya penuh makna tersebut.
"Aku lebih merindukanmu, kita berdua. Apakah aku bisa bertanya sekarang?"
"Soal apa?" Dahyun memaksakan suaranya. "Kita? Aku tidak tahu apakah itu akan berjalan sesuai yang kau harapkan. Aku sudah menjadi ibu dan itu yang utama. Tidak terpikirkan akan menikah bahkan menjadi istri siapapun."
Jimin mengangguk. "Aku mengerti. Mungkin itu akan canggung, untuk memulai lagi tapi bagaimana kau tahu itu tidak akan berhasil jika belum kau hadapi? Aku siap untukmu." Jimin berucap dengan nada seriusnya. Dahyun sudah terbiasa dengan kerlingan ataupun godaan murahan, hanya saja, dia masih sama; lemah akan ucapan dengan kesungguhan bulat itu. "Apakah aku boleh bertanya .. maukah .."
KAMU SEDANG MEMBACA
Breakfast Buddy | park jm ✔
FanficKim Dahyun pikir, kehidupan selepas kuliah adalah yang terbaik. Sampai akhirnya, realita menghempas keras; diprotes ibunya, diceramahi sahabatnya, digunjing seluruh keluarga karena tidak mendapatkan pekerjaan. Rentetan kesialan terus berlanjut hingg...