Buddy 14 - rated

706 105 49
                                    

CHAPTER EMPAT BELAS

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

CHAPTER EMPAT BELAS

STOP SIGN

I'm seriously having a mental breakdown here.

Dahyun berulang kali berusaha berada di balik kru lain, kadang, dia juga izin untuk mundur teratur dari ruangan itu. Kadang, dia jadi sok sibuk dengan ponselnya. Mungkin itu nampak tidak kentara, hanya saja, Dahyun berusaha kuat untuk satu tujuan; mengalihkan pikiran. Di tengah gempuran dan atmosfer yang makin intim. Dahyun pikir, matanya bagai berair, habis memotong banyak kiloan bawang di tempat.

"Oke, apakah aku bisa izin saja hari ini?" cetus di depan Manager Kim yang tengah menyeruput kopi pagi.

"Uh? Serius?"

"Aku tidak cemburu, tidak! Sama sekali. Wah,apakah aku payah? Tidak. Aku hanya pusing, suasananya terlalu ... mencekam? Apakah kita syuting film horor? Thriller?" Gadis itu sibuk mengipasi wajahnya, dan mengabaikan bagaimana betapa passionate-nya seorang Jimin. Entah dia memang sangat mahir memainkan peran, atau dia sudah berpengalaman dalam hal bercinta. Hanya saja, melihatnya sangat menggelora menggendong tubuh polos Ahrin, menyerang bibir perempuan itu bertubi tubi sampai di scene tubuh mereka terhimpit di kubikel transparan untuk shower, Dahyun mirip neneknya yang kesakitan tepat di dada. Bahkan ini pertama kali untuk Dahyun melihat tubuh polos laki laki dewasa dari belakang; punggung tegap berlekuk, pinggang ramping, bokong padat, sepasang paha kekar ditunjang tungkai tungkai panjang yang sanggup menopang tubuh wanita manapun. Astaga.

"Aku akan panggilkan perawat di sekitar sini kalau kau butuh bantuan," katanya dan Dahyun dapat melihat raut geli di wajah pria tersebut.

"Serius ... aku."

"Oke, jeda break selama setengah jam. Kerja bagus semuanya," ucap PD-nim memecah ketegangan di tengah keduanya.

"Aku mau makanan manis dan .."

Dahyun mendadak berbalik dan berjalan ke ruangan lain, menyusul beberapa orang. Sementara itu, Jimin yang baru bergabung langsung mendelikkan matanya. "Ada apa dengannya?" Ia menoleh kepda Manager Kim yang juga mengedikkan bahu. "Hm ... aku mau makanan di ruanganku, kurasa aku agak lapar. Mungkin ditambah buah dan jus juga, aku jadi agak pusing tadi."

"Baiklah, Tuan. Saya akan antarkan segera," katanya.

.

.

Beberapa menit kemudian, sudah mencuci wajah dan terus berkomat kamir dalam toilet di ruang khusus kru, Dahyun masuk membuka pintu ruangan Jimin. Dia menunduk dan berjalan ke dekat meja seraya mencabut ponselnya yang sudah terisi daya dengan penuh.

"Kau sudah makan?" tanya satu suara berat di dekatnya.

"Aku .. sudah sarapan."

Jimin menyipitkan matanya dan menaruh piringnya di meja. Dia terus menambatkan pandangan kepada gadis yang baru datang ini. "Kau jadi menghindariku, apakah ada sesuatu? Aku .. bau? Atau bagaimana?" Jimin mengendus sekitarnya tubuhnya dan mengerjap bingung.

"Buk .. bukan itu."

"Ada masalah kah? Hei, tatap aku kalau bicara."

Dahyun melipat bibirnya dan mendongak. Lima detik dan dia cepat memalingkan wajahnya lagi. "Aku baik baik saja, jika Anda butuh bantuan.."

"Mengapa jadi kaku begitu?"

"Tidak kok!"

Dahyun hendak pergi, namun Jimin cepat menangkap lengannya. Dia memiringkan wajah agar dapat bertemu tatap dengan Dahyun. "Apakah ada yang membuatmu tidak nyaman di sini? Kru di sini? Aku akan peringatkan mereka jika berani berbuat seperti itu kepadaku asistenku.."

"Tidak! Bukan mereka .."

"Uh?"

"Kau .." Dahyun cepat menarik tangannya dan tersenyum kikuk. "Kau membuatku tidak nyaman .. uh, sudah ya, kalau kau butuh bantuan." Kali ini, Jimin menarik pinggang Dahyun hingga gadis itu menjerit panik dan Jimin mengangkat wajahnya agar dapat menatap Dahyun lebih dekat. "Aku .."

"Mengapa aku membuatmu tidak nyaman?"

Dahyun mengerjap cepat, memperingati dirinya agar tidak fokus kepada dada bidang yang mencuat dari belahan jubah Jimin. Dia merasakan dahinya sudah berkeringat sedangkan napasnya tersendat sendat.

"Dahyun?"

"Sudah ... aku tidak bisa .. ini agak tidak nyaman saja." Dahyun memejamkan matanya. Mulut banyak bicara! Dia menelan kata katanya, masih gigih untuk tidak kontak mata dengan bosnya tersebut. Tidak berapa lama, Dahyun merasakan napas hangat membelai sisi wajahnya dan saat dia membuka mata, Jimin sudah menatapnya dan tersenyum. "Tuan .. aku peringatkan .."

"Apakah tontonan tadi terlalu dewasa untukmu? Tidak tahan? Merasa tidak nyaman?" katanya serupa bisikan. "Mau rasakan juga? Denganku?"

.

.

Dahyun agak paham mengapa saat remaja, beberapa orang tua teman temannya sangat keras dan super protektif jika menyangkut kencan, atau berhubungan dengan laki laki yang baru dewasa. Atau kencan buta yang melibatkan hormon meluap luap. Dahyun agak paham betapa orang tuanya sempat memberitahukan bahwa cinta yang meledak dan membakar itu justru berbahaya dan menghanyutkan. Sekarang, Dahyun bukan remaja, bukan juga anak bau kencur yang baru tahu apa itu rasanya berdebar dan ingin diperlakukan manis. Sekarang, Dahyunsudah dewasa, tapi dia masih kalap bagaikan gadis yang baru ketahuan bercumbu di belakang sekolah.

Jimin, pasti, di masa sekolahnya menjadi peringatan untuk para orang tua dan murid perempuan lain. Jelas sekali, dari aura, cara bicara dan bagaimana dia bersikap serta memperlihatkan sisi seduktifnya, Jimin itu mematikan.

Dahyun tidak dapat berpikir sama sekali. Rasanya, bagaikan nyawanya tersedot habis untuk kegiatan yang bahkan tidak sempat ia sangka. Sewaktu Jimin sudah merengkuh wajahnya dan memberikan kecupan ringan di sudut bibirnya, Dahyun merasa otak dan logikanya bergerak tumpul dan Jimin tidak berhenti.

Jimin menggoda dengan memberikan banyak kecupan lama dan dalam di sekitar bibirnya, hingga Dahyun lemas di atas kakinya sendiri. Untuk itu pula, pria itu sudah menyampirkan sekitar tangannya di sisi pinggang Dahyun agar Dahyun tetap stabil di posisinya. Tidak hanya itu, Jimin pun merengkuh sisi wajah Dahyun dengan tangan lain, dan mengarahkan bibir mereka agar berpanggutan lembut. Dahyun bernapas di sela sela gerakan intens dan menuntut tersebut sedangkan Jimin sedikit tersenyum dan menahan tengkuk Dahyun.

"Sebentar ..." Jimin mendongak ke sisi ruangan. "Di sini tidak ada kamera pengawas kan?"

"Kurasa .. tidak .." sahut gadis itu dengan wajah terpanggang. Bibirnya terasa panas, perih, dan mati rasa untuk beberapa detik. Dahyun harus mengambil napas lagi atau tidak bernapas sama sekali.

"Oke, bagus." Jimin melanjutkan kegiatan mereka hingga tanpa sadar, Dahyun memejamkan matanya dan membalas dengan perlahan. Gerakan sesederhana itu yang berhasil membuat Jimin lagi lagi tersenyum. Ditambah dengan lenguhan ringan yang lolos dengan mulus dari bibir Dahyun, semakin membuat otot pipi Jimin terangkat naik.

Jimin tidak tahu bagaimana cara tepat mendeskripsikannya, hanya saja, untuk pertama kali, dia merasa bahwa ciuman itu begitu penting dan menghanyutkannya. Jutaan sayap kupu kupu berkumpul di perutnya membuat pemujaan yang agung. Hingga dia pun mengangkat tubuh Dahyun tanpa melepaskan bibirnya, terduduk di sofa dan mendudukkan tubuh gadis itu di atas pangkuannya. Dia meraup rakus bibir yang sudah menjadi candu baru tersebut.

[]

Breakfast Buddy | park jm ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang