Seorang gadis cantik dengan rambut sebahunya yang berwarna hitam. Juga mata coklatnya yang nampak indah. Hidungnya mungil dan mancung.
Siapa yang tidak kenal dengan seorang Ara Fee Smith. Anak dari El Chiko Smith dan Chika Cristabelle Smith. Keluarga kaya raya yang terkenal dimana-mana. Namun Ara bukanlah gadis yang sombong dan manja. Dia selalu mandiri.
Ara selalu ramah pada semua orang. Dia baik dan lemah lembut. Oh ya, Ara tidak satu sekolah dengan kakaknya yang sangat menyebalkan itu. Karena memang ayahnya tidak memperbolehkannya.
Ara juga suka naik bus atau angkutan umum saat pulang sekolah. Tapi kadang juga dijemput oleh sang kakak yang menyebalkannya itu.
Chika dan Chiko pun tidak bisa mencegah permintaan Ara. Padahal mereka khawatir jika Ara naik angkutan umum. Menurut mereka bahaya. Namun Ata tetap saja pada pendiriannya.
Saat ini, Ara sedang berjalan sendirian di koridor sekolahnya sambil sesekali menyelipkan helaian rambutnya yang selalu berterbangan ke depan terkena angin. Pagi ini angin terasa kencang sekali dia rasakan menembus kulitnya.
"Ara!"
Ara menghentikan langkahnya saat mendengar teriakan di belakangnya. Dia tahu siapa pemilik suara itu. Siapa lagi jika bukan sahabatnya.
Era Sandrawati.
"Selamat pagi, Ara," sapa Era tersenyum manis sambil merangkul pundak sahabatnya dan menggiringnya ke kelas mereka. XI IPA 1.
"Selamat pagi juga," jawab Ara malas. "Mau nyontek, kan?" tanya Ara sambil memutar bola mata malas. Ara sudah tahu jika Era basa-basi seperti ini pasti ada maunya. Kebetulan sekali hari ini, jam pertama mereka adalah Pak Eko, pelajaran matematika.
"Hehe... tau aja deh, Ara cantik ini," ujarnya sambil nyengir dan mencolek dagu Ara. "Mana," pinta Era sambil menyodorkan tangannya saat merek sudah duduk di bangku mereka yang paling depan.
Ara membuka tasnya dan mengeluarkan buku bersampul biru, memberikannya pada Era.
"Makasih ya Ara. Gue mau nyalin dulu ini," ujar Era lalu mulai mengeluarkan bukunya sendiri yang juga bersampul pink. Lalu mulai menyalin tugasnya.
Ara sendiri mulai mengeluarkan buku gambar dan alat tulisnya juga earphone yang sudah disambungkan dengan ponselnya. Dia mulai menggambar, selalu seperti itu. Saat datang ke sekolah, dia akan menggambar sebelum bel masuk berbunyi sambil mendengarkan musik dengan kedua earphone di telinganya.
***
"Mau aku jemput nggak?" tanya Ale dari seberang telepon.
"Enggak Bang! Makasih! Aku mau naik angkot," balas Ara yang saat ini sedang berada di tepi jalan sambil menendang kerikil. Tadi Era mengajaknya pulang bersama, tapi Ara tidak mau karena jalan ke arah rumah mereka berbeda.
"Terserah kamu deh Dek. Terserah kamu!" ujar Ale. "Abang tutup ya teleponnya kalo gitu. Kamu hati-hati."
"Siap Bang!"
Ara memasukkan ponselnya ke dalam tasnya dan kembali melanjutkan langkahnya untuk mencari angkutan umum.
Ara memicingkan matanya saat tidak sengaja melihat ke depan. Di depan sana, ada seorang wanita yang sedang didorong-dorong oleh dua orang preman berbadan besar.
Ara melotot saat melihat wanita itu tersungkur karena didorong oleh salah satu preman itu. Sampai bahan belanjaannya jatuh berceceran.
"HEI! BERHENTI KALIAN!" teriak Ara sambil berlari ke arah mereka bertiga.
Mereka sontak menoleh saat melihat seorang gadis dengan seragam SMA-nya berlari ke arah mereka.
"Kalian gila!" murka Ara. "Bagaimana bisa kalian berlaku kasar pada seorang wanita. Kalian lahir juga karena pengorbanan seorang wanita!" lanjutnya lagi.
"Hei gadis kecil! Gak usah banyak bacot! Lo gak tau masalahnya!" balas salah satu preman dengan kepala botak dan tato di sepanjang lehernya.
"Emang apa salah ibu ini hah?! Kalau pun dia salah, bisa kan gak pake kekerasan?!"
"Nak," panggil wanita itu berusaha berdiri. Ara langsung membantunya berdiri. Tapi wanita itu menahan sakit pada bagian lututnya. "Pergilah Nak. Atau kamu akan terkena masalah," ujarnya.
"Gak usah drama! Cepet bayar utang lo!" teriak preman itu.
Ara mengerti sekarang. Ternyata karena hutang. "Hutang?" beo Ara.
"Ya! Dia punya hutang sama kita! Tapi udah tiga bulan gak dibayar-bayar!" balas preman satunya lagi yang memakai banyak anting di telinga sebelah kirinya.
"Berapa hutangnya?" tanya Ara. Membuat wanita itu langsung menyentuh lengan Ara.
"Sepuluh juta ples bunganya! Karena dia gak bayar-bayar, jadi bunganya numpuk!" jawabnya.
Ara diam sejenak.
"Saya mohon Pak. Kasih saya waktu. Saya pasti bisa melunasinya," mohonnya.
"Ini." Ara menyodorkan ponselnya yang baru saja dia ambil dari tasnya. "Harganya kurang lebih sepuluh juta. Kalian pasti tau kan?"
"Oke. Tambah ini." Ara mengambil dompetnya dan memberikan kepada mereka sepuluh lembar uang seratus ribu. "Percaya sama saya. HP itu mahal dan bagus."
Preman itu menerima ponsel dan uang itu. "Oke. Hutang lo lunas!" ujarnya sambil melangkah pergi bersama temannya itu.
"Nak, kamu baik sekali. Ibu pasti akan ganti semuanya ya. Tapi Ibu butuh waktu," ujar wanita itu.
"Saya ikhlas Bu. Ibu mau kemana?" tanya Ara pada wanita itu.
"Ibu mau pulang. Kebetulan tadi mau cari angkot. Kamu sendiri mau pulang sekolah kan?"
"Iya Bu. Eh, kaki Ibu luka. Ayo Bu, saya akan antar Ibu naik taksi saja ya." Ara langsung celingukan ke kanan hendak mencari taksi. Dan akhirnya ada yang lewat.
"Taksi!" teriaknya. "Ayo Bu. Saya gak mau nanti Ibu kenapa-napa. Ibu kasih tau alamatnya ya," ujar Ara.
"Iya." Wanita itu tersenyum. "Nama kamu siapa?" tanya wanita itu.
"Nama saya Ara."
#####
Halo semua💕
Semoga suka ya sama cerita ini....
Next???
Jangan lupa vote&comment💕💗
Ig: @keis004
KAMU SEDANG MEMBACA
Sagara
Teenfikce"SEQUEL CHIKA&CHIKO >> BISA DIBACA TERPISAH." Perjuangan seorang Sagara yang rela mengejar seorang gadis bernama Ara. Mata coklatnya yang indah. Kelembutan dan kebaikan gadis berhati malaikat itu yang membuat seorang Sagara Biru jatuh. Jatuh pada pe...