4. Kenalan

567 50 2
                                    

Panas matahari sangat menyengat kulit mereka. Kelas XI IPA 1. Mereka memang jamkos sekarang. Jadi mereka boleh melakukan apapun asalkan di sekitar lapangan. Ada yang bermain basket, voli, dan bermain bulu tangkis. Ada juga yang duduk ditepi lapangan sambil bergosip ria.

Ara dan Era memilih bermain bulu tangkis sambil bercanda. Wajah cantik Ara yang terkena keringat malah membuatnya semakin cantik. Teman cowok sekelasnya saja selalu terpana melihatnya.

"Halah! Kesel gue, Ara menang mulu deh," sungut Era sambil duduk di bawah dan menghentak-hentakkan kakinya kesal. Membuat semua murid kelasnya tertawa.

"Lo kapan sih menang dari Ara?" tanya Dito menyahut dari belakang. Dia dan Sagar juga menonton mereka main tadi. Padahal cowok yang lain banyak yang bermain basket. Tapi mereka tidak ikut.

"Heh Dito! Lo tuh ya!" teriak Era kesal.

Dito hanya menjulurkan lidahnya. "Sampe tujuh turunan juga lo gak bakal kalahin Ara," ujarnya. Membuat Era melengos.

Ara terkekeh sambil ikut duduk di samping sahabatnya itu. Era sedang kesal sambil bersedekap dada.

"Ara!"

Suara itu membuat Ara menoleh. Dia memicingkan matanya saat melihat seorang cowok sedang berlari ke arahnya.

"Kenapa Gas?" tanya Ara masih dalam kondisi duduk.

"Nanti pulang sekolah lo disuruh nemuin Bu Sela," ujar Bagas sambil tersenyum. Ketua osis di sekolahnya.

Sudah banyak yang tahu jika Bagas itu menyukai Ara sejak lama. Namun Bagas tidak kunjung menyatakan perasaannya. Mereka hanya dekat sebagai teman. Bahkan Ara sepertinya tidak mempunyai perasaan lebih kepada Bagas.

"Makasih ya. Nanti aku kesana,"ujar Ara.

"Oke. Oh ya ini, gue tadi beli. Lo minum aja," ujar Bagas sambil menyerahkan botol minuman dingin kepada Ara.

Ara menerimanya karena tidak enak jika menolak. "Makasih."

"Sama-sama." Bagas langsung pergi dan terdengar sorakan yang mereka semua tujukan untuknya.

Era mendekatkan bibirnya pada telinga Ara. Kemudian berbisik, "Ra. Kok dari tadi gue ngerasa anak baru itu ngelihatin lo terus ya?"

Ara mengernyit. "Siapa?"

"Sagara. Anak baru itu loh. Dia lihatin lo terus. Jangan nengok dulu," bisiknya. Ara hanya mengedikkan bahunya.

Sagara memang sedari tadi duduk sambil menatap Ara. Mulai dari berbaim bulu tangkis sampai ketika Ara dan Bagas berinteraksi. Terlihat sekali jika cara Bagas menatap dan tersenyum kepada Ara itu berbeda.

Tidak hanyaBagas saja. Tapi semua cowok yang menatap Ara, hampir seperti itu. Ara sangat memikat hati para cowok yang bisa saja jatuh cinta

Senyuman Ara sangat manis. Mata coklatnya sangat indah. Wajahnya cantik natural. Hidungnya yang mungil dan mancung.

Terlihat sekali jika gadis itu memang pribadi yang lemah lembut, ramah, sopan. Dia menjaga cara bicaranya. Tidak pernah senyuman itu luncur dari wajah cantiknya itu.

Sagara Biru. Benar-benar terpesona kepada Ara.

***

Ara keluar dari ruangan Bu Sela sekitar pukul setengah empat. Ternyata Bu Sela hanya menyampaikan tentang olimpiade matematika yang akan dia ikuti dua minggu lagi itu.

Saat Ara berjalan di koridor yang sepi, Ara dikejutkan oleh kehadiran cowok yang Ara tahu adalah murid baru di kelasnya. Dia sedang tersenyum pada Ara. Ara pun membalas dengan senyuman manisnya.

"Ara?"

Ara mengangguk. "Iya. Ada apa ya?"

Suara lembut dan merdu itu mengalun indah di telinga Sagara. Sagara mengulurkan tangannya. "Gue Sagara. Lo tau lah pasti," ujar Sagara.

"Iya. Salam kenal ya." Ara membalas uluran tangan Sagara sambil tersenyum.

Sagara benar-benar terpana dengan senyumannya itu. Terlebih lagi tangan Ara yang halus dan putih itu. Sagara rasanya tidak mau melepaskan tangan mereka yang bertaut saat ini.

"Kalo gitu aku duluan ya," ujar Ara sambil melepaskan tautan tangan mereka.

"Iya. Hati-hati."

Ara tersenyum dan kembali melangkah sampai ke depan gerbang sekolah. Saat dia akan menuju ke halte, ada sebuah motor besar berwarna hitam berhenti dan mencolek lengannya.

Ara mendengus saat tahu siapa pemiliknya. "Kenapa jemput sih Bang? Kan aku bilang gak usah!" ketus Ara pada Ale.

Ara bisa berubah menjadi galak, ketus dan hilang kendali saat bersama Ale. Karena Ale itu sangat menyebalkan dan selalu membuat Ara marah.

"Gak peduli. Ayo naik, Ra," tekan Ale sambil menarik tangan Ara agar mendekat. Ale lalu memasangkan helm pada Ara dan Ara hanya bisa menerima.

Ara lalu naik ke atas motor Ale, memeluk perut kakaknya sambil menyandarkan kepalanya di punggung kakaknya.

Dari kejauhan, Sagara melihat semuanya. Jelas terlihat kesamaan dari mereka. Nama iya. Mata coklat yang sama persis. Bahkan wajah mereka hampir mirip walaupun mereka berbeda jenis kelamin.

"Jadi, Ara kembaranannya Ale? Hah?! Sempit banget dunia yak," gumam Sagara.

SagaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang