11. Hari Minggu

454 37 15
                                    

Pagi-pagi sekali, Ara sudah bangun karena hari ini hari minggu. Dan Ara akan memilih jalan-jalan dengan sepedanya. Tadinya Ara sudah mengajak Era juga. Tapi Era tidak mau dan ingin tidur saja sepanjang hari.

Ara membuka pintu kamarnya dan dia langsung mundur karena Ale ada di depan pintu kamarnya. Ara mengelus dadanya pelan.

"Abang ngagegtin aja sih?"

"Mau jalan-jalan naik sepeda ya?" tanya Ale saat melihat penampilan adiknya dari atas sampai bawah.

"Iya."

"Abang titip bubur ayam yang biasanya ya," pintanya sambil tesenyum dibuat-buat.

"Oke."

"Ya udah, Abang mau lanjut tidur dulu ya!" teriaknya sambil masuk ke dalam kamarnya kembali.

Ara menggelengkan kelapanya sambil melangkah menuruni anak tangga menuju ke bawah. Terlihat ibunya dan ayahnya sedang duduk di sofa dengan sang ayah yang membaca koran dan sang ibu bersandar pada pundak ayahnya.

"Ma, Pa. Ara mau jalan-jalan ya." Ara mendekat dan tersenyum pada kedua orang tuanya.

"Iya. Kamu hati-hati ya," pesan Chika.

"Iya."

"Eh, sama nanti kamu mampir ke minimarket ya. Stok susu habis. Bi Hanum kan lagi nggaka ada," ujar Chika.

"Oh, oke Ma. Nanti aku mampir ya."

"Ara pergi dulu."

Ara langsung keluar rumah dan menuju ke garasi rumahnya dan mengeluarkan sepedanya. Dia mulai mengayuh pelan dengan kedua telinga tersumpal earphone.

Ara memang cukup jauh jika bersepeda. Dia pikir nanti saja pulangnya akan membelikan kakaknya bubur ayam. Saat ini, Ara berhenti di sebuah taman dan dia memilih duduk di ayunan sambil meneguk minuman yang tadi dia beli.

Banyak orang juga yang sedang bermain. Ada yang bersama keluarganya. Bermain-main sambil beranda tawa.

Ternyata sudah jam 7 saja. Ara pun mulai kembali mengayuh sepedanya dengan pelan menuju ke rumahnya.

Ara lalu berhenti di sebuah minimarket karena dia teringat dengan pesanan sang ibu. Lalu dia masuk ke dalam dan menuju ke rak bagian susu.

Setelah mengambil secukupnya, Ara berjalan menuju kasir. Dia menunggu giliran sambil memainkan ponselnya.

Dia tidak sadar saat seseorang di belakangnya sedari tadi menatapnya. Sampai akhirnya Ara selesai dan keluar.

"Ara."

Ara menoleh ke belakang saat ada yang memanggil namanya. Ara melihat seorang cowok itu membawa kantong plastik putih besar di tangannya.

"Eh, Sagara? Kebetulan ya kita bisa ketemu disini," ujar Ara sambil tekekeh. Yang membuat Sagara terpana.

"Lo cuma beli susu kesini? Rumah lo deket dari sini?" tanya Sagara sambil mendekat ke arah Ara.

Ara menggeleng. "Jauh malahan. Ini, tadi Mama nitip beliin susu."

"Kok belinya sampe sini?" tanya Sagara lagi.

"Kalo hari minggu memang aku suka jalan-jalan pake sepeda sampe jauh. Hehe... suka aja sih," jawab Ara sambil terkekeh.

"Kamu sendiri? Lagi belanja banget ya kayaknya?" tanya Ara melirik kantong belanjaan Sagara.

"Iya. Bahan-bahan di rumah habis. Jadi, Bunda nyuruh gue belanja," jawab Sagara.

"Kamu naik apa kesini?" tanya Ara.

"Naik angkot," jawab Sagara. "Ini lagi mau cari angkot."

Ara tampak berpikir sebentar. Entah kenapa dia tiba-tiba berkata, "Ayo aku anter kamu pulang," tawar Ara.

Sagara melirik sepeda Ara. "Pake sepeda? Yakin lo? Gak usah deh, gak papa kok," tolak Sagara merasa tak yakin juga tak enak.

"Aku sih yakin, kamunya yang enggak kayaknya. Gak papa Sagara. Lagian kan irit juga. Ini gratis loh," kekeh Ara sambil menyipitkan matanya.

"Gue yang bawa tapi ya," ujar Sagara.

"Siap. Aku di belakang ya. Sini kresek kamu aku yang bawa," pinta Ara yang langsung diangguki oleh Sagara.

"Ayo naik!"

Ara akhirnya pun naik dan berdiri di belakang Sagara dengan tangan kanan berpegangan pada pundak Sagara. Dan tangan kiri memegang belanjaan Sagara dan juga susu yang dia beli tadi.

"Emang motor kamu kemana Sa?" tanya Ara sambil sedikit mencondongkan wajahnya di telinga Sagara.

"Ada di rumah. Gue males aja bawa motor tadi," jawab Sagara.

"Kamu nggak kerja nanti?" tanya Ara.

Sagara terkekeh. Ara, malaikatnya, ternyata banyak bicara juga. Banyak tanya.

"Lo kok banyak nanya sih?" tanya Sagara.

"Eh? Maaf ya. Aku emang gini sih. Kepo-an. Hehe..." Ara meringis.

"Baru kali ini aku punya temen cowok Sa. Ternyata asyik ya," lanjut Ara. Dia melupakan fakta jika kakaknya menunggu bubur ayam yang dia pesan tadi.

***

Beberapa saat kemudian, mereka sampai di rumah Sagara. Ara turun dari sepedanya dan menatap sekeliling rumah yang sepertinya dia pernah kesini.

Tapi kapan? Ara tampak berpikir sebentar. Rumah ini tidak asing baginya.

Sagara menepuk pundak Ara pelan. Membuat gadis itu terlonjak kaget.

"Kenapa? Jelek ya rumah gue?" tanya Sagara.

"Enggak! Aku kayak pernah kesini. Tapi kapan ya? Gak asing banget," ujar Ara.

Sagara tersenyum. Dia tahu apa yang dipikirkan oleh Ara. Sampai sebuah suara membuat keduanya menoleh.

"Loh, Sagara? Sama siapa?" tanya Mira saat dia keluar rumah.

Ara membelalakkan matanya saat melihat wanita yang pernah di tolongnya beberapa minggu yang lalu. Hampir sebulan yang lalu malahan.

"Ibu?!" Ara mendekati Mira dan mencium punggung tangannya dengan lembut. "Jadi, Ibu ini ibunya Sagara?" tanya Ara.

"Iya. Lo udah kenal kan sama Bunda gue? Makasih waktu itu lo udah nolongin Bunda," ujar Sagara saat sudah sampai di dekat kedua wanita beda usia itu.

"Gak usah dibahas deh. Gak penting itu." Ara menatap Mira. "Ibu apa kabar? Maaf ya, Ara belum sempat kesini, main ke rumah Ibu," ujar Ara.

"Nggak papa. Ayo masuk," ajak Mira yang direspon baik oleh Ara.

Ara lalu duduk di kursi kayu dengan pahatan yang sangat indah. Warnanya mengkilap. Sangat indah dan halus. Rumah sederhana yang begitu menenangkan.

"Beginilah keadaan rumah Ibu--"

"Jangan dilanjutkan Bu. Ara nggak mau denger," sela Ara yang tahu jika Mira akan merendahkan diri. Ara tidak suka itu.

"Ibu buatkan minum dulu ya," ujar Mira sambil bangkit dari duduknya. Namun ditahan oleh Ara.

"Nggak usah Bu. Ara bawa minum kok tadi," tolaknya halus.

"Yakin? Air putih?"

"Beneran nggak usah Bu. Ara yakin kok. Ara gak mau ngerepotin Ibu."

Mira tersenyum. Gadis di depannya ini sangat baik. Hatinya mulia. Dan juga sopan. Dia sangat lemah lembut.

Sagara yang sedari tadi diam memperhatikan keduanya hanya teesenyum. Ara memang berbeda dari cewek yang lain.

Berbeda seluruhnya.

"Gue makin kagum sama lo," gumam Sagara sangat pelan. Bahkan tidak ada yang bisa mendengarnya.

#####

Jangan lupa vote&comment!!!

Love you all💕💕

Saatnya tidur😵😵😵😂😂😂

SagaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang