BAB 20

2.9K 417 95
                                    

      Jaemin menghela nafasnya dengan berat, lalu memijat pelipisnya dengan pelan, Jaemin tengah memandang sosok sahabatnya itu—Haechan yang kini tengah menunduk dalam-dalam dengan suasana hatinya yang sangat buruk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Jaemin menghela nafasnya dengan berat, lalu memijat pelipisnya dengan pelan, Jaemin tengah memandang sosok sahabatnya itu—Haechan yang kini tengah menunduk dalam-dalam dengan suasana hatinya yang sangat buruk.

"Hh, kali ini siapa yang lo hajar? Gak mati, 'kan?" Setelah hening cukup lama, Jaemin akhirnya membuka suara, membuat Renjun menoleh ke arah cowok itu.

"..."

"5 orang, masuk rumah sakit semua, dan dua dari mereka ada yang hidungnya patah." Renjun bersuara, sedikit tertawa mengingat bagaimana seorang Mahesa Haechan Mahawira menghajar lima bocah tengil itu secara langsung tepat di depan kedua matanya. Percayalah, Renjun sudah mencoba melerai, bahkan Jeno juga. Tapi mereka hampir saja lupa bahwa ketika Haechan menghajar seseorang, cowok itu tidak akan berhenti sampai dirinya puas. Alias Haechan selalu kesetanan setiap cowok itu terlibat dalam pertengkaran.

"wOW, gue akan pura-pura kaget mendengar ini." Jaemin menaikan keduanya bahunya, merasa tidak terlalu kaget mendengar cerita yang keluar dari mulut Renjun.

Jaemin meneliti wajah Haechan, lalu menghela nafasnya lagi.

"Mereka ngapain sampe bikin lo semarah ini? Setelah adu jotos, lo gak pernah keliatan semarah dan sesedih ini." Tanya Jaemin, menatap sahabatnya itu lekat-lelat.

"BAJINGAN!" Haechan tiba-tiba melempar kasar tas sekolahnya, lalu menjabak rambutnya frustasi. Setelah mendengar pertanyaan Jaemin, entah kenapa emosinya kembali memuncak. Mengingat alasan kenapa tangannya bisa sampai ke wajah kelima bajingan itu membuat Haechan merasa belum sama sekali puas menghajar mereka.

"Kalem, chan. Lo udah bikin mereka masuk rumah sakit, masih kurang?" Renjun bersuara dengan datar, membuat Jaemin menoleh dengan bingung.

"Apaan sih—"

"Mereka ganggu Asteria, Jaem. Lima adik kelas yang masuk rumah sakit itu Haechan hajar karena mereka ganggu Asteria dan sahabat lo ini gak suka. Simple."

"..oh wOw." Jaemin tersenyum, lagi-lagi cowok itu berpura-pura kaget mendengar ucapan Renjun.

"..."

"Bener-bener calon pacar posesif."

"Nope. Haechan gak posesif, Jaem. Um, maybe iya sih, sedikit. Tapi lima adek kelas tadi emang pantes dihajar, mereka jelas-jelas bikin Asteria gak nyaman dengan bersikap kayak gitu. Plus mereka masi aja ngomongin Asteria pas cewek itu udah pergi. Seharusnya mereka gak bersikap kayak gitu sama perempuan manapun. Jadi kali ini gue berpihak sama Haechan, walaupun dia harus menciptakan korban baru." Jeno tiba-tiba datang, bagaikan mamah dedeh. Cowok itu duduk disebelah Haechan menyerahkan plester bergambar beruang kepada sahabatnya itu.

"...tumben lo membela tindakan kekerasan? Biasanya sok suci." Maki Jaemin, menatap heran ke arah Jeno.

"Gue gak sok suci, gue memang suci dan tidak banyak dosa seperti kalian bertiga."

Everlasting Stars.  | HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang