BAB 39

2.4K 273 67
                                    

It seemed so perfect,

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

It seemed so perfect,

but ended

so soon.

***

Asteria belum pernah patah hati karena urusan cinta. Perkara perasaan nya yang Asteria sendiri tidak tahu kapan bisa sepenuhnya sembuh. Patah hati terbesar yang pernah dia alami adalah ketika dia memandang wajah pucat milik Jeffrian ketika dia pertama kali masuk ruang mayat empat tahun yang lalu, juga ketika dia harus benar-benar mengucapkan selamat tinggal saat peti kakaknya akan di tutup kala itu.

Tapi yang Asteria tahu, rasa sakit yang dia rasakan sekarang jauh lebih nyata, dan Asteria bingung harus bagaimana selain menahan rasa sakit dihatinya karena harus menjaga jarak dengan Haechan demi dirinya sendiri.

Demi dirinya yang sampai sekarang belum juga bisa sembuh dari luka masalalu. Ini bukan hanya tentang seberapa besar perasaan kecewa dan marah Asteria untuk Haechan, tapi semua ini semakin menyakitkan ketika Asteria tahu bahwa dia tidak bisa mencintai seseorang segenap hatinya ketika dia belum menyembuhkan dirinya sendiri.

Jadi yang bisa Asteria lakukan hanya menikmati dan juga menahan rasa sakit dihatinya setiap detik, setiap menit, dan setiap jamnya. Berharap rasa sakit itu cepat pergi.

Walaupun kenyataanya dia begitu ingin meraih Haechan kedalam pelukannya, merasakan pelukan hangat cowok itu walau sebentar saja.

Haechan mengusap wajahnya, berusaha menahan sesak didadanya karena sejak tadi keduanya hanya diam. Mau ngomong, tapi bingung harus mulai dari mana. Harus Haechan dan Asteria apakan hubungan keduanya?

"Sampe kapan mau diem begini terus? Katanya kamu mau ngomong? Ayo ngomong, aku dengerin." Asteria berujar, namun matanya enggan menatap Haechan yang kini duduk di depannya. Keduanya kini tengah duduk di salah satu restoran, mencari tempat yang cukup sepi untuk benar-benar bicara.

"....aku keluar dari Arena."

Asteria menoleh, cukup kaget. Menatap Haechan dengan tatapan bingungnya. "Kamu—"

"No. It's not because of you, itu kemauan aku."

"..."

"You're a terrible liar, Haechan."

Haechan termenung. "Ster..."

"Jangan melepaskan sesuatu yang kamu cinta demi aku. Aku udah pernah bilang kan? Jangan jadiin aku mimpi kamu, pusat hidup kamu, segalanya kamu. Karena aku dan kamu gak tahu apa yang akan terjadi nanti. Kayak sekarang. Don't you see? We're not what we used to be, Haechan. Semuanya udah beda."

Everlasting Stars.  | HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang