BAB 36

2.3K 277 59
                                    

"We promise forever in a world where even life is temporary

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"We promise forever in a world where even life is temporary. It's sad. But the truth is, life is full of sudden goodbyes."

warning: chapter ini sangat teramat panjang karena aku gak mau gantungin kalian. menghindari part yang terlalu banyak juga. Tolong dibaca baik2 ya karena di part ini banyak kunci dr cerita ini.

***

Kadang-kadang, Asteria bingung dengan dirinya sendiri. Semua manusia pasti pernah ada di titik ini. Titik dimana mereka bertanya-tanya, sebenarnya apa mau mereka? Apa yang benar-benar mereka ingini?

Karena jujur, bicara mengenai perasaanya sekarang, Asteria bingung. Asteria bingung harus bereaksi bagimana selain menangis hebat ketika mendengar bahwa Mahesa Haechan Mahawira, pacarnya itu kecelakaan karena menaiki motor birunya itu. Rasanya, semuanya terasa begitu cepat, membuat Asteria hanya bisa berdiri dengan tubuh gemetarnya, berusaha meyakini dirinya sendiri bahwa semua akan baik-baik saja. Walaupun kenyataanya, semua hal tidak baik-baik saja.

Because truthfully, she was never ready for him to leave.

Asteria merasa bodoh. Di dalam hati, sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Asteria bertanya pada dirinya sendiri; kenapa dia tidak pernah melarang Haechan, melarang cowok itu menjadi pembalap? Atau sekedar membuka mulut bahwa dia pernah kehilangan seseorang di Arena sampai membuat luka yang tidak pernah kunjung sembuh, oleh karena itu dia sangat takut kehilangan Haechan?

Kenapa Asteria baru menyesali semuanya sekarang, ketika takdir kembali terulang, kembali menepati Asteria pada tempat yang bahkan belum bisa gadis itu lupakan selama empat tahun belakangan ini; lorong rumah sakit yang begitu dingin, bau obat-obatan yang familier—yang masih terasa begitu nyata, seakan-akan berhasil membawa Asteria kembali pada kejadian empat tahun lalu, ketika dia berdiri di lorong rumah sakit dengan perasaan hancurnya karena kehilangan Jeffrian.

   Asteria benci. Atau dibandingkan membenci, dia lebih hancur dan sedih karena sejak mencintai Haechan, Asteria tidak bisa bicara mengenai keinginan terbesarnya pada cowok itu: keinginan Asteria untuk membuat Haechan melangkah meninggalkan Arena. Arena yang begitu cowok itu cintai segenap hatinya.

   Namun, little did he know, Asteria berharap dia menemukan kemungkinan bahwa Haechan lebih mencintainya dibandingkan Arena-nya.

   "...Jaem, Haechan kenapa?" Jeno bersuara. kini Renjun dan Jeno menatap Jaemin yang berdiri, menyender pada dinding lorong ICU, dengan keadaan acak-acakannya. Baju cowok itu dipenuhi bercak darah, dan Jaemin menangis.

"..."

   "JAEM JAWAB!!" Teriak Renjun, meraih kerah baju Jaemin dengan kasar, membuat Jaemin mendongak, menatap Renjun dengan matanya yang memerah, penuh air mata yang sudah siap untuk tumpah.

Everlasting Stars.  | HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang