01 - Terlambat

123 16 7
                                    

Nasha mengusap keringat di dahinya yang terus bercucuran. Hari ini ia telat rapat karena harus mengerjakan tugasnya yang harus dikumpulkan. Ya, salah Nasha karena disaat yang lain mengerjakan ia malah tidur.

“Sial.” Hanya kata itu yang terus menerus ia ucapkan dalam hatinya. Hari ini ia merasa sangat sial.
Setelah tadi pagi mendapat hukuman karena datang terlambat, Nasha juga harus mengerjakan tugasnya dengan buru-buru karena teman satu kelasnya sudah marah-marah karena hanya ia yang terlambat.

Lalu sekarang, ia akan kena semprot Ketua Osis karena datang terlambat. Padahal, semua pengurus OSIS sudah diwajibkan untuk datang tepat waktu.

Tok tok tok

Nasha menghembuskan nafasnya kasar. Ia mencoba menetralkan nafasnya yang terengah-engah setelah berlari cukup jauh dari kelasnya menuju ruang OSIS. Degup jantungnya masih belum stabil, tetapi ia tidak bisa menunda lagi untuk masuk. Dia sudah sangat telat!

Nasha membuka pintu sambil menunduk, takut melihat wajah Ketua OSIS yang terkenal sinis ketika ada seseorang yang tidak patuh pada peraturan.

Setelah melangkahkan kakinya untuk masuk, Nasha langsung menutup pintunya kembali. Tetapi, suasananya sangat hening hingga ia penasaran dengan apa yang ada di depannya.
Nasha memberanikan diri untuk mengangkat kepalanya. Dan…

Hanya ada Rival — Ketua OSIS — yang sedang berdiri bersandar sambil melipat kedua tangannya. Nasha menelan ludahnya kasar. Kini, siap-siap saja ia hanya akan menerima cacian, makian, dan amarah dari Rival. Sudah biasa.

“Arumi Nasha Andara. Siswi kelas XI IPA 3. Jabatan sebagai seksi bidang empat. Dan kebiasaannya adalah datang terlambat,” kata Rival dengan tenang sambil memajukan langkahnya mendekati Nasha.

Nasha diam. Ia hanya bisa menunduk saat Rival mendekatinya. Demi Tuhan, ia menyesal telah masuk ke ruangan ini.

“Lo tau udah berapa kali lo telat?!” Nada bicara Rival mulai naik.

Nasha diam. Ia bahkan lupa sudah berapa kali ia terlambat. “Maaf, kak.” Hanya itu yang bisa Nasha ucapkan, dan hal itu yang membuat emosi Rival semakin naik.

“Gue udah bilang sama lo, gue gak suka sama pengurus yang gak bisa taat peraturan. Kalau lo gak bisa taat peraturan kecil gini, gimana lo bisa jadi contoh buat yang lain?!”

Nasha bergetar. Ia takut dan matanya sudah mulai berkaca-kaca karena ingin menangis. Tetapi, ini benar-benar salahnya. Dan Nasha harus terima itu.

“Maaf, kak.”

“Gak usah minta maaf!” balas Rival setengah berteriak.

Nasha terkejut. Ia semakin menunduk dan takut untuk membalas lagi ucapan Rival.

“Ketimbang lo minta maaf, apa lo gak bisa berubah sedikit pun? Apa lo gak bisa berubah jadi lebih baik lagi?! Kalau lo gak bisa, kenapa lo masih bertahan di kepengurusan ini? Lo sadar kalau tingkah lo selama ini buat nama OSIS tercoret, lo sadar?!”

Nasha berusaha sekuat-kuatnya menahan air matanya yang ingin menetes membasahi pipinya. Ucapan Rival barusan benar-benar mematahkan semangatnya untuk berubah.

Memang, Nasha selalu terlambat dan pantas untuk dimarahi, tetapi apa Rival tau bagaimana perjuangan Nasha untuk berubah? Dan juga, apa Rival tau bahwa perkataannya bisa membuat semangat Nasha untuk berubah menguap begitu saja?

Tiba-tiba pintu terbuka, menampilkan sosok tegap dengan balutan jas navy di tubuhnya. Rahangnya yang kokoh dan rambut rancungnya yang rapih membuat Nasha mengedipkan matanya beberapa kali, membuat air matanya jatuh begitu saja.

VACILANTE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang