10 - Mungkin Diterima

17 5 12
                                    

"Vin, sorry, ya. Gue gak bisa pulang bareng lo. Lo duluan aja. Hati-hati, ya!"

Kalimat itu terus saja terulang di benak Alvin. Baru lima menit Alvin membiarkan Nasha pergi, rasanya ada yang tidak beres. Perasaannya tidak enak, dan ia takut terjadi sesuatu hal pada Nasha.

Alvin langsung menyimpan sapu dan beranjak pergi ke ruang OSIS untuk mengambil tas dan helmnya. Setelah itu, ia langsung pergi dan berniat mengejar Nasha. Beruntung, Galih tidak membawa motornya dengan kecepatan tinggi sehingga Alvin masih bisa mengejar mereka.

"Lo, kan, lagi ada masalah sama dia. Kenapa lo terima ajakan dia? Kalau lo kenapa-napa gimana coba!"

Alvin menggeleng pelan. Ia harus menepis pemikiran seperti itu. Mau bagaimanapun, Galih dan Nasha saling kenal lebih dulu ketimbang dirinya dan Nasha. Yang seharusnya berhati-hati itu bukan Nasha terhadap Galih, tapi Alvin terhadap Nasha. Alvin seharusnya takut, kalau ia akan menghancurkan hubungan yang akan terjalin.

Galih menghentikan motornya di depan sebuah taman. Alvin 'pun menghentikan motornya cukup jauh dari keberadaan mereka. Takut, kalau Nasha akan melihat perkelahian antara Galih dan dirinya.

"Sha, maaf."

Alvin semakin mendekatkan dirinya. Ia memilih bersembunyi di balik pohon yang berada cukup dekat dari posisi Galih dan Nasha sekarang.

"Udah buat kamu kesulitan akhir-akhir ini."

Alvin tertawa dalam hati, "Kalau lo tau kenapa masih deketin Nasha sekarang?" bisiknya.

"Gak 'pa-pa, kok. Kenapa minta maaf coba?"

"Kalau aja aku gak kasih saran ke Rival, kamu gak akan kesulitan, Sha. Maaf, ya?"

"Gak 'pa-pa, Kak. Ya, berkat kakak aku jadi tau banyak hal. Mulai dari kerjasama tim, kekompakan, komunikasi, dan keseriusan dalam melakukan sesuatu. Kalau bukan karena kakak, mungkin sampai akhir jabatan aku gak akan pernah tau arti dari sebuah 'pengurus OSIS' itu apa*."

"Maaf juga udah salah paham soal kamu sama Alvin."

Alvin membulatkan matanya saat namanya disebut, "Sialan lo, Lih. Malah bawa-bawa gue!"

"Sha,"

"Aku pingin lindungi kamu dimasa depan, aku pingin jadi seseorang yang kamu andalkan, dan aku pingin jadi orang yang berhak cemburu kalau kamu deket sama orang lain."

"Jadi pacar aku, ya?"

Alvin menjauhkan badannya dari pohon. Ia lalu menatap Nasha dan Galih yang kini saling pandang. Ia tersenyum kecut. Harusnya ia tidak datang ke sini. Harusnya ia membiarkan Nasha dan Galih berduaan. Siapa dia sampai-sampai ia mengganggu momen ini.

"Kak? Serius?"

Alvin melangkahkan kakinya kembali ke tempat motornya disimpan. Ia tidak boleh mendengar hal itu lebih jauh. Mereka perlu privasi. Apalagi dari orang seperti Alvin, bukan siapa-siapa.

°°°

Alvin berjalan gontai mengitari sekolah. Kejadian kemarin malam membuat mood-nya hilang. Program kerja kemarin adalah program kerja terakhir dari angkatan Rival. Sudah bisa dipastikan bahwa akan ada kumpul lagi hanyalah sidang pemecatan anggota tidak aktif, dan presentasi laporan pertanggung jawaban oleh inti OSIS. Setelah itu, akan ada pelantikan OSIS baru. Dan dengan begitu, tidak ada lagi alasan untuk Alvin dekat dengan Nasha.

Alvin menendang batu-batu kecil di sekitarnya. Lapangan hari ini sangat sepi, maka dari itu ia bisa bebas menendang apa saja yang ada di sana. Tidak akan ada yang protes juga.

VACILANTE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang