Seluruh siswa kelas Nasha kini sedang sibuk kesana-kemari. Bukan sibuk mengerjakan tugas, namun sedang sibuk mencari hal yang bisa mereka kerjakan untuk mengisi kekosongan kelas. Ada yang mengambil gitarnya lalu bernyanyi di belakang kelas, ada yang kumpul bersama teman-temannya, ada yang sedang sibuk bercanda bersama pacarnya, dan ada juga yang memilih kegiatan seperti Nasha, yakni tidur.
Karena jam kosong, kelas menjadi sangat ramai. Tetapi hal itu bukan menjadi penghalang Nasha untuk tidur nyenyak. Entahlah apa yang dipikirkan Nasha sekarang. Ia hanya ingin tidur dan tidak mau bertemu dengan teman-temannya. Ia juga tidak mau berbicara dengan teman-temannya karena dia masih sangat malu.
Fiona mencoba menggoyangkan tubuh Nasha untuk membangunkan Nasha. Usaha itu Fiona lakukan beberapa kali. Namun, tampaknya Nasha sengaja untuk tidak bangun.
"Kita tinggalin lagi aja gitu, Fi?"
Fiona menggeleng, "Jangan. Dia juga perlu liat pengumumannya."
"Gue gak tau isi pengumumannya apa, tapi kalau ternyata gak ada nama dia bukannya buat dia makin drop?"
Fiona diam. Ia sedang berpikir apa yang terbaik yang harus ia lakukan. Disatu sisi, Fiona yakin kalau mengetahui hasilnya oleh mata kepala sendiri akan lebih baik ketimbang mengetahuinya dari orang lain. Namun disisi lain, ia tidak akan tau bagaimana sedihnya Nasha saat ia mengetahui kalau hasilnya buruk.
"Aduh! Gue bingung."
"Fiona, Calista!" panggil seseorang dari ambang pintu.
Fiona dan Calista menoleh bersamaan. Beberapa detik selanjutnya mereka mulai melangkahkan kedua kakinya untuk mendekati seseorang tersebut.
"Nasha mana?" tanya Liana.
Fiona menoleh ke tempat dimana Nasha sedang tidur, "Dia tidur, Li."
"Bangunin, Fi. Tadi gue liat pengumumannya udah ada."
"Kita udah coba bangunin, Li. Tapi kayanya Nasha emang gak berniat bangun."
Liana mengernyit, "Kok, gitu?"
"Lo lupa kejadian sabtu kemarin?" balas Fiona mencoba tenang karena Liana yang tidak mudah peka.
Liana mengangguk paham. Mereka kini saling diam karena bingung apa yang harus mereka lakukan. Liana yang tadinya bersemangat untuk melihat hasilnya bersama, sepertinya harus mengurungkan niatnya. Ia tidak ingin melihat Nasha kembali bersedih. Ia juga merasa bersalah karena menekan Nasha untuk lebih menonjol ketimbang dirinya.
"Kalau gitu, kita liat duluan aja, gimana?" saran Liana setelah berpikir beberapa menit.
Fiona dan Calista mengangguk setuju. Tanpa basa-basi lagi mereka menuju koridor tempat mading dipajang. Jarak dari kelas Nasha menuju mading tidak terlalu jauh. Dan mereka bertiga mendapatkan Alvin yang sedang serius membaca pengumuman.
"Vin, lo udah daritadi?" sapa Liana membuat Alvin menoleh.
"Gak juga."
"Pengumumannya gimana, Vin? Bagus?" tanya Calista ragu.
Alvin kini masih sibuk menggerakkan matanya ke bawah, mencari nama seseorang di daftar nama yang lolos seleksi OSIS. Beberapa detik kemudian ia menoleh pada ketiga temannya sambil tersenyum tipis.
"Nasha mana?"
"Dia tidur, Vin. Tadi gue coba bangunin, tapi dia mungkin pura-pura tidur biar gak liat pengumuman. Lagian kalau hasilnya buruk kasian juga," jawab Fiona.
Alvin mengangguk paham, "Gue, dan kalian semua lolos."
Mereka mengangguk bersamaan. Alvin tidak menyebutkan nama Nasha, bukankah sudah jelas bahwa ini kabar buruk bagi Nasha? Mereka sebagai teman-teman seperjuangan Nasha ikut merasakan sedih. Ingin sekali mereka berteriak karena senang akhirnya bisa sampai ke tahap terakhir. Tetapi, jika mereka berteriak terlalu senang, apa yang akan dirasakan oleh Nasha?
KAMU SEDANG MEMBACA
VACILANTE
Teen FictionKatanya, menjadi pengurus OSIS akan selalu dituntut untuk menjadi sempurna. Bersikap tegas, bisa membagi waktu dengan baik, dan berpikir dengan cepat. Namun, Nasha-seseorang yang tidak mempunyai satupun sifat diatas-mampu membuktikan bahwa dirinya b...