Sekolah kini begitu ramai. Hiasan yang terbuat dari kertas kini tergantung menghiasi lapangan dengan tali yang diikat dari pohon ke pohon. Tenda besar dengan dekorasi kain kilap berwarna merah dan biru sudah berdiri dengan cantiknya. Beberapa kursi juga sudah ditata sedemikian rupa agar tampak rapi.
Para siswa berlalu-lalang dengan pakaian batik bebasnya. Senang karena hari ini pembelajaran tidak akan efektif. Rival dan para inti yang lain sudah meminta izin kepada sekolah untuk satu hari penuh tidak diadakan kegiatan belajar mengajar. Hari ini adalah hari yang menegangkan, khususnya untuk Alvin.
Hari-hari sebelumnya merupakan hari yang melelahkan sekaligus menyenangkan. Suka dan duka dilewati bersama. Pulang malam, menyusun program kerja beserta visi dan misinya, membagikan pamflet kepada seluruh siswa agar memilih Alvin menjadi ketua OSIS, dan banyak hal lainnya. Namun hari ini, tidak ada yang tau akan berakhir bahagia atau sedih. Yang pasti, Alvin berharap mendapatkan hasil yang terbaik.
Nasha, Fiona, Calista, Liana, dan Angel berdiri di dekat tenda. Memperhatikan Alvin yang tampak gugup dengan Reyhan yang duduk di sampingnya sebagai wakilnya. Di samping mereka terdapat Amanda yang memutuskan mencalonkan diri menjadi wakil ketua OSIS dengan Devan sebagai pasangannya. Tentu, hal itu membuat persaingan semakin sulit. Devan yang terkenal, dan dulunya pernah menjadi ketua OSIS, berpasangan dengan Amanda yang tak kalah terkenal.
Alvin menoleh menatap teman-temannya yang sedang tersenyum padanya. Ia lalu bangkit dan melangkahkan kakinya mendekati kelima teman-temannya.
Nasha tersenyum, "Lo gugup, Vin?" tanyanya.
Alvin mengangguk lemah. Cahaya matahari yang terik membuat wajahnya mengernyit. Entah memang karena cahaya matahari, atau karena rasa tidak percaya diri.
"Kata Rival nanti setelah acara selesai satu tim sukses ikut penghitungan suara."
Nasha dan teman-temannya saling tatap, "Disini yang tim sukses gue doang, ya?" tanya Nasha memastikan, mereka mengangguk sebagai jawaban.
"Lo boleh ninggalin kursi lo, Vin?" tanya Fiona.
"Bosen gue diem mulu disana. Udah panas, ditambah liat saingan, makin aja panas."
"Terus, lo mau kemana sekarang?" tanya Liana.
Alvin menggeleng, "Gak, tau."
"Ya udah, kita foto-foto aja dulu," ajak Angel.
Alvin yang sudah malas, makin menatap malas pada Angel. Entah mengapa, mood-nya hari ini sangat buruk. Ia sedang malas berbicara, apalagi berfoto. Mungkin karena rasa tidak percaya diri sekaligus gugup yang sedari pagi menghantuinya. Ia perlu dihibur, bukan foto-foto.
Ia lalu memegang lengan Nasha membuat Nasha membulatkan matanya dan menatap Alvin penuh tanya. "Kalian aja yang foto-foto, gue lagi males."
"Ya, lo males apa sambungannya sama megang tangan gue, Vin?"
"Ayo, ke kantin. Gue laper. Kalian jangan ikut!"
Liana, Fiona, Calista, dan Angel mengernyit bersamaan sembari memperhatikan Alvin yang menarik Nasha pergi. Mereka saling tatap, bingung dengan sikap Alvin.
"Padahal gue juga laper," keluh Calista.
"Kantin kan bukan punya dia. Ngapain pake larang-larang kita coba!" tambah Angel.
Fiona menggeleng, "Apa cuma gue yang paham disini?"
"Gue paham, kok," balas Liana. Ia lalu menoleh sambil tersenyum penuh arti pada Fiona, "Kita satu pemikiran, kan?"
°°°
Nasha kini masih diam, menatap Alvin yang masih menunduk. Sudah beberapa menit mereka berada di kantin namun Alvin tak kunjung mengajaknya berbicara. Nasha 'pun bingung harus melakukan apa. Takut kalau Alvin sedang sensitif dan nantinya Nasha malah membuat mood Alvin semakin rusak.
KAMU SEDANG MEMBACA
VACILANTE
Teen FictionKatanya, menjadi pengurus OSIS akan selalu dituntut untuk menjadi sempurna. Bersikap tegas, bisa membagi waktu dengan baik, dan berpikir dengan cepat. Namun, Nasha-seseorang yang tidak mempunyai satupun sifat diatas-mampu membuktikan bahwa dirinya b...