Kini pagi telah dimulai. Pagi yang cerah di sabtu yang indah. Sabtu merupakan akhir pekan yang indah, tidak seperti hari minggu yang akan padat karena banyaknya pasar di jalanan. Namun sayangnya, hari ini tidak bisa dinikmati dengan baik oleh Nasha dan kawan-kawannya. Terbukti dengan mereka yang kini sudah duduk manis di salah satu ruang kelas.
"Nanti akan dipanggil lima orang di setiap sesinya. Saya titip, lakukan yang terbaik karena interview kali ini akan dijadikan dasar utama pemilihan OSIS dan MPK selanjutnya. Bicarakan apa yang perlu dibicarakan, dan jangan lupa etikanya dipakai, ya?"
Galih berdiri di depan kelas sembari membawa sebuah map berisi daftar nama peserta beserta sesinya. Ia sengaja menggantikan Tasya untuk berbicara memulai kegiatan, karena ia ingin bertemu dan menyemangati Nasha. Namun sampai akhir, ia tetap tidak bisa menyemangati Nasha karena takut semua orang akan berpikir yang tidak-tidak. Bukan tentang dirinya, melainkan tentang Nasha. Siapa sangka, mungkin akan ada orang yang bilang bahwa Nasha akan lolos seleksi lewat jalur orang dalam.
"Sesi pertama terdiri dari, Dimas, Nadia, Rizka, Rizky, dan Zahra. Sisanya, tetap menunggu sampai nama dipanggil."
Nama-nama yang dipanggil tersebut berbaris rapi di depan kelas dan mengikuti kemana Galih pergi. Suasana tegang yang sedari tadi menghiasi ruangan tiba-tiba hilang begitu saja. Yang tadinya duduk tegak, kini mulai melemaskan punggungnya. Yang tadinya diam seribu bahasa, kini menoleh pada teman-temannya untuk mengobrol.
"Gue takut banget dapet sesi terakhir," ucap Fiona sambil meregangkan tubuhnya.
Nasha yang duduk bersama Fiona hanya menoleh menatap Fiona, "Sama aja di wawancara, kok!"
"Beda, Sha. Semakin lama gue nunggu semakin ngantuk. Apalagi tadi malem gue habis maraton drakor."
"Kalau gue lebih takut kita satu sesi," tambah Liana sambil duduk di dekat Nasha.
"Kok, takut?" tanya Calista yang duduk di atas meja dekat Fiona.
"Kalau kita satu sesi, kita akan berlomba-lomba untuk menjawab paling cepat. Kalau kayak gitu, nanti akan ada yang menonjol salah satu. Kalau salah satu yang menonjol, mungkin kita gak akan terpilih semua, melainkan salah satu."
"Omongan lo udah kayak silogisme aja!" balas Calista.
Liana hanya terkekeh pelan. Detik berikutnya ia mendekatkan diri pada teman-temannya itu, "Kalian tau Amanda?" bisiknya.
Mereka semua mengangguk, "Siapa yang gak akan tau dia, Li? Dia, kan, udah terkenal sejak MOS," jawab Angel.
"Amanda temen sekelasnya Alvin, kan?" tanya Nasha memastikan.
Liana mengangguk membenarkan, "Gue denger, dia nyalonin juga jadi ketua OSIS."
"Gue udah gak aneh sih dia nyalonin," balas Fiona sambil menjauhkan diri dan menyandar di kursi.
"Bukannya bagus, ya, kalau dia nyalonin?" tanya Nasha tidak mengerti.
"Bagus apanya, Sha? Kesempatan Alvin buat menang jadi semakin kecil," jawab Calista.
Liana mengangguk setuju, "Kalau dia mencalonkan diri sebagai wakil ketua OSIS, gue setuju. Tapi, dia mencalonkan diri sebagai ketua OSIS, Sha."
"Ya, kita bujuk aja dia buat jadi wakil ketua OSIS dan berpasangan dengan Alvin. Gue yakin dia mau, kok. Secara Alvin dan Amanda kan temen sekelas."
"WEY! NGOMONGIN GUE, YA!" ucap Alvin tiba-tiba sambil menggebrak meja yang berada diantara mereka semua, membuat mereka semua mengerjap karena terkejut.
Nasha bangkit dari duduknya, "ASTAGA, ALVIN! LO BISA, KAN, DATENG BAIK-BAIK GAK USAH SAMBIL PUKUL-PUKUL MEJA!" suara Nasha tak kalah keras dari Alvin sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
VACILANTE
Teen FictionKatanya, menjadi pengurus OSIS akan selalu dituntut untuk menjadi sempurna. Bersikap tegas, bisa membagi waktu dengan baik, dan berpikir dengan cepat. Namun, Nasha-seseorang yang tidak mempunyai satupun sifat diatas-mampu membuktikan bahwa dirinya b...