07 - Day Min One

21 5 16
                                    

Suasana sekolah kini sangat riuh, padahal hari sudah menunjukkan pukul 16.00, waktunya para siswa untuk beristirahat di rumah. Namun, tidak untuk para pengurus OSIS. Mereka kini sudah berganti pakaian, dari yang semula memakai seragam, kini memakai kaos bebas dengan celana olahraga. Mereka akan pulang malam hari ini.

"Kanan dikit, Za! Gak lurus, tuh!" ucap Alvin. Tangannya kini sibuk menahan ujung tali rapia, sedangkan Reza kini sibuk meluruskan tali itu.

"Ini udah belum, Vin?" tanya Reza sambil mengira-ngira bahwa ujung tali yang dipegangnya lurus dengan ujung tali yang dipegang Alvin.

Alvin memfokuskan penglihatannya, ia lalu mengangguk, "Udah, Za. Lo paku dulu gih talinya, entar udah itu lemparin ke gue."

Reza mengangguk. Ia kemudian melihat kesana-kemari mencari palu dan paku. Namun ternyata, kedua benda itu berada cukup jauh darinya.

"Vin, kalo gue lepas nanti susah lagi lurusinnya."

Alvin yang sedikit bingung hanya menolehkan kepalanya kesana-kemari mencari benda yang sebelumnya dicari oleh Reza. Ia lalu mendesah frustasi. Kesal karena nanti ia harus memfokuskan matanya untuk melihat tali yang lurus atau tidak.

"Siapapun tolong ambilin paku sama palu!" teriaknya. Namun, apadaya. Semua orang kini tengah sibuk dengan urusannya masing-masing. Mau tidak mau ia harus melepaskan pegangan pada talinya dan beranjak mengambil palu dan paku.

"BIAR GUE AJA, VIN!" teriak Nasha dari kejauhan.

Alvin yang mendengar teriakan itu menoleh dan tersenyum sambil memperhatikan Nasha yang berlari ke arahnya sekarang. Rambutnya yang dikuncir tidak serapih sebelumnya. Pakaiannya juga terlihat acak-acakan. Wajahnya apalagi, sudah sangat berkeringat. Tetapi menurut Alvin, Nasha sangat cantik dengan tampilan seperti itu. Seperti lebih berkharisma, mungkin?

Nasha buru-buru mengambil paku dan palu, dan menyerahkannya pada Alvin. Alvin tersenyum dan langsung mengambil kedua benda itu dari tangan Nasha.

"Makasih, ya, Sha."

Nasha mengangguk, "Semangat, ya!"

Alvin mengangguk, "Pasti, dong! Apalagi di semangatin sama lo kaya gitu."

Nasha memutar bola matanya malas. Kadang, Alvin kalau bercanda suka kelewatan.

"Mading udah beres, Sha?" tanya Alvin. Kini ia sedang jongkok dan memalu paku di lapang rumput—tempat tadi ia memasang tali.

"Belum, Vin. Gue sama yang lain belum kepikiran idenya. Aduh, gue takut banget kita bakal pulang lebih malem gara-gara gue."

Alvin bangkit setelah memastikan tali yang ia pegang tadi sudah terikat di palu yang ditancapkan di lapang rumput. Ia lalu memberikan paku dan palunya pada Reza yang sedari tadi masih setia menunggunya. Selesai dengan itu, Alvin menghampiri Nasha yang sedang berkacak pinggang. Tatapan matanya sedang tidak fokus. Mungkin sedang memikirkan konsep mading yang bagus dan menarik.

Alvin merangkul Nasha, dan mengajaknya untuk pergi ke koridor—tempat mading di simpan.

"Biar gue bantu."

Alvin kemudian mengambil beberapa lembar koran, doubletip, dan beberapa kertas foil berwarna gold. Tak lupa dengan pensil, dan gunting. Ia tampak yakin dengan apa yang terbesit di pikirannya.

"Lo mau bikin apa, Vin?"

Alvin menoleh, "Bantu gue nyimpen madingnya di lantai sini."

Nasha mengangguk. Ia kemudian membantu Alvin mengangkat madingnya dan menyimpannya di lantai. Selesai dengan itu, Nasha dibuat bingung karena Alvin yang tiba-tiba membuka lipatan kertas koran satu-persatu.

VACILANTE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang