Suasana lapangan sekolah kini ramai dipenuhi para siswa yang mengikuti ekstrakurikuler. Ada yang sedang pemanasan sebelum berlatih basket, ada yang sudah mengeluarkan jurus yang dipelajarinya, dan ada juga yang berbaris rapi dengan satu komando di hadapannya. Sama halnya di lapangan, ruangan pun tak kalah ramai. Seperti ruang OSIS contohnya. Namun, di ruang OSIS tak seramai di lapangan, mereka kini sedang serius memperhatikan teman-temannya presentasi secara bergantian.
Sepertinya hari ini akan menjadi awal yang buruk untuk Nasha. Jika teman-temannya sudah duduk di posisinya masing-masing, berbeda dengan Nasha yang kini masih sibuk mencari kertas berisi standar operasional prosedur pengurus OSIS.
Setelah mengeluarkan semua barangnya dari tas beberapa kali, akhirnya ia menemukan kertas berwarna putih itu. Ia langsung melipatnya dan menyelipkannya pada buku OSIS-nya. Setelahnya, ia langsung keluar dari kelasnya dan berlari menuju ruang OSIS yang cukup jauh itu.
Angin kencang yang berhembus di sore hari seperti ini rasanya sangat segar. Apalagi jika ditemani dengan jajanan kantin, baso tahu misalnya. Tetapi, keinginan itu harus ditunda karena tanggungjawab untuk kumpul lebih besar ketimbang keinginan makan baso tahu.
Suasana lapangan yang ramai ini membuat Nasha tidak fokus. Ia tidak suka keramaian yang berlebihan karena ia memiliki beberapa masalah di telinganya. Saat ia melewati lapangan basket, ia tidak sengaja menabrak salah satu pemain basket yang sedang bermain, membuat keseimbangannya terganggu, dan berakhir tidak bisa menahan diri.
"Aw!" pekiknya.
Karena suara itu, semua anggota basket memandang ke arahnya. Kini ia sadar, hal yang paling menyakitkan adalah menahan rasa malu ketimbang menahan rasa sakit.
"Lo gak 'pa-pa?"
Nasha menoleh mendapati seorang cowok berbadan tinggi dengan kaus basketnya. Ia mengernyit karena ia tidak mengenali wajah cowok itu. Tangan cowok itu tiba-tiba terulur, membuat Nasha mau tidak mau membalas uluran itu. Detik selanjutnya, Nasha dibantu untuk berdiri.
"Lo gak 'pa-pa?" tanyanya lagi.
Nasha menggeleng pelan, "Lutut gue sakit, tapi gak 'pa-pa. Sorry ya, gue gak sengaja nabrak lo tadi."
Cowok itu menggeleng pelan, "Gak pa-pa, kok. Harusnya gue yang minta maaf karena gak liat lo tadi."
Nasha tersenyum canggung. Rasa sakit di lututnya membuat ia harus beberapa kali memejamkan matanya karena menahan rasa sakit. Namun, ia tiba-tiba teringat. Ini bukan waktunya untuk berbasa-basi. Ia harus menghadiri rapat OSIS sekarang juga. Jika tidak, mungkin Devan akan bersekongkol dengan Rangga untuk memarahinya.
"Kalau gitu gue duluan, ya?" pamit Nasha dibarengi senyum manis.
Cowok itu mengangguk, "Semangat ya kumpul OSIS-nya!"
Nasha tersenyum canggung, ia bingung mengapa laki-laki di hadapannya tau bahwa ia seorang pengurus OSIS. Setelahnya ia mencoba menggerakkan kakinya meski terasa perih. Meski berjalan tertatih-tatih, Nasha tetap mencoba untuk mempercepat langkahnya untuk sampai di ruang OSIS.
Tok tok tok
Nasha menghela nafasnya sebelum masuk. Sejujurnya ia tidak ingin masuk karena merasa malu datang terlambat. Tetapi, lebih baik menghadapi rasa malu itu kan ketimbang menghindarinya? Apalagi Nasha yang sudah diberi tanggungjawab sebagai sekretaris.
Perlahan, Nasha membuka pintu menimbulkan decitan yang membuat semua orang menoleh ke arahnya. Nasha hanya tersenyum kecil, dan berjalan sedikit cepat untuk duduk di tempatnya, di dekat Alvin.
Alvin yang melihat Nasha berjalan tertatih seperti itu mengernyit, ia menoleh pada Nasha dan meminta Nasha untuk menjelaskan apa yang terjadi. Tetapi, Nasha malas untuk itu. Ia memilih untuk memalingkan wajahnya dan tidak menggubris Alvin.
KAMU SEDANG MEMBACA
VACILANTE
Teen FictionKatanya, menjadi pengurus OSIS akan selalu dituntut untuk menjadi sempurna. Bersikap tegas, bisa membagi waktu dengan baik, dan berpikir dengan cepat. Namun, Nasha-seseorang yang tidak mempunyai satupun sifat diatas-mampu membuktikan bahwa dirinya b...