29 - Program Pertama

12 4 0
                                    

Hari ini hari yang indah. Sinar mentari begitu terik, namun angin tetap berhembus membuat tubuh tetap sejuk. Semua siswa kini telah berbaris di lapangan, menunggu acara program pertama OSIS yang baru, terlaksana. Sumpah Pemuda.

Berbeda dari upacara yang lainnya, hari ini semua siswa memakai pakaian adat kesukaan ataupun kebanggaannya. Dengan begitu, dapat dilihat bahwa warga SMA Genmi bukan hanya dari satu daerah, melainkan dari banyak daerah.

Seperti program-program OSIS yang lainnya, program hari ini pun akan dimulai dengan opening ceremony. Semua siswa telah mendengar rumor yang beredar, katanya OSIS bekerja sama dengan salah satu eksktrakurikuler seni untuk menampilkan sebuah parade.

"Acaranya ngaret, gak?" tanya Devan membuat Nasha yang sedari tadi sibuk membaca susunan acara menoleh.

"Ngaret 5 menit, tapi gak 'pa-pa. Katanya, penampilannya gak akan lama."

Devan mengangguk. Lantas ia kembali memperhatikan ekstrakurikuler seni yang sedang menampilkan parade bertemakan hari Sumpah Pemuda. Dapat Devan lihat bahwa semua siswa begitu antusias. Ia juga bisa melihat tidak satupun siswa yang tidak memakai pakaian adat.

Alvin menghampiri Nasha yang sekarang matanya tak lepas dari pandangan di hadapannya. Ia memberikan Nasha sebotol minum air putih, "Sha, minum dulu."

Nasha tersenyum, ia pun menyimpan susunan acara yang ia bawa sebelumnya di meja di dekatnya, "Makasih, Vin."

Baru saja Nasha hendak mengambil sebotol minuman itu, Alvin menarik tangannya kembali membuat Nasha mengernyit. Beberapa detik setelahnya ia tertawa pelan. Kebiasaan Alvin membukakan tutup botol minuman untuk dirinya.

"Lo harus hemat tenaga, Sha."

Nasha tertawa sembari menggeleng pelan, "Ada-ada aja lo, Vin." Nasha mengambil air minum yang diberikan Alvin, ia meneguknya sebentar dan kembali menatap Alv  ,in yang masih setia menatapnya sembari tersenyum, "Lo juga udah minum, Vin?"

Alvin mengangguk pelan, "Udah tadi sebelum kesini."

Riuh tepuk tangan seketika memenuhi lapangan membuat Nasha dan Alvin menoleh. Devan pun tersenyum sembari menepuk tangannya, puas dengan hasil karya ekstrakurikuler yang ia percaya.

"Devan!" teriak seseorang dari ujung koridor.

Devan yang terkejut langsung menoleh, tak lupa dengan Nasha dan Alvin yang sedang berada di dekatnya.

"Liana,"_z balas Devan. Senyum yang sedari tadi merekah tiba-tiba menghilang karena melihat raut wajah Liana yang berbeda.

"Ada masalah."

Alvin menghela nafasnya, "Sekarang apalagi, Li?"

Devan yang tak mengerti hanya menoleh kebingungan pada Alvin.

"Sekarang bukan gue, tapi juri."

Nasha mengernyit tidak mengerti, "Juri? Maksud lo guru-guru?"

Liana mengangguk membenarkan, "Tadi Bu Lili bilang kalau KBM harus tetap terlaksana. Sedangkan untuk lomba-lombanya diseling-selingkan aja."

"Maksudnya?" tanya Devan tak mengerti.

"Jadi yang ikut lomba, dapet dispensasi. Sedangkan yang gak ikut lomba, harus tetap di kelas dan ikut KBM."

Nasha, Alvin, dan Devan menghela nafasnya bersamaan. Detik berikutnya mereka saling tatap, bingung dengan apa yang harus dilakukan. Masalah lagi-lagi selalu muncul di saat yang tidak tepat. Padahal, tidak satupun yang menginginkan, namun masalah datang tanpa diundang.

"Pertama, kita umumkan dulu pada seluruh siswa untuk masuk ke dalam kelasnya masing-masing. Setelah itu, pengurus OSIS kumpul di ruang OSIS," perintah Devan dan dijawab anggukan oleh ketiga temannya. Devan lalu menoleh menatap Liana yang masih menetralkan nafasnya, "Li, urus surat dispensasi."

VACILANTE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang