24 - Reason

7 3 0
                                    

"Aku minta maaf."

Langkah Nasha terhenti saat mendengar suara yang dikenalnya. Ia memutar badannya, mendapatkan Galih yang sedang bersandar di tembok koridor. Detik berikutnya Galih menegakkan tubuhnya, berdiri dan menatap Nasha dengan sendu. Tatapannya begitu dalam hingga membuat Nasha yakin bahwa Galih sedang serius dengan perkataannya.

Galih melangkahkan kakinya, mendekati Nasha yang masih diam tak berkutik. Tatapan Nasha juga masih setia pada kedua bola mata berwarna coklat yang teduh itu. Hatinya juga sakit melihat Galih yang tidak seperti biasanya. Ia juga sedih saat mengingat perkataan Galih yang ternyata benar-benar serius dengan perasaannya.

"Aku minta maaf, Sha."

"Buat apa, Kak?"

"Kejadian tempo hari."

Nasha mengangguk kecil. Ia mengulum bibirnya dan menunduk. Ia juga bingung harus membalas apa perkataan Galih.

"Kak Galih gak salah."

Galih menggeleng. Ia lalu meraih lengan Nasha membuat pemilik lengan menoleh menatap Galih, "Harusnya aku lebih ngerti dan gak ngomong sembarangan. Maaf, Sha."

"Itu semua emang salah aku. Kak Galih bener. Kalau aku gak bisa tahan orang berbicara buruk tentang aku, harusnya aku lebih jaga sikap. Dan harusnya aku lebih berterimakasih karena Kak Galih udah bantu aku lolos."

Galih menghela nafasnya, "Aku cuma lagi emosi aja waktu itu."

Nasha mengangguk pelan. Ia kemudian mencoba melepaskan tangan Galih dari tangannya. Ia mencoba selembut mungkin, takut akan menyakiti hati Galih lagi.

"Aku mau ketemu sama temen-temen aku dulu, Kak."

Galih mengangguk mempersilahkan. Lantas, Nasha kembali melangkahkan kakinya meninggalkan Galih yang sedang menatap punggungnya. Ingin sekali Galih menghentikan Nasha, meminta Nasha untuk tetap tinggal. Ingin sekali ia menghabiskan hari ini dengan canda tawa bersama Nasha. Tetapi, hal yang tidak mungkin itu semakin mustahil karena kesalahannya.

Di wajah Nasha kini mengulas sebuah senyuman saat ia melihat teman-temannya sedang berkumpul di lapang basket. Ia harus menjaga mulutnya agar informasi yang ia ketahui tidak bocor sebelum waktunya. Ia juga harus berpura-pura senang, padahal ia sangat sedih karena pertemuan sendu dengan Galih tadi.

"TEMEN-TEMEN!"

Alvin dan kelima temannya menoleh pada sumber suara yang terdengar begitu familiar. Wajah mereka mengulas senyuman saat tau siapa yang datang. Orang yang sedari tadi mereka tunggu akhirnya datang.

Nasha berlari menghampiri Alvin dan teman-temannya dengan wajah ceria, membuat Alvin menjadi lebih bersemangat, "Jangan lari-lari, Sha, nanti jatuh!"

"Ya ampun, Vin. Gue gak bisa pura-pura gini!"

"Lo dateng di waktu yang tepat banget, Sha. Ayo, kita makan dulu. Udah laper gue nunggu lo daritadi," ajak Calista.

Nasha menggeleng, "Kalian aja. Gue udah makan tadi."

Senyum yang sedari tadi terpancar di wajah Alvin tiba-tiba menghilang saat melihat wajah Nasha dari dekat. Nasha mungkin tersenyum sangat lebar, tetapi matanya begitu sendu. Apa mimpinya itu akan menjadi kenyataan?

"Lo juga, Vin. Lo belum makan, kan?"

Alvin menggeleng, "Belum."

"Ya udah, lo makan dulu, gih!"

"Lo juga ikut, Sha. Masa lo mau diem di tengah lapangan gini?" ucap Fiona.

"Ayolah, gue udah laper banget," keluh Calista.

VACILANTE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang