02 - Diskusi Pertama

45 7 8
                                    

Nasha mengikat rambutnya menjadi kuncir kuda, poni rambutnya ia kepinggirkan, dasi sekolahnya ia lepas, dan tangannya tidak bisa berhenti mengipas wajahnya yang kepanasan. Nasha kepanasan bukan karena ia dijemur di bawah terik matahari. Ia hanya merasa stres karena harus membuat konsep acara yang menarik seperti yang ditantang oleh Rival.

Nasha lebih memilih menyendiri di taman belakang sekolah, di bawah pohon beringin. Sedikit sejuk, namun tetap saja panas. Ia menyandarkan kepalanya di meja karena merasa tidak menemukan jalan keluar dari pemikirannya. Ia juga menjambak-jambak rambutnya karena merasa sangat bodoh.

“Ayolah, berpikir berpikir berpikir! Kenapa sulit sekali menemukan konsep acaranya!”

Tiba-tiba ada tangan yang menggenggam tangannya. Nasha terkejut dan secara refleks menepis tangan orang itu. Nasha bangun dan melihat seseorang yang tidak asing namun tidak begitu dekat dengan dirinya. Dia Alvin, salah satu pengurus yang aktif-tidak-aktif.

“Ngapain pegang-pegang tangan gue, Vin?”

Alvin tertawa pelan. Ia lalu duduk di samping Nasha sambil memberikan minuman botol, “Stres amat, lo. Santai aja kali.”

Nasha menatap Alvin dengan sinis, “Ya, lo bisa aja bilang gitu. Coba sini gantian, lo yang jadi ketua divisi acaranya.”

“Kalau gitu, lo mau jadi ketua pelaksananya?”

Nasha mengernyit tidak mengerti.

“Bukan lo doang kali yang disiksa sama si—Rival—sialan itu,” lanjut Alvin.

Nasha menahan tawanya, “Jadi lo disuruh jadi ketua pelaksana, Vin? Hahaha. Ya ampun, gue seneng banget lo kesiksa juga.”

Nasha tertawa sangat keras, bahkan air matanya mulai keluar. Ia sebenarnya tidak bermaksud untuk tertawa diatas penderitaan orang. Ia hanya senang karena ia tidak menderita sendirian. Setidaknya ia punya teman — untuk berdiskusi—yang sama-sama membenci Rival.

Nasha lalu menoleh mendapati Alvin yang sedang memandangnya datar. Nasha lalu diam dan tersenyum.

Sorry, gue cuma seneng karena gue gak kesiksa sendirian.”

Nasha mengambil minuman botol yang diberikan oleh Alvin tadi, “Thank you, ya!”

Galih hanya diam memandang tidak suka saat melihat Alvin tersenyum pada Nasha yang sedang meminum minumannya. Ia salah karena memberi saran pada Rival untuk menjadikan Alvin sebagai ketua pelaksana.

Kakinya tiba-tiba saja ingin melangkah maju saat melihat Alvin duduk begitu dekat dengan Nasha. Tangannya mengepal dan ingin sekali meninju Alvin yang berbuat macam-macam pada Nasha. Namun, citranya sebagai wakil ketua OSIS harus dijaga. Ia tidak boleh sembarang memukul Alvin di depan umum.

Alvin duduk dekat dengan Nasha yang sedang menulis urutan waktu. Alvin dengan serius membaca apa yang ditulis oleh Nasha.

“Jadi, Vin, gue sebenernya bisa nyusun waktunya dengan baik. Tapi buat konsep, kayak tema dan sebagainya, gue gak bisa. Gue boleh gak, sih, minta bantuan temen-temen yang lain?”

“Bo—” ucap Alvin terpotong.

“Nasha,” panggil Galih.

Nasha menoleh menatap Galih. Ia tersenyum kikuk karena kedapatan sedang bersama Alvin. Tapi, ia yakin ia tidak perlu merasa bersalah karena faktanya ia dan Alvin hanya membicarakan tentang acara.

“Gue mau bicara sesuatu sama lo, penting!”

Galih berjalan lebih dulu. Nasha lalu merapikan alat tulisnya dan tersenyum pada Alvin, “Gue duluan, ya, Vin. Entar disambung lagi.”

VACILANTE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang