"Nasha!"
Nasha tersenyum saat Fiona memanggilnya, begitu juga dengan Alvin. Raut wajah Fiona sangat khawatir membuat ia tampak lucu. Fiona langsung mendekati Nasha yang kini masih setia diam di punggung Alvin.
"Lo darimana aja, Sha? Kok, lo bisa tiba-tiba hilang, sih?"
"Jelasinnya nanti aja, ya? Nashanya biar gue bawa ke tenda dulu."
Fiona mengangguk setuju. Alvin kembali melangkahkan kakinya menuju tenda Nasha. Ia berjongkok dan Nasha turun dengan hati-hati. Kakinya masih sakit karena ia belum dapat pengobatan. Alvin lalu bergegas, mencari panitia yang bisa mengobati kaki terkilir.
"Nasha," panggil Liana membuat Nasha menoleh dan tersenyum mendapati teman-temannya yang menghampirinya, "Maafin gue, Sha. Gue ceroboh."
Nasha menggeleng, "Bukan salah lo, Liana. Guenya aja yang ceroboh, malah diem tapi gak manggil lo," jawabnya sambil terkekeh.
"Lo gak 'pa-pa, Sha?" tanya Fiona memastikan.
"Kakinya biru, tuh," balas Angel.
"Ya ampun, Nasha. Lo kenapa? Kaki lo kenapa bisa kayak gini, sih?" tanya Calista.
Nasha tertawa pelan. Melihat teman-temannya khawatir seperti ini membuatnya senang. Ternyata, mereka bukan hanya teman yang selalu ada di saat senang, melainkan ada di saat sedih pula.
"Minggir dulu kalian, kaki Nasha biar diobatin dulu!" ucap Alvin sambil menyuruh teman-temannya untuk berpindah tempat.
Nasha yang melihat itu membulatkan matanya, "Gak usah kasar, Alvin!"
Alvin hanya diam mendengar ucapan Nasha. Ia lalu mempersilahkan Pak Arif untuk mengobati Nasha. Katanya, Pak Arif ini spesialis pengobatan kaki terkilir, ia juga ahli dalam bidang urut-mengurut.
"Aw, Pak. Sakit," rintih Nasha saat kakinya diobati oleh Pak Arif.
Alvin duduk di samping Nasha, "Lo jangan nangis, Sha."
"Gimana gue gak nangis. Sakit banget, Alvin!"
Beberapa kali Pak Arif mengusap kaki Nasha. Pak Arif lalu membungkus beberapa es yang dibawanya tadi. Ia menyimpannya di atas kaki Nasha membuat Nasha meringis karena sakit sekaligus dingin.
"Tahan, Sha. Lo pasti bisa," ucap Alvin dan Nasha hanya diam karena sibuk menahan rasa dingin dari es.
Setelah beberapa menit, Pak Arif kembali menyimpan esnya dan mengambil perban elastis. Ia lalu membelit perban pada pergelangan kaki Nasha untuk mencegah pembengkakan.
Pak Arif tertawa pelan melihat Nasha yang menangis, "Udah, udah selesai."
"Makasih, Pak," ucap Alvin dan mempersilahkan Pak Arif untuk kembali ke tenda guru.
"UNTUK SELURUH PESERTA, KUMPUL DI LAPANGAN SEKARANG!"
Fiona, Calista, Liana, dan Angel saling tatap saat mendengar pengumuman itu. Pasalnya, Nasha baru saja mendapat pengobatan pada kakinya. Rasanya pasti masih sangat sakit. Mereka juga tidak mungkin memaksa Nasha untuk ikut ke lapangan. Tetapi, mereka juga tidak mungkin meninggalkan Nasha sendirian.
"Kalian ke lapangan aja, gue gak 'pa-pa, kok."
"Gak 'pa-pa gimana, Sha? Kalo lo diculik gimana?" sanggah Fiona.
Nasha tertawa pelan, "Kalian kan bisa liat gue dari lapangan," ucap Nasha. Ia lalu mengangkat salah satu tangannya dan menunjuk ke arah lapangan, "Tuh, liat. Gue masih bisa denger kok apa yang ada di lapangan."
"Lo yakin, Sha? Perlu gue gendong lagi ga?"
Nasha menggeleng, "Lo juga harus ke sana. Kalo lo gendong gue lagi, entar punggung lo bermasalah," jawabnya sambil tertawa pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
VACILANTE
Teen FictionKatanya, menjadi pengurus OSIS akan selalu dituntut untuk menjadi sempurna. Bersikap tegas, bisa membagi waktu dengan baik, dan berpikir dengan cepat. Namun, Nasha-seseorang yang tidak mempunyai satupun sifat diatas-mampu membuktikan bahwa dirinya b...