14 - Diskusi Kedua

14 4 2
                                    

Nasha kini duduk di kursinya. Tangannya ia lipat dan disimpannya di atas meja. Kepalanya ia sandarkan pada tangannya itu dan matanya terpejam. Sinar matahari yang menyilau dari jendela membuat tidurnya terusik, namun tidak membuatnya ingin bangun. Angin berhembus cukup kencang membuat rasa gerah yang sedari tadi dirasakannya hilang begitu saja.

"Sha," panggil Revi—teman sebangku Nasha—sambil menggoyangkan tubuh Nasha. Tidak ada jawaban dari Nasha, ia masih sibuk dengan cerita indah alam bawah sadarnya.

"Nasha!" teriaknya membuat tubuh Nasha mengerjap.

Nasha membuka matanya yang langsung disambut oleh silaunya cahaya matahari. Ia lalu menoleh mendapati Revi yang sedang menatapnya kesal. Yang Nasha lakukan hanya tersenyum, dan menampilkan deretan giginya.

"Eh, Revi. Kenapa?"

"Lo lupa sekarang ulangan, Sha?"

Nasha menggeleng, "Gue inget makanya gue tidur sekarang. Kalau gue gak tidur, entar yang ada malah tidur pas ulangan. Bener, kan?"

"Lo kebo amat, Sha. Untung lo pinter!"

"Itu pujian atau hinaan?" tanya Nasha sambil memandang datar pada Revi.

Revi tertawa pelan, "Lo gak akan belajar dulu?"

Nasha menggeleng cepat, "Nanti aja, 15 menit sebelum ulangan."

"Gila lo, Sha! Gue yang SKS aja masih gak cukup apalagi ini yang 15 menit."

"Gue ngantuk, Vi. Kemarin gue kecapean tapi masih harus belajar. Ya udah, sekarang aja tidurnya," balas Nasha sambil kembali menyandarkan kepalanya di atas meja dan memejamkan kembali matanya. Ia harus menghilangkan rasa kantuknya dulu agar bisa fokus mengerjakan ulangannya nanti.

"NASHA!" teriak seseorang.

Nasha masih diam tidak bergeming. Sudah ia katakan tadi pada Revi bahwa ia tidak mau diganggu.

"NASHA!" teriaknya lagi.

"ARUMI NASHA ANDARA!"

Nasha bangun sambil mengacak rambutnya frustasi. Ia hanya ingin tidur mengapa teman-temannya tidak mengerti dengan selalu mengganggunya. Apa salah dirinya sampai ia tidak diizinkan untuk tidur.

"Apa?!" kesalnya pada Revi.

Revi mengernyit, "Bukan gue yang manggil, tuh, liat depan pintu. Pacar lo!"

Nasha menoleh dan mendapati Alvin disana. Sudah ia duga, yang memiliki sifat seperti itu hanya Alvin. Calista dan Fiona juga tidak akan tega membangunkan Nasha dengan cara seperti itu. Bahkan, sepanjang sejarahnya satu kelas bersama Calista dan Fiona, mereka berdua tidak pernah membangunkan Nasha.

Nasha bangkit dari duduknya menghampiri Alvin yang cengengesan karena penampilan Nasha yang begitu berantakan.

"Ada perlu apa tuan Alvin?!" tanya Nasha sarkas.

Alvin tertawa pelan, "Lo kebo amat," ucapnya sembari mengacak rambut Nasha.

Nasha menjauhkan lengan Alvin dari kepalanya, "Rambut gue udah acak-acakan gak usah lo bikin makin acak-acakan!"

"Iya-iya bawel. Lo gak liat handphone lo?"

Nasha mengernyit. Ia lalu merogoh handphone-nya yang berada di saku roknya. Dapat ia lihat tiga puluh panggilan tidak terjawab dari Alvin.

"Tiga puluh," gumamnya. Ia lalu menoleh menatap Alvin, "Lo ngapain telepon gue sebanyak itu, Vin?"

"Kita semua dipanggil Liana ke kantin. Katanya mau bahas sesuatu yang penting."

VACILANTE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang