18 - Persyaratan

7 3 1
                                    

"Gue gak boleh ikut camping temen-temen," ucap Angel dihadapan teman-temannya yang sekarang sedang kumpul rutin sepulang sekolah.

"Lo serius, ngel?" tanya Liana.

Angel mengangguk lemah membuat semua teman-temannya menghela nafas. Mereka bingung karena mereka sudah sepakat untuk berjuang bersama-sama, tetapi Angel tiba-tiba mengatakan tidak bisa ikut. Apakah harus mereka lepaskan, atau mereka perjuangkan.

"Gue juga gak boleh lanjut dikepengurusan OSIS."

Mereka makin frustasi dan mengusap wajah dengan kasar. Jika sudah menyangkut izin orang tua, siapa yang bisa menantang? Jawabannya, kuasa Tuhan.

"Tapi lo sebenernya mau lanjut atau engga, ngel?" tanya Nasha.

Angel mengangguk, "Awalnya gue ragu lanjut diseleksi ini, tapi setelah gue ketemu lo, Fiona, Calista, dan Alvin, gue yakin sama diri gue sendiri kalau gue mau lanjut di kepengurusan selanjutnya."

Mereka diam. Bingung sikap apa yang harus mereka tunjukan pada Angel. Meminta Angel untuk tetap mengikuti camping? Lalu bagaimana jika Angel mendapat masalah di rumahnya? Ataukah, melepas Angel begitu saja? Lalu bagaimana dengan keinginan Angel untuk tetap melanjutkan dikepengurusan OSIS? Sebenarnya, izin orang tua, atau keinginan yang lebih penting?

"Kalian berani ambil resiko ga?" tanya Liana tiba-tiba.

"Resiko apa?" tanya Fiona tidak mengerti.

"Persyaratan camping udah ada di tangan kita, dan batas kita ngumpulin semua persyaratannya nanti malem, kan?" ucap Liana. Mereka semua mengangguk membenarkan pernyataan Liana, "Gimana kalau kita bagi-bagi? Tapi dalam hal ini, biar Angel gak ikut."

"Tapi entar waktu Angel nya mau camping gimana? Kan, tetep harus keluar rumah," balas Calista.

Liana mengangguk. Ia menoleh pada Angel yang sedang cemberut memikirkan kelanjutan hidupnya, "Lo udah biasa nginep di rumah gue, kan? Lo bilang sama nyokap bokap lo buat nginep di rumah gue aja, gimana?"

Angel tiba-tiba saja tersenyum. Mengapa ia tidak kepikiran hal itu daritadi, "Tapi gak akan apa-apa, Li? Gue takut nyokap bokap gue datengin rumah lo karena gak percaya sama gue."

"Buat hal itu, kita pikirin nanti aja, oke?"

"Sekarang kita bagi-bagi tugas, takut keburu sore," titah Alvin.

Mereka semua mengangguk. Mereka langsung mendekatkan diri untuk berdiskusi. Fiona yang sebelumnya tidak suka pada Liana kini terlihat nyaman berdiskusi dan duduk dekat Liana. Calista yang sibuk memikirkan cara membagi dengan baik dan benar, Liana yang sibuk mencatat, Nasha yang sibuk mengangguk-angguk seolah setuju, dan Alvin yang sibuk tersenyum sambil tidak memikirkan apa-apa.

"Oke, gue rasa pembagiannya udah cukup," ucap Liana sambil meregangkan tubuhnya. Ia lalu melirik jam tangannya, "Udah jam 4, ayo kita bergerak."

"Gue bosen sama lo terus, Vin," ucap Nasha sambil berjalan meninggalkan Alvin yang kebingungan.

Alvin buru-buru menghampiri Nasha, "Emang lo kira gue mau sama lo terus?"

Nasha menghentikan langkahnya dan menatap Alvin tajam, "Lo kasar banget jadi cowo!"

Nasha kembali berjalan sembari menghentak-hentakkan kakinya karena kesal pada Alvin. Jika seorang cewe kesal, harusnya seorang cowo tidak membalas sekasar itu. Tidak, mungkin cowo lain tidak sekasar Alvin.

"Emang bener, ya, jadi cowo itu serba salah!"

°°°

"Pasien Angel," panggil salah satu perawat.

VACILANTE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang