32 - Absensi

16 2 0
                                    

Hari ini merupakan hari kelima semenjak Nasha menolak Alvin. Di hari ini pula, kumpul rutin OSIS dilaksanakan. Seperti biasanya, Nasha tidak bisa tidak datang terlambat. Jika waktu itu ia ketinggalan SOP pengurus, kini ia sibuk mencari absensi pengurus. Jika ia tidak menemukannya, mungkin Liana akan marah padanya.

Nasha mengeluarkan semua isi tasnya. Mulai dari lembaran setiap buku, sampai map-map yang ia bawa, ia sudah periksa. Namun, hasilnya tetap sama. Tidak ada.

"Barang yang gue pegang ilang mulu perasaan!" keluhnya sembari mengacak rambutnya frustasi.

"Lo gak akan ikut kumpul?" tanya seseorang di ambang pintu. Dia Alvin, seseorang yang beberapa hari ini memenuhi pikirannya.

"Bentar," jawab Nasha singkat sembari kembali mencari buku berisi nama-nama pengurus.

Alvin hanya memandang Nasha penuh kebingungan. Lantas, ia melangkahkan kakinya memasuki ruang kelas Nasha yang sudah rapi, sekaligus bersih.

"Yang piket di kelas lo rajin banget, ya? Sampai kelas jadi bersih gini."

Nasha menoleh pada Alvin sembari tersenyum, "Dan yang piket hari ini, gue," balasnya sembari menunjuk dirinya sendiri.

"Gak jadi deh gue mujinya."

Nasha menatap malas pada Alvin membuat Alvin tertawa karena gemas sendiri. Ia lalu kembali melakukan aktivitasnya yang sempat tertunda. Buku absensi itu harus ia dapatkan jika tidak ingin timbul masalah. Dengan kedatangannya yang terlambat saja sudah membuat masalah, apalagi jika ia datang tanpa membawa 'kewajiban' itu.

"Lo lagi nyari apa sih, Sha? Kebiasaan banget tiap mau kumpul pasti selalu aja ada yang dicari."

"Buku absensi, Vin," jawab Nasha tanpa sedikitpun mengalihkan perhatiannya.

"Perasaan tadi di ruang OSIS, Liana udah absen pengurus, deh."

Nasha tiba-tiba menghentikan aktivitasnya. Ia masih termenung, memikirkan apa yang baru saja Alvin bicarakan. Liana sudah mengabsensi pengurus? Bagaimana bisa? Apa ia mengabsensi tanpa buku absensi? Dan juga, apakah Liana lupa akan kesepakatan mereka berdua untuk membagi tugas?

Nasha menoleh menatap Alvin yang kini masih setia menatap Nasha, "Lo yakin, Vin? Kok, Liana yang absen?"

Alvin menggidikan bahunya, "Mana gue tau," jawabnya membuat Nasha menghela nafasnya frustasi, "Udah, ayo. Semakin telat, semakin Devan marah," ajaknya sembari menarik lengan Nasha.

Nasha hanya cemberut. Ia kesal namun bercampur tenang. Ia tenang karena buku absensi tidak hilang dan menimbulkan masalah, namun ia kesal, mengapa Liana tidak bilang apa-apa soal buku absensi itu.

Saat melewati lapangan basket, Alvin tiba-tiba saja merangkul Nasha, membuat Nasha menatapnya keheranan. "Lo ngapain, Vin? Kenapa pake ngerangkul gue segala?"

Alvin memperhatikan sekeliling, memastikan bahwa pemain basket tidak ada yang sedang berjalan atau berlari ke arah mereka berdua. "Gue gak mau ya lo jatuh lagi gara-gara tabrakan sama anak basket."

Nasha tertawa pelan sembari menggeleng tidak percaya, "Ada-ada aja lo, Vin."

Mereka kini sampai di depan pintu bertuliskan "Ruang OSIS". Alvin hendak membuka pintu, namun Nasha menahannya. Nasha selalu seperti ini, merasa gugup di depan pintu ruang OSIS. Padahal, ia sudah memegang jabatan, namun ia masih saja takut untuk melangkahkan kakinya tanpa perasaan gugup. Mungkin, trauma karena Rival.

"Kenapa, Sha?" tanya Alvin setelah beberapa menit memperhatikan Nasha yang menghembuskan nafasnya berkali-kali.

"Gue nanti bilang apa, ya, ke Devan? Konyol banget kalau gue bilang gue telat karena nyari buku absensi, tapi ternyata bukunya ada di Liana."

VACILANTE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang