Bab 6

754 106 15
                                    

Jihyo

Aku membuka mata dan melihat hanya ada Bangchan sendirian di sini bersamaku. Oh, Tuhan... apa yang terjadi? Ia menyeringai ke arahku. Aku terkesiap dan sedikit duduk lebih tegak, aku langsung waspada.

"Apa yang terjadi?" gumamku.

Ia duduk di kursi. "Sana pergi mengambil dompetmu," ia menjelaskan.

"Aku benar-benar tidak sabar ingin mereka berdua pergi dari sini. Aku harus tahu-apa kau sudah membuat Jungkook menderita?" Aku terkejut dan melihat ke arahnya, aku tidak percaya ini.

"Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan," ucapku marah. Sana dan mulut besarnya. Sial. Aku seharusnya tahu itu.

"Ayolah, Hyo. Kau tidak perlu berbohong."

"Apa saja yang sudah dikatakan Sana padamu?"

"Jungkook membuat taruhan untuk menidurimu dan kau tahu semua itu."

Oh, Tuhan! Sebenarnya Sana berada di pihak mana? Sana kembali masuk ke ruangan tepat pada waktunya. Aku tidak sabar untuk mengutuknya. Ia tiba-tiba berhenti berjalan.

"Apa?" tanyanya bingung, tangannya memegang dompetku. Sana bolak-balik menatapku dan Bangchan. "Apa yang sedang terjadi?"

"Aku tidak tahu. Bagaimana kalau kau saja yang memberitahuku, Sana," cibirku.

Matanya melebar. "Kau mengatakan sesuatu!?" ia berteriak pada Bangchan. Bangchan mengangkat kedua tangannya untuk membela diri.

"Hei, hei! Jangan libatkan aku."

"Brengsek kau, Chan! Sudah kubilang, jangan katakan apapun padanya!"

"Kenapa kau memberitahunya, Sana?" aku merengek. "Sekarang semuanya hancur."

"Apa?" Bangchan tampak bingung. "Tidak ada yang hancur. Apa kau tidak mengerti?" Ia menatapku tak percaya.

"Aku bisa membantumu."

Aku mendengus. "Kau berteman dengan Jungkook. Kenapa kau ingin membantuku?"

"Karena aku juga berteman dengan Sana. Dan setiap teman Sana adalah temanku." Bangchan membungkus lengan pucatnya di pinggang Sana dan menariknya merapat.

Aku memutar mataku saat mendengar istilah "teman" dari ucapan Bangchan. "Lagi pula, Jungkook benar-benar membuatku frustasi dengan kelakuannya. Dia harus diberi satu atau dua pelajaran sekaligus. Dan aku tahu tentang taruhan itu dan... itu sangat tidak keren."

Apa pria ini serius? Aku agak menyukainya sekarang. Aku sangat tertarik dengan arah pembicaraan ini.

Sebelum aku bisa menjawab, dr. Jin kembali berjalan masuk, ia memegang sebuah folder tipis. Itu pasti dataku. Sial. Ia membukanya saat berdiri di depanku.

"Baiklah, Nona Park," ia mulai berbicara, "Aku punya kabar baik. Pergelangan tanganmu tidak patah, kemungkinan besar hanya terkilir. Aku akan membebatnya dan kau harus mengompresnya dengan air es sampai bengkaknya hilang. Kau perlu menggerak-gerakkannya sesering mungkin dan beristirahatlah setidaknya dua minggu. Apa sudah jelas?" Aku mengangguk.

"Kau harus membungkusnya sebelum kau mandi, aku sarankan kau meminta bantuan orang lain untuk membungkusnya. Tapi, jangan biarkan mereka membungkus terlalu erat agar sirkulasi darahmu tidak terganggu."

Ya ya.. aku tahu semua prosedur itu. Ini bukan yang pertama buatku, dan sepertinya dr. Jin mengetahui itu. Kurasa pidato kecilnya hanya sebagai standar dan formalitas... agar aku tidak bisa menuntutnya ketika tanganku membusuk karena tidak ada sirkulasi darah berjalan saat seseorang membungkus tanganku terlalu erat.

A Betting Man ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang