Bab 15

700 99 9
                                    

Jihyo

Sepertinya kepalaku terbangun lebih dulu sebelum bagian tubuhku yang lain terjaga. Bahkan dalam mimpiku, aku bisa merasakannya tengkorakku diketuk tanpa henti, dan ini menyakitkan sekali.

Dalam mimpiku, aku mengambil sebutir Tylenol dari udara dan memasukannya ke dalam mulut. Tapi sayang, hal-hal seperti itu tidak pernah terjadi di kehidupan nyata.

Aku mengerang dan berguling, tidak berani membuka mata. Aku bisa melihat bayangan sinar matahari dari balik kelopak mataku, dan merasakan panasnya di sekeliling tubuhku.

Aku harus memasang tirai tebal di jendelaku nanti. Sinar matahari
sialan ini harus musnah. Aku meletakan lengan di atas mataku untuk menghalangi cahayanya. Kemudian terdengar suara pintu terbuka dan tertutup kembali dari suatu tempat di luar kamar tidur, dan aku langsung terperanjat.

Sambil tergesa-gesa, aku bangun dari tempat tidur dan menyipitkan mata. Aku terkejut saat menyadari ternyata aku tidak berada di kamar tidurku sendiri. Aku langsung berdiri, dan
selimut terjatuh dari tubuhku.

Aku terkesiap. Aku tidak pakai celana. Tidak pakai celana! Hanya ada sepotong kaos longgar yang
menutupi tubuhku!

 Tidak pakai celana! Hanya ada sepotong kaos longgar yang menutupi tubuhku!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku kembali memeriksa dan oh, syukurlah, aku masih mengenakan celana dalam. Denyut jantungku rasanya berhenti sesaat ketika teringat peristiwa semalam. Wajahku langsung memerah dan aku malu luar biasa.

Apa aku benar-benar menghubungi Jungkook saat mabuk? Apa kemudian aku muntah saat teleponku masih tersambung dengannya? Itu hanya terjadi dalam mimpi burukku, kan? Benar, kan?

Kau salah.

Aku mengerang dan kembali ambruk ke tempat tidur, dan ingatan semalam masih terus menghantui pikiranku. Aku muntah di telinga Jungkook dan ia datang menjemputku. Lalu aku dengan marah menginterogasinya sampai ia mau berjanji untuk tidak
menemui Lisa lagi, walaupun aku sebenarnya cukup senang dengan itu.

Namun, kemudian aku mendapat ide cemerlang untuk melemparkan diri padanya. Aku tidak berencana untuk mengulanginya lagi. Tadi malam aku sangat marah, dan aku mabuk. Aku
menggunakan kesempatan itu untuk sedikit mengujinya.

Ia tahu aku mabuk-aku muntah di telinganya!-jadi, kemarin itu
benar-benar ujian untuk mengetahui seperti apa karakternya. Apa ia mau tidur denganku, walaupun tahu aku sedang mabuk, dan memanfaatkanku begitu saja? Ia beruntung karena menarik diri, kalau tidak aku akan menendang selangkangannya.

Tapi, sekarang aku menyesali perbuatanku. Itu cara yang cepat dan mudah untuk mengetahui apakah ia benar-benar lelaki baik-baik atau tidak, dan aku tidak menyesali itu.

Aku merasa lebih baik karena tahu ia masih punya hati nurani yang terkubur di suatu tempat di dalam dirinya. Tapi, untuk apa aku melakukan itu semua? Aku tidak peduli ia orang yang baik atau tidak.

Setelah pernikahan Hyunjae, aku tidak akan melihatnya lagi. Ia bisa meniduri siapa pun yang ia mau nantinya, aku tidak akan peduli.

Tapi, aku malu. Sisi rasionalku bahkan menggelengkan kepalanya melihatku, ia sangat kecewa. Aku melemparkan diri pada Jungkook, dan ia pasti berpikir kalau aku benar-benar bersedia menyerahkan diriku padanya di kamar mandi semalam.

A Betting Man ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang