Bab 9

695 109 30
                                    

Jihyo

Aku berjalan menaiki tangga dan begitu menghilang dari pandangan Jungkook, aku langsung berlari sampai ke lantai tiga, berusaha menghilangkan kecemasanku.

Saat aku sampai di apartemen, sisi rasionalku segera mengambil alih pikiranku dan sekarang mengkhawatirkan reaksi Sana.

Aku tiba-tiba merasa tidak begitu yakin untuk menceritakan tentang ciuman kami. Oh, Tuhan. Apa yang harus kulakukan? Aku harus memberitahu seseorang.

Persetan dengan ini semua, aku harus menceritakannya pada Sana. Ia dan Bangchan akan tahu apa yang harus dilakukan berikutnya.

Apa Sana sedang bersama Bangchan sekarang? Aku mengambil ponsel dan menghubunginya. Panggilanku berakhir di voice-mail, aku
mengamuk dan meninggalkan pesan dengan panik.

"Sialan kau, Sana, jawab teleponmu! Aku sedang krisis sekarang! Berhenti menunggangi Bangchan dan beri dukungan moral pada temanmu. Sialan!" Aku membanting ponselku, dadaku naik-turun setelah selesai mengomel dan marathon menaiki tangga.

Tidak ada yang bisa mengatakan aku tidak olah raga hari ini. Aku harus rileks. Aku perlu... ooohh, soju! Aku mengambil botol soju dari meja dan meneguk langsung dari botolnya.

Ponselku berdering. Telepon dari Sana, terima kasih, Tuhan.

"Apa masalahmu?" ucapnya marah segera setelah aku mengangkat teleponnya.

"Aku baru saja keluar dari kamar mandi. Kau baik-baik saja? Apa yang terjadi? Apa kau terluka?" Ia benar-benar panik. Bagus sekali, Park Jihyo.

Jika ada cara untuk membuat
situasi lebih buruk, aku yakin akan menemukannya.

"Tidak, aku tidak terluka," aku cepat-cepat meyakinkannya.

"Lalu apa arti semua ucapanmu tadi? Aku benar-benar kehilangan kesabaranku. Kau masih bersama Jungkook?"

"Bagaimana kau tahu aku bersama Jungkook?"

"Bangchan mengatakannya padaku... Oh, Tuhan! Kau tidur dengannya!?"

"Tidak!"

"Jangan berbohong padaku, Park Jihyo..."

"Aku tidak tidur dengannya! Aku hanya..." Aku merasa tidak enak menyebutnya keras-keras.

"Aku.sedikit.menciumnya," gumamku cepat dalam satu tarikan napas.

"Kau apa? Kau bilang kau menciumnya?"

"Um, yeah." Ia menghela napas lega dengan keras.

"Oh."

"Oh?"

"Ciuman tidak apa-apa."

"Benarkah?" Ia berhenti sejenak.

"Apa kau yakin kau tidak tidur dengannya?" tuntutnya.

"Ya! Aku yakin."

"Lalu apa yang membuatmu panik?"

"Aku menciumnya, Sana!"

"Ya. Lalu?"

"Lalu!?"

"Ciuman tidak berarti apa-apa! Pernahkah kau bermain putar botol? Seven minutes in heaven—tujuh menit di surga?"

Ia tidak mengerti. "Ini bukan sejenis ciuman permainan putar botol, Sana."

"Apa kau hanya sekedar menciumnya?"

"Ya... apa lagi yang bisa kami lakukan?"

Aku hanya bisa membayangkannya memutar mata saat ia mendengus di telepon. "Banyak yang bisa kalian lakukan. Apa kalian berdua masih berpakaian lengkap?"

A Betting Man ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang