Bab 23

636 96 21
                                    

Jihyo

Tidurku sangat gelisah. Aku terus berguling kesana-kemari, membuat Ursula yang malang turun dari tempat tidurku dan menyelinap keluar kamar. Akhirnya aku menyerah dan memutuskan untuk mandi air hangat.

Aku harap air hangat dapat
menenangkan pikiranku, namun efek yang ditimbulkan malah sebaliknya. Air mataku bercampur dengan air mandi, aku tidak bisa membendung kesedihanku.

Aku belum pernah merasa sekacau ini sebelumnya. Bahkan pada saat Yugyeom mencampakkanku, aku hanya marah. Tapi sekarang, dengan sebuah rencana dan tekad bulat, aku masih belum merasa lebih baik. Aku harap semuanya akan kembali normal setelah ini semua berakhir.

Dia layak mendapatkan ini. Semuanya akan berubah setelah aku menumpahkan segala isi hati dan pikiranku padanya.

Oh, Tuhan. Tolong biarkan semuanya berubah.

Aku berlama-lama di kamar mandi sampai air berubah menjadi dingin. Aku kemudian berdiri, mengganti pakaian, dan minum obat tidur. Aku bangun kesiangan esok harinya, tapi tidak masalah—aku sudah minta izin sakit untuk tidak masuk kerja.

.

.

Jungkook

Aku berencana menginap di Seoul malam ini, tapi tiba-tiba saja—setelah diusir secara tidak langsung oleh Jihyo—aku jadi tidak ingin menjalan kan rencanaku. Aku harus bekerja lebih awal, dan akan lebih masuk akal kalau aku kembali ke Busan malam ini.

Aku mengemudi dalam diam. Pikiranku berpacu dan mengembara kesana-kemari dan hampir membuat ku gila. Aku tidak bisa memberitahu segalanya pada Jihyo malam ini. Sakit kepala ditambah dengan hal ini akan membuat kepalanya pecah.

Tapi, besok adalah hari baru—aku akan mengatakannya besok, tidak peduli dia sakit kepala atau tidak.
Karena Bangchan benar. Sembilan puluh persen kehidupannya mungkin penuh dengan kebodohan, tapi dia tahu bagaimana menjalin sebuah hubungan.

Sulit bagiku untuk mengakui ini, tapi ucapannya benar. Karena jauh di lubuk hatiku, aku setuju dengannya. Aku tahu itu. Dan aku tahu apa yang harus kulakukan, tidak peduli betapa
sulitnya itu.

Bangchan meneleponku dalam perjalanan pulang, tapi aku mengabaikannya. Aku sedang tidak ingin bicara. Dia meninggalkan sebuah pesan suara, tapi aku juga tidak mendengarkannya.

Malam sudah larut saat aku sampai di rumah. Aku mengganti pakaianku dan menelepon Jihyo, aku ingin tahu bagaimana keadaannya, tapi dia tidak menjawab. Mungkin dia sudah tidur.

Aku kemudian mendengarkan pesan suara Bangchan—dia mendesakku untuk meneleponnya balik, dia bilang ada sesuatu yang sangat penting yang harus dikatakannya padaku, tapi aku mengabaikannya. Apapun itu bisa menunggu sampai besok. Dia mengirim sebuah pesan.

Bangchan
Dimana kau? Telepon aku.

Aku menekan tombol keluar dari pesannya dan melihat sekilas pesanku yang lain. Aku melihat pesan dari Yugyeom, rasanya aku belum pernah membaca pesan ini.

Yugyeom
Kenapa aku punya firasat kau menghindari teleponku?

Aku memeriksa waktu pesan itu dikirim dan ternyata malam ini. Aku tidak ingat kapan membacanya. Apa mungkin aku tidak sengaja menekan tombol di sakuku? Mungkin saja...

Aku mulai membaca semua pesanku, dan merasa ngeri sendiri. Ada beberapa pesan dari Lisa dan gadis-gadis lainnya dan juga beberapa pesan dari Yugyeom. Aku memeriksa pesan apa saja yang telah kukirimkan pada Yugyeom—salah satunya
pengklaiman Jihyo hanya taruhan bagiku—dan aku mengejek kebohonganku sendiri.

A Betting Man ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang